[KALIURANG]; Senin (4/3), Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dra. Sri Wartini, S.H., M.Hum., Ph.D., dikukuhkan sebagai professor dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor di Auditorium Prof. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Prof. Sri Wartini menyampaikan pidato berjudul “Analisis Hukum Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mencapai Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Berdasarkan Paris Agreement”.
Pada awal pidato, Prof. Sri Wartini menyampaikan terlebih dahulu terjemahan QS. Ar-Rum ayat 41.
قُلۡ سِيۡرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ فَانْظُرُوۡا كَيۡفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلُؕ كَانَ اَكۡثَرُهُمۡ مُّشۡرِكِيۡنَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Prof. Tini menerangkan isu krisis iklim yang terjadi akibat pola pembangunan yang berpusat pada kepentingan manusia atau antroposentris. Dampak negatif perubahan iklim memang terjadi di berbagai negara, baik negara di Global Utara maupun Global Selatan. Namun, negara di Global Selatan mengalami dampak yang lebih serius, termasuk Indonesia. Perubahan iklim pun membawa kerentanan sosial-ekonomi ke dalam kehidupan, seperti dalam pertanian, kesehatan, akses terhadap air minum, hingga ancaman terhadap habitat pesisir. Menurutnya, kerja sama internasional menjadi penting untuk menekan laju perubahan iklim.
Perubahan iklim pun justru menimbulkan ketidakadilan terhadap sebagian dari masyarakat termiskin di dunia dan mereka akan menjadi pihak yang paling terkena dampaknya. Fenomena ini tidak sesuai dengan prinsip keadilan antar generasi (intra generational equity).
Menurutnya “Apakah berbagai kesepakatan internasional tersebut akan mampu untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim? Tentu saja hal ini akan tergantung pada political will masing-masing negara untuk mengimplementasikan ketentuan yang dimuat dalam berbagai kesepakatan tersebut dengan penuh tanggung jawab,”
Peluang dan upaya yang dilakukan Indonesia, berupa pembentukan kelembagaan, seperti bidang khusus di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Terdapat pula Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dapat berpartisipasi dalam melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui pelaksanaan fungsi anggaran, pengawasan, dan legislasi.
Kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat banyak memiliki kekuatan pendorong dalam revolusi Net Zero Emission (NZE) dengan meningkatkan investasi hijau. Selain itu, Indonesia juga dapat lebih berkomitmen untuk merehabilitasi hutan mangrove, merumuskan kebijakan pajak karbon, hingga mengurangi emisi melalui sektor kehutanan (Forestry and Other Land Use atau FOLU).
Bahkan “Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon. Sektor FOLU memiliki peran besar dalam upaya pencapaian target NZE nasional, dari net emitor menjadi penyerap bersih GRK (gas rumah kaca),”
Berdasarkan substansi pidato yang sampaikan, sebagai mahasiswa era ini untuk menjadi pembelajaran dan tindakan keberlanjutan bagi Indonesia. serta banyak hal yang dapat menjadi penyemangat untuk keberlanjutan fakultas secara akademik maupun non akademik menjadi lebih unggul.