Kami Persilahkan Saudara menuliskan artikel, berita, cerita nasihat dapat pula agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat dipublikasikan khususnya berhubungan dengan Kegiatan Pembelajaran di Fakultas Hukum UII.
Senin, 6 juni 2011 bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai III Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Departemen Hukum Tata Negara (HTN) menyelenggarakan Kuliah Umum ”General Lecture” dengan tema ”Jiwa Rechtsidee Pancasila dalam Tata Hukum Indonesia antara Idealita dan Realita” dengan menghadirkan pembicara Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., SH., SU., Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
General Lecture kali merupakan bagian dari kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Departemen HTN yang selalu menghadirkan pembicara-pembicara baik nasional maupun internasional tersebut diikuti oleh beberapa dosen tetap, mahasiswa S-1 dan pascasarjana. Bertindak sebagai moderator kali adalah oleh Masnur Marzuki, SH., LLM.
Pada General Lecture kali ini Prof. Mahfud memberikan materi ”Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara”, menurut Beliau Pancasila sebagai ideologi negara sudah final sebagai perekat dan pedoman bersama dalam hidup bernegara yang harus dijaga dan dipertahankan. Pancasila sebagai dasar negara menjadi RECHTSIDEE yang harus dituangkan di dalam setiap pembuatan dan penegakan hukum dan sebagai RECHTSIDEE, Pancasila melahirkan sistem hukum sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum.
Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 – 11.00 tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab secara interaktif. Materi Kuliah Umum Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., SH., SU. dapat dilihat pada Menu DOWNLOAD.
Rabu 13 April 2011, bertempat di University Hotel UIN, Lecture Room Lantai II, Ruang 202, Program Studi Ilmu Hukum (S-1), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII) selenggarakan sarasehan “Evaluasi dan Pengembangan Proses Belajar Mengajar (PBM)
Acara yang dibuka oleh Dekan FH UII Dr. H. Rusli Muhammad, SH., MH. dengan fasilitator pada Sesi I dan II Ka.Prodi. Karimatul Ummah, SH., M.Hum dan Nurjihad, SH., M.Hum. serta Sesi III dan IV dengan Fasilitator Ka.Prodi. Karimatul Ummah, SH, Sek. Prodi Bagya Agung Prabowo, SH., M.Hum. dan Dr. M. Syamsudin, SH., MH. Tersebut diselenggarakan dengan dasar pemikiran bahwa, Program Studi Ilmu Hukum (S1) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia secara simultan melakukan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat, sebagai konsekuensi logis dari adanya dinamika perkembangan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan yang menjadi tolok ukurnya adalah memperkokoh kompetensi agar selalu memiliki daya saing diantara Fakultas hukum lainnya.
Untuk memperkokoh kompetensi tersebut Prodi harus selalu berbenah terutama dari perbaikkan system didalam menuju kearah peningkatan kualitas proses. Peningkatan ini perlu dilakukan selain dimaksudkan agar mampu menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing dan siap berkiprah dalam pembangunan juga perbaikan manajement administrasi yang berorientasi pada manajemen audit internal dan eksternal.
Salah satu upaya untuk mencapai maksud tersebut maka perlu dilakukan perbaikan terhadap Proses Belajar Mengajar,mengingat PBM merupakan mata rantai aktivitas prodi yang sangat urgen bahkan menjadi inti untuk mencetak lulusan sehingga PBM ini perlu senantiasa dilakukan evalusi dan pengembangan agar menjadi lebih baik.
Bertolak pada latar belakang di atas, maka Prodi Ilmu Hukum(S1) Fakultas Hukum perlu menyelenggarakan forum sarasehan untuk membahas berbagai permasalahan terkait PBM dan pada akhirnya memutuskannya sebagai suatu kebijakan. Evaluasi dan pengembangan PBM ini juga dimaksudkan sebagai langkah awal Prodi agar segala permasalahan terkait kepentingan akreditasi dapat terbaca sejak dini dan menjadi pemahaman serta komitmen bersama dari para dosen.
