Analisis Tentang Kecelakaan Kerja oleh Ayunita Nur Rohanawati
KEBAKARAN yang menimpa PT Panca Buana Cahaya Sukses membuka pelbagai permasalahan yang tersimpan selama ini.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) tegas menyebutkan adanya pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu. Mulai bangunan yang lebih mirip gudang daripada pabrik, tidak sampai separo tenaga kerja yang didaftakan BPJS hingga penggunaan tenaga kerja anak-anak. Kini, sorotan terutama terkait perlindungan terhadap pekerja, termasuk ketersediaan fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi lebih jelas.
Sembari menanti penyelesaian proses penegakan hukum secara pidana, pemerintah tentu tidak boleh mengesampingkan kemungkinan pelanggaran dari sisi ketenagakerjaan. Sebagai perusahaan yang memproduksi kembang api, harus memperhatikan standar bangunan yang bertujuan menjamin K3. Bagaimanapun keselamatan dan kesehatan kerja merupakan dua hal yang saling berkaitan. Demi mencapai suatu kesehatan kerja, perlu dicapai keselamatan kerja.
Secara umum, keselamatan kerja diatur dalam Undang-undang (UU) No 1 Tahun 1970. Regulasi tersebut menyatakan, keselamatan kerja adalah segala hal yang berkaitan dengan kondisi kerja yang terdiri mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kejadian lingkungannya serta tata cara melakukan pekerjaan. Lebih lanjut, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menambahkan, pekerja berhak mendapatkan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatannya selama bekerja.
Ironis. Informasi yang beredar di media mengungkapkan, banyaknya korban jiwa disebabkan pintu utama yang terkunci atau tidak dapat terbuka. Hal tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait standar keamanan tempat kerja. Sebab, berdasarkan definisi yuridis, suatu kecelakaan dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja apabila terjadi akibat dari adanya hubungan kerja.
Hubungan kerja sebagaimana dimaksud adalah hubungan antara pemberi kerja dalam hal ini pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang memuat unsur pekerjaan, upah dan perintah serta adanya waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja tersebut. Sebagai suatu perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya, perusahaan harusnya memiliki perjanjian kerja antara perusahaan dengan para pekerja. Perjanjian kerja berfungsi untuk mengatur hak dan kewajiban keduabelah pihak, yaitu pihak pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja sebagai pelaksana pekerjaan.
Salah satu kewajiban pengusaha ialah menyelenggarakan jaminan sosial bagi pekerjanya. Baik mengikutsertakan program jaminan sosial yang diselenggarakan pemerintah, menyelenggarakan sendiri program jaminan sosial secara mandiri, atau mengikutsertakan pada perusahaan asuransi swasta yang nominal jaminannya lebih besar daripada jumlah jaminan sosial yang diselenggarakan pemerintah. Tentunya harus dicatatkan pada Dinas Tenaga Kerja tempat perusahaan tersebut berada. Jaminan sosial ini penting antara lain menjamin biaya pengobatan dan pemakaman pekerja yang menjadi korban kecelakaan kerja.
Terungkapnya beberapa identitas korban yang menunjukkan usia di bawah 18 tahun sebagai batas usia seorang pekerja dikatakan sebagai pekerja anak adalah pelanggaran UU pasal yang lain. Menurut Pasal 68 UU Ketenagakerjaan, anak tidak diperbolehkan bekerja. Namun, dengan alasan tertentu anak dapat diperbolehkan bekerja untuk jenis pekerjaan tertentu yang tidak termasuk dalam ‘pekerjaan terburuk’ sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 74 UU Ketenagakerjaan. Salah satu kriteria dari ‘pekerjaan terburuk’ bagi anak sebagaimana lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 74 ayat (2) huruf d adalah jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak.
Jika kita membandingkan dengan negara lain, seperti China, industri kembang api dikategorikan sebagai industri berbahaya kedua, setelah industri pertambangan. Dalam kasus pabrik mercon yang meledak itu artinya, ada pelanggaran yang dilakukan. Perusahaan mercon, sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan anak. Mengingat, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kembang api tersebut bahan-bahan kimia yang mudah terbakar.
Berkaca pada insiden yang terjadi, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Menaker dan khususnya pemerintah daerah setempat untuk menegakkan norma-norma Hukum Ketenagakerjaan yang dilanggar. Tujuannya, untuk mencegah peristiwa serupa terjadi kembali di perusahaan lain dan menekan angka kecelakaan kerja di Indonesia.
(Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 31 Oktober 2017)