Tag Archive for: Departemen Hukum Tata Negara FH UII

Senin, 20 September 2021, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) terpilih menjadi Ketua PD APHTN-HAN DIY dengan masa pengabdian 2021-2026. Ia adalah Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. yang merupakan Guru Besar Departemen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII dan juga sebagai Dewan Penasihat Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK FH UII).

Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. selaku Direktur PSHK FH UII periode 2019-2022 dan dosen departemen HTN FH UII, berpendapat bahwa sangat menyambut baik dan apresiasi atas terpilihnya prof Nikmah sebagai Ketua PD APHTN-HAN DIY. Ia juga berharap agar Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. senantiasa diberikan kesehatan dan kesuksesan dalam menjalankan amanah sebagai ketua.

“Sebagai murid beliau, terpilihnya Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. merupakan bukti atas peran beliau dalam memajukan keilmuan HTN-HAN khususnya di wilayah DIY. Selain itu juga merupakan bukti bahwa beliau adalah sosok yang punya kapabilitas dan integritas. Semoga APHTN-HAN di DIY dapat berkiprah maju dan menjadi poros keilmuan” ujarnya.

Segenap keluarga besar FH UII mengucapkan selamat kepada Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. atas diangkatnya sebagai Ketua PD APHTN – HAN DIY dengan masa Pengabdian 5 (lima) tahun. Semoga amanah yang diembah membawa keberkahan dan dapat melebarkan kebermanfaatan dalam membawa masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Aamiin.

Fakultas Hukum UII, Sabtu,12 November 2011, bertempat di Saphire Hotel, Departemen Hukum Tata Negara FH UII bekerjasama dengan Hanns Seidel Foundation (HSF) dan JERIN menyelenggarakan International Workshop  dengan tema “International Workshop On CONSTITUTIONAL REFORM AND IT’S INFLUENCE ON CIVIC EDUCATION”.

Dilatar belakangi Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 ternyata sangat berpengaruh terhadap bidang ketatanegaraan dimana salah satu pengaruh tersebut adalah terjadinya reformasi konstitusi yang menjadi titik tolak bagi perubahan system ketatanegaraan pada era sesudah  rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
 
Reformasi konstitusi yang diawali dengan perubahan konstitusi pada  tahun 1999, 2000, 2001 hingga 2002 telah menghasilkan format ketatanegaraan yang jauh berbeda dengan rezim kekuasaan sebelumnya, terutama dengan munculnya lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah, dan KomisiYudisial.
 
Reformasi konstitusi tidak saja melahirkan lembaga kenegaraan yang baru, tetapi melahirkan pola hubungan antar lembaga yang lebih dinamis, bahkan sering diwarnai ketegangan, seperti hubungan antara DPR dan Pemerintah. Posisi DPR dalam UUD Negara RI 1945 yang sangat kuat, ternyata berimplikasi pada hubungannya dengan pemerintah. Penggunaan hak angket sebagai salah satu hak DPR yang diberikan melalui konstitusi telah menimbulkan ketegangan antara DPR dan Pemerintah, seperti hak angket atas kasus  Bank Century dan hak angket kasus mafia pajak. Penggunaan hak angket DPR tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan antara DPR dengan pemerintah. Ketegangan ini dapat berpotensi menimbulkan gesekan social di tengah masyarakat, karena masyarakat menyikapinya dengan cara berbeda, bahkan perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik dan perpecahan karena adaanya dukungan kekuatan politik yang berbeda. Ada kelompok pro DPR dan ada yang pro pemerintah. Dukungan Konstituen dari partai pendukung pemerintah maupun yang kontra juga turut mempertajam konflik yang muncul, sehingga dapat mengganggu stabilitas negara.
 
Reformasi konstitusi juga telah melahirkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sangat progresif dalam penegakan hukum, terutama hokum ketatanegaraan. Keputusan-keputusan MK telah melahirkan dinamika ketatanegaraan, seperti keputusan MK dalam bidang Judicial Review dan Penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum. Keputusan MK yang bersifat final ini juga dapat disikapi dengan cara berbeda, meskipun prinsip penghormataan terhadap keputusan pengadilan merupakan prinsip mendasar yang harus patuhi.
 
Apa yang terjadi sebagai implikasi reformasi ternyata berimplikasi pada kehidupan warga negara. Adanya peran  DPR yang menguat, ketegangan hubungan antara DPR dengan pemerintah, serta keberadaan MK dan keputusan keputusannya dalam penegakan hukum, telah ikut memberi pencerahan yang sangat positif, tetapi juga sekaligus berpotensi menimbulkan masalah. Jika hal ini tidak disikapi secara jernih dan obyektif, maka tentu dapat lahirkan ketegangan sosial.
 
Pendidikan kewarganageraan merupakan salah satu media untuk membangun karakter warga negara yang baik. Melalui pendidikan kewarganegaraa diharapkan lahir warga negara yang mempunyai sikap dan perilaku bijaksana, berfikir kritis dan bertindak strategis. Reformasi konstitusi sudah eharusnya dibarengi dengan upaya membangun karakter warga Negara melalui pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan menjadi titik tolak lahirnya generasi yang tidak saja paham mengenai substansi konstitusi tetapi juga sadar untuk bertindak sesuai dengan kehendak konstitusi.
Perguruan tinggi seperti universitas merupakan  media yang strategis untuk melaksanakan pendidikan kewarganegaraan secara sistematis, dikarenakan perguruan mempunyai kurikulum, pengajar yang kompeten, dan mahasiswa yang berasal dari beragam etnis, daerah asal, maupun keragaman social lainnya. Proses pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi menjadi sangat menentukan karakter mahasiswa yang merupakan warga negara.
 
Di Indonesia, upaya melakukan pendidikan kewarganegaraan melalui universitas sudah lama dilakukan, bahkan pendidikaan kewarganegaraan dalam kurikulum menjadi mata kuliah wajib. Akan tetapi, format pendidikan kewarganegaraan yang kini berjalan ternyata masih belum optimal dalam membangun karakter, terbukti masih ditemui, tawuran antar mahasiswa yang diakibatkan adanya perbedaan dalam menyikapi masalah. Hal ini tentu menjadi keprihatinan bersama.
 
Dikarenakan belum optimalnya pendidikan kewargaanegaraan  serta untuk mendapatkan perbandingan dari negara lain serta dalam rangka mencari dan menemukan hal-hal baru yang dapat diterapkan di Indonesia, maka FH UII yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang ikut bertanggung jawab dalam mengoptimalkan pendidikan kewarganegaraan untuk membangun karakter bangsa  menyelenggarakan International Workshop dengan tema “International Workshop On CONSTITUTIONAL REFORM AND IT’S INFLUENCE ON CIVIC EDUCATION”.
 
International Workshop kali ini menghadirkan Keynote Speech Dr. H.M. Akil Muchtar, SH., MH, Hakim Mahkamah Konstitusi RI dan pembicara Prof. Dr. (HC) Siegfried Bross, Hakim Mahkamah Konstitusi Republic of Germany, Prof. Sulaiman Dufford, Chicago USA, Masnur Marzuki, SH., LLM, Lecturer at Faculty of Law UII
 
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan workshop tersebut adalah Sharing pengalaman mengenai reformasi konstitusi dan implementasi pendidikan kewarganegaraan serta memberi masukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.