Adapun berbagai permasalahan PBM yang dapat diinventarisir sebagai berikut:
1. Masalah status/kedudukan presensi kuliah mahasiswa Fakultas Hukum UII, apakah sekedar menjadi salah satu komponenpenilaian akhir dlm UAS (seperti yang berlaku selama ini) ataukah ditingkatkan secara tegas yakni menjadi pra syarat bagi mahasiswa untuk bisa mengikuti UAS. Penetapan kebijakan presensi hadir kuliah mahasiswa minimal 75 % ini perlu dilakukan terkait dengan penetapan ujian remediasi yang mensyaratkan hal tersebut.
2. Presensi kehadiran dosen sesuai dengan jumlah tatap muka yang telah distandarkan.
3. Masalah ketidakseragaman dan perbedaan persepsi dalam penentuan grade penilaian mahasiswa Fakultas Hukum UII.
4. Masalah pemberian tugas tambahan (makalah, paper) pada mahasiswa Fakultas Hukum UII
5. Masalah mekanisme komplain nilai mahasiswa Fakultas Hukum UII
6. Masalah keterlambatan dosen dalam pengumpulan nilai mahasiswa Fakultas Hukum UII.
7. Masalah perubahan jadual mengajar oleh dosen (dari jadual yang telah ditetapkan), sehingga benturan jadual dengan dosen yang lain.
8. Masalah standar mutu soal yang harus disesuaikan dengan SAP
9. Masalah ujian dan pembimbingan skripsi
10. Masalah komposisi atau rasio dosen tetap dan dosen tidak tetap Masalah
12. Dan masalah lainnya yang nantinya diharapkan dapat berkembang dalam forum sarasehan
Sedangkan menurut Mila Karmila Adi, SH., M.Hum., selaku ketua panitia sarasehan mengharapkan Sarasehan Evaluasi dan Pengembangan Proses Belajar Mengajar (PBM) perlu diselenggarakan dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan PBM di masa yang akan datang, serta mempunyai tujuan (1) Memberikan pemahaman dan persepsi yang sama tentang evaluasi dan pengembangan PBM (2)Memberikan pemahaman tentang berbagai permasalahan PBM dan analisis penyelesaiannya (3).Memberikan pemahaman tentang perlunya kerja kolegial antara civitas akademika terkait keberhasilan meraih prestasi bagi Fakultas Hukum.
Adapun target yang akan dicapai adalah (1) Terbangunnya persepsi yang sama tentang PBM yang ideal (2)Terbangunnya wasasan dan semangat bersama untuk meraih maksud dan tujuan prodi FH UII (3) Hasil sarasehan ini dapat dijadikan sebagai dasar melahirkan kebijakan atau putusan tentang hal-hal terkait PBM yang konstruktif
Acara tersebut ditutup pada jam 15.30 wib dan dihadiri oleh segenap dosen tetap FH UII serta dihadiri oleh segenap jajaran Kepala-kepala Divisi yang ada.
Fakultas Hukum, Rabu 30 Maret 2011. Bertempat di Rumah Makan Numani Jln. Parangtritis, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menyelenggarakan Pelepasan Purna Tugas kepada H.E. Zainal Abidin, H., SH., MS., MPA.
Acara yang dibuka oleh Dekan FH UII, Dr. Rusli Muhammad, SH., MH., dalam sambutannya menyatakan bahwa figur H.E. Zainal Abidin, H., SH., MS., MPA. Yang biasa disapa dengan Pak Zaenal merupakan figur dengan pengabdian yang luar biasa. Beliau kenal denagn Pak Zaenal sejak masa SMA karena Pak Zaenal adalah guru ketika masa SMA hingga kemudian bersama-sama bertemu dan mengabdi di UII. Pak Zaenal adalah Dosen pertama FH UII yang berhasil meraih gelar sarjana di luar negeri serta dapat memberikan contoh dan tauladan yang baik selama mengabdi di UII.
Lebih lanjut dikatakan oleh Dekan, Pak Zaenal mampu serta pandai menempatkan diri dengan baik dimanapun berada selama menjalankan masa jabatannya sehingga untuk menjaga supaya FH UII tidak terlalu merasa sangat kehilangan atas status purna tugas pak Zaenal maka, perlu terus dijalin hubungan yang baik. Sebagai akhir sambutannya Dekan FH UII menyampaikan atas nama segenap Pimpinan serta keluarga besar FH UII mengucapkan terimakasih atas semua tenaga dan pikiran serta pengabdian H.E. Zainal Abidin, H., SH., MS., MPA. yang telah diberikan kepada FH UII, semoga kebaikan beliau mendapatkan ganjaran yang setimpal oleh Allah SWT.
Sedangkan pada acara sambutan pelepasan purna tugas oleh Wakil Dekan Dr. Saifudin, SH., MH. menyampaikan bahwa figur H.E. Zainal Abidin, H., SH., MS., MPA. merupakan figur yang penuh dinamika, sehingga meskipun sudah memasuki purna tugas dengan usia 65 tahun namun beliau masih tampak muda sehingga meskipun sudah purna tugas FH UII tetap masih membutuhkan Pak Zaenal untuk tetap bergabung dengan FH UII dikarenakan kondisi fakultas yang melum mencapai kondisi ideal serta mengucapkan terimakasih sudah memberikan segala tenaga dan pikiran untuk mengabdi ke FH UII.
Bagya Agung Prabowo, SH., M.Hum., sebagai Ketua Ikatan Keluarga Pegawai (IKP) FH UII menyampaikan, atas nama IKP menyampaikan permohonan maaf apabila selama bekerjasama dengan Pak Zaenal mempunyai kesalahan serta berharap silaturahmi dengan Pak Zaenal maupun para pegawai purna tugas lainnya tetap terjaga sehingga keluarga besar FH UII menjadi kokoh.
Pada Kesempatan tersebut H.E. Zainal Abidin, H., SH., MS., MPA. menyampaikan bahwa Pak Zaenal mulai masuk ke UII sebagai pegawai pada tanggal 1 Juni 1966, hingga kemudian ditawari oleh salah satu pendiri UII menjadi sekretaris kantor UII.
Tanggal 1 Maret 1967 mendapatkan SK PNS dengan status Dosen DPK di Fakultas Hukum UII dan mengajar Hukum Administrasi negara sampai sekarang, dengan demikian sudah 40 tahun 10 bulan Pak Zaenal mengabdi di UII dengan pangkat terakhir IV-A/Lektor Kepala. Menurut Pak Zaenal yang juga pernah menjabat sebagai Dekan di fakultas hukum tersebut, UII merupakan tonggak sejarah umat Islam Indonesia untuk mempersiapkan calon tokoh-tokoh nasional di Indonesia, sehingga perlu untuk meneruskan konsep kesederhanaan dan keikhlasan dalam pengelolaan manajemennya meskipun UII sekarang sudah lebih maju dan sudah menggunakan konsep menejemen modern serta harus mempersiapkan kader-kader dalam mensyiarkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman di UII.
Sebagai akhir kata Pak Zaenal mhon do’a dari semua keluarga besar FH UII, semoga amal sholeh kita semua diterima dan mohon maaf atas segala kesalahan yang bernah diperbuat selama mengabdi di UII
Acara yang dihadiri oleh segenap Dosen, Pegawai dan Pegawai Purna Tugas tersebut ditutup dengan do’a bersama yang dipimpin ketua IKP FH UII.
Fakultas Hukum, Ruang Sidang Utama Lt. 3, Selasa, 29 Maret 2011. Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSH FH-UII) menyelenggarakan Bedah Disertasi Dr. Aroma Elmina Martha, SH., MH. dengan judul ”Perbandingan Hukum Pidana KDRT di Indonesia dan Malaysia”.
Menurut Dr. M. Syamsudin, SH., MH. Ketua PSH FH UII, pada tahun 2011 acara bedah buku ini sudah diselenggarakan sebanyak dua kali, dan untuk selanjutkan akan terus diadakan guna memberikan semacam “oleh-oleh” kepada Civitas Akademika atas apa yang ditulis dan diteliti dalam setiap disertas iDosen FH UII peraih Gelar Doktor.
Acara yang dibuka oleh Wakil Dekan FH UII Dr. Saifudin, SH., MH., dalam sambutannya menyatakan bahwa Bedah Disertasi ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan oleh PSH. Bedah Disertasi kali ini merupakan bedah desertasi dengan tema yang mendasar dan sangat memprihatinkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kasus KDRT di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2007 menembus angka yang sangat besar yaitu sekitar lebih dari lima puluh empat ribu kasus yang dilaporkan. Dr. Saifudin, SH., MH., juga berharap kepada mahasiswa yang mengikuti bedah disertasi tersebut untuk dapat menyerap ilmu yang ada pada bedah disertasi kali ini, sehingga akan lahir juga doktor-doktor baru di lingkungan FH UII. Acara yang dimoderatori oleh M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum. dalam pengantarnya menyatakan bahwa, acara rutin yang diselenggarakan oleh PSH ini merupakan ajang untuk mempertanggungjawabkan dari dosen-dosen peraih gelar Doktor. Lebih lanjut menurut M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum., KDRT merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas ditingkat nasional maupun internasional dikarenakan dari tahun ke tahun kasusnya terus meningkat dan semakin terdeteksi atau terungkap dikarenakan semakin beraninya kaum hawa untuk mengungkapkankan kasus KDRT yang dialaminya. Sedangkan menurut Dr. Aroma Elmina Martha, SH., MH selaku penulis desertasi yang juga alumni Program Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Indonesia Jakarta dengan predikat sangat memuaskan tersebut menyatakan bahwa latar belakang masalah disertasi ini adalah tindak pidana kekerasan terhadap perempuan telah mendapat perhatian secara nasional dan internasional. Namun angka kekerasan terhadap perempuan ini menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Dimana pada tahun 2007 mencapai 54.425 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Kekerasan terhadap Perempuan biasanya terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Sedangkan di Malaysia angka tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga mencapai 21.343 kasus diantara tahun 2000-2006 menurut data resmi Police Diraja Malaysia dalam Women Centre for Change di Penang Malaysia. Pada akhir Bedah Disertasi ini Dr. Aroma Elmina Martha, SH., M.Hum. menyarankan adanya optimalisasi UU PKDRT termasuk pada pelaksanaan prosedur perlindungan sementara dan perlindungan melalui penetapan pengadilan bagi korban serta diperlukan pemutusan sikluas mata rantai KDRT melalui pemberdayaan perempuan untuk mengurangi KDRT. Bedah Disertasi yang dihadiri oleh mahasiswa S1, pascasarjana, Dosen, Aktivis gender dan masyarakat umum serta beberapa media massa tersebut berlangsung hingga pukul 11.30 Wib yang juga diwarnai dengan diskusi dan tanya jawab secara representatif.
Saphire Hotel, Borobudur Room, Senin, 21 Maret 2011, Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia bekerjasama dengan Departemen Hukum Tata Negara (HTN) dan Program Pascasarjana (S2 dan S3) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Seminar Nasional “Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan Indonesia”.
Seminar Nasional yang dibuka oleh Rektor Universitas Islam Indonesia tersebut bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai sistem pengawasan hakim dan kode etik hakim konstitusi di MK Jerman, melakukan identifikasi persoalan terkait dengan sistem pengawasan dan kode etik hakim di MK RI, MA RI dan di Pengadilan di lingkungan MA RI, memberi masukan bagi MK dan, MA KY dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap hakim-hakimnya menghadirkan Keynote Speech Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH., SU. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indosesia. Sedangkan Pembica yang hadir pada seminar tersebut adalah: Prof. Dr. Siegfried Bross, Hakim Mahkamah Konstitusi Jerman dengan tema seminar “ Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi Jerman”, Dr. Harjono, SH., MCL., Hakim Mahkamah Konstitusi RI dengan tema seminar “Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia” serta Dr. Suparman Marzuki, SH., M.Si. Komisioner Komisi Yudisial (KY) RI/Dosen FH UII dengan tema seminar “Prospek dan Peluang KY dalam Pengawasan Hakim Konstitusi”
Seminar Nasional tersebut dihadiri lebih dari 120 peserta yang teridiri dari para Dosen-dosen Fakultas Hukum, praktisi hukum dan lembaga non pemerintah yang bergerak pada advokasi hukum. Seminar nasional yang berlangsung dari pukul 07.00-12.30 Wib dan ditutup oleh Dekan Fakultas Hukum Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. trsebut menghasilkan suatu rumusan atau kesimpulan sementara sebagai berikut:
Negara demokrasi tidak hanya mempengaruhi terjaminnya kebebasan sipil dan politik, melainkan juga praktek penegakan hukum yang fