Tamansiswa, (10/12/2012) Diskusi Panel FH UII “Optimisme Mewujudkan Perdamaian Dunia Yang Berkeadilan Pasca Pemberian Status Negara Observer Kepada Palestina”. Diselenggarakan oleh Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta.
Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia kembali mengadakan Diskusi Panel dalam rangka membahas pemberian pengakuan Palestina sebagai negara observer di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Acara ini sukses diselenggarakan pada hari Senin, 10 Desember 2012 bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai III, Gedung Fakultas Hukum UII. “Sangat penting dilakukan diskusi terbatas agar lebih jernih sejauh mana hukum dan hubungan internasional menganalisa status negara observer yang diberikan mayoritas anggota Majelis Umum (General Assembly) PBB.” ungkap DR. Syaifudin, SH, MH pada saat memberikan sambutan mewakili Dekan FH UII yang berhalangan hadir. Acara ini dihadiri baik dari mahasiswa Fakultas Hukum UII maupun dosen-dosen tetap di FH UII.
Ketika sebuah negara mengklaim memiliki kedaulatan sebagai negara maka paling kurang memenuhi syarat yang diberikan pada Konvensi Montivideo Tahun 1933 yakni penduduk yang permanen (permanent population), wilayah yang tetap (defined territory), pemerintahan (legitimate government), dan kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain (ability to communicate with other states). “Pengakuan baik secara de facto dan de jure memberikan efek hukum bagi sebuah negara. Akibat pendudukan wilayah Palestina oleh Israel, sebenarnya ini telah melanggar hukum internasional karena Israel mencaplok kedaulatan wilayah negara Palestina. Untuk mengatakan Palestina sebagai sebuah negara atau bangsa maka minimal harus memiliki pengakuan di banyak negara. Hanya memang pemberian pengakuan sebagai negara observer ini menimbulkan ketakutan internasional karena ditakutkan dengan status ini, Palestina akan menggugat para pelaku kejahatan internasional khususnya di Israel di Mahkamah Pidana Internasional.” papar Prof. Jawahir Thontowi, PhD, salah seorang narasumber dan guru besar FH UII.
Ditambahkan lagi menurut Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Prof. Jawahir Thontowi, PhD berpendapat bahwa secara hukum internasional pengakuan kolektif Sidang Umum PBB terhadap Palestina sebagai negara berdaulat dan sekaligus pemerintahannya yang lejitimit memberikan implikasi antara lain sebagai berikut: pertama, memperoleh hak-hak untuk melakukan suatu gugatan dalam suatu pengadilan di negara-negara yang mengakuinya. Kedua, terdapat dampak yang diberikan oleh pengadilan-pengadilan, baik terhadap lembaga legislative dan lembaga eksekutifnya., baik untuk masa lalu dan masa yang akan datang, Ketiga, memperoleh hak-hak atas kekebalan terhadap harta kekayaan dan tempat-tempat untuk wakip-wakil diplomatik. Keempat, memiliki hak untuk memohon dan mengirimkan berbagai harta milik dan berbagai barang kiriman dalam suatu wilayah negara-negara yang mengakuinya.
Israel pada dasarnya merupakan negara dengan wilayah yang tidak besar namun memiliki power yang sangat besar karena disupport oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat. Di wilayah yang diperebutkan antara Palestina dan Israel, sebenarnya wilayah tersebut merupakan wilayah dimana memiliki keterikatan historis-teritorial antara tiga agama: Islam, Kristen dan Yahudi. “Pada tanggal 29 November 2012, Palestina diberikan status sebagai “non-members state” (observer state) oleh PBB dengan memenangkan pemungutan suara sebanyak 138 negara dan 41 abstain. Namun, di internal Palestina sendiri terdapat dua kelompok masyarakat yang saling bertentangan yakni Hamas dan Fatah. Hamas ini yang selalu ditentang oleh Israel. Namun, sekitar tahun 2011 setidaknya ada perjanjian Kairo (Cairo Agreement) dimana terdapat perundingan damai antara Hamas dan Fatah. Setidaknya, pasca pemberian status sebagai negara observer kepada Palestina, maka masyarakat regional dan internasional mulai mengakui legitimasi Palestina.” pendapat DR. Siti Mutia Setyawati, MA, narasumber yang berasal dari Universitas Gadjah Mada.
Sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Diskusi Panel tersebut, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, SH, MH berharap “Melalui penyelenggaraan acara diskusi panel ini, diharapkan semakin jernih persoalan pemberian status negara observer kepada Palestina. Meskipun status ini belum memberikan ruang bergerak lebih bagi Palestina dalam hukum internasional, namun setidaknya harapan untuk menjadi full member state di PBB semakin terlihat karena banyak negara-negara anggota PBB yang memberikan dukungan kepada Palestina.”