LEM FH UII Selenggarakan CAMP INTELLIGENCE of ADVOCACY 2014

Pesantrenisasi-Mahasiswa-Baru-2014-Wajib-Diikuti
Pesantrenisasi-Mahasiswa-Baru-2014-Wajib-Diikuti Rabu, 5 Nop 2014 SCC UII Kaliurang Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Hukum UII menyelenggarakan Camp Intellegency Advocacy 2014. Dibuka langsung oleh Dr. H. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum UII Rabu, 5 Nopember 2014. Dalam Sambutannya beliau memberikan arahan bahwa nilai plus mahasiswa Fakultas Hukum UII ada pada kemampuan hukum praktis, …
Rabu, 5 Nop 2014 SCC UII Kaliurang Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Hukum UII menyelenggarakan Camp Intellegency Advocacy 2014. Dibuka langsung oleh Dr. H. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum UII Rabu, 5 Nopember 2014. Dalam Sambutannya beliau memberikan arahan bahwa nilai plus mahasiswa Fakultas Hukum UII ada pada kemampuan hukum praktis, sebagaimana ditetapkan dalam keunggulan kompetensi lulusan Fakultas Hukum UII.
Kegiatan dengan tema “OPTIMALISASI PERAN MAHASISWA SEBAGAI AGENT of CHANGE GUNA TERWUJUDNYA KESADARAN MASYARAKAT AKAN PENTINGNYA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK” merupakan gambaran pemikiran untuk mengimplementasikan Fakultas Hukum UII sebagai rahmatan lil ‘alamin. Demikian tegas Dekan, yang dilanjutkan dengan harapan beliau yang disampaikan lewat pidato pembukaan tersebut agar kelak mahasiswa FH UII mampu meneguhkan tekad untuk menjaga almamater, menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Tekankan pada jiwa mahasiswa intan surullaha yan surukum, barang siapa menolong Allah maka Allah juga pasti akan menolong kamu.
Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari, 5 s.d. 8 Nopember 2014 dengan agenda yang cukup padat dan pembicara yang menarik. Seperti materi “ETOS PERJUANGAN MAHASISWA” dibeirkan oleh Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si. (Pembongkar kasus kekerasan IPDN); “KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK” oleh Komisi Informasi; “ANALISIS SOSIAL” dan “INVESTIGASI” oleh Eko Riyadi, SH., MH. Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia; “ADVOKASI” dengan pemateri Samsudi Nurseha, S.H. “STUDY LAPANGAN” pemateri Komisi Informasi dan acara tersebut ditutup oleh Erwin Muslimin Singajuru, S.H., M.Hum. (anggota DPR RI Komisi VIII 2009-2014) serta Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.* (Ketua Komisi Yudisial).
Peserta Camp Inte llegency Advocacy 2014 berasal dari Pengurus LEM Perguruan Tinggi se Jawa Tengah dan DIY. LEM Fakultas Hukum Universitas Negeri di Jawa Tengah antara lain Universitas Sebelas Maret Solo, Universitas Negeri Semarang, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Slamet Riyadi, Universitas Joenderal Sudirman dan juga LEM Fakultas Hukum Universitas Swasta seperti Universitas Muhammadiyah Magelang, Universitas Muhammadiyah Surakart, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Alhamdulillah hampir semua LEM Fakultas Hukum perguruan tinggi yang berada di wilayah DIY datang sebagai peserta, demikian yang disampaikan Ryan Akbar Fitriadi dan Dipo Septiawan sebagai panitia kegiatan.
Kami menyelenggarakan kegiatan ini terselenggara dilatarbelakangi karena dasar pemikiran bahwa Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 2008, diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-Undang ini berisi mengenai kewajiban Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab dibutuhkan pengawasan dan pengawalan dari masyarakat agar tidak terjadi penyelewengan dalam suatu pemerintahan. Masyarakat diberikan hak untuk mengetahui mengenai hal apa saja yang berkaitan dengan jalannya pemerintahan. Tentunya hal ini selain untuk memberikan informasi kepada masyarakat, juga berguna untuk mewujudkan demokrasi yang melibatkan rakyat seutuhnya.
Hadirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) merupakan tonggak penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.Sebagai sebuah bentuk freedom of information act, undang-undang ini mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait dengan kepentingan publik. Kehadiran UU KIP sekaligus memberikan penegasan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja merupakan bagian dari hak asasi manusia secara universal, namun juga merupakan constitutional rights sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F perubahan kedua UUD 1945. Banyak pihak berharap, hadirnya UU KIP mampu mendorong iklim keterbukaan yang luas di berbagai level. Keterbukaan informasi publik diyakini dapat menjadi sarana penting untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara maupun aktivitas badan publik lainnya yang mengurusi kepentingan publik. Salah seorang perumus Undang-Undang Dasar Amerika, James Madison, bahkan pernah menyebutkan bahwa keterbukaan informasi merupakan syarat mutlak untuk demokrasi yang berarti pula perwujudan kekuasaan yang terbatas dan berada dalam kontrol publik. Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi ini sekaligus dapat mendorong terciptanya clean and good governance karena pemerintah dan badan-badan publik dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan akuntabel.
Namun, di tengah harapan yang membuncah itu, muncul pula sejumlah kekhawatiran dan kesangsian mengenai efektivitasnya UU KIP ini dalam tataran implementasinya. Hal ini disebabkan karena masih adanya kenyataan bahwa tidak sedikit aturan perundang-undangan yang substansinya demokratis, namun pelaksanaanya justru kontraproduktif dengan semangat demokrasi. Dalam konteks ini, kontraproduktif diartikan sebagai tidak terwujudnya demokrasi yang kita impikan dalam realita yang sebenarnya. Contohnya mengenai: 1. Kurangnya keterbukaan informasi publik dari Badan Publik itu sendiri; 2. Partisipasi masyarakat yang cenderung enggan mencari tahu; 3. Ketidaktahuan masyarakat mengenai wadah aduan yang ingin mereka aspirasikan. Selain merupakan imperatif normatif UU KIP keberadaan Komisi Informasi tentu diharapkan menjadi implementor yang mampu mengejawantahkan freedom of information act secara signifikan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana arah dan orientasi Komisi Informasi sehingga mampu mendorong terciptanya governability melalui keterbukaan informasi publik sebagai salah satu kuncinya.
Advokasi yang kami maknai adalah sebuah upaya sistematis untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa agar mampu menjadi motor dalam masyarakat untuk menmgkritisi dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan rakyat. Selain itu kegiatan ini juga dimaksud kan untuk menitiktekankan etos perjuangan pada diri mahasiswa guna mendongkrak kembali peran mahasiswa sebagai agent of change, tegasnya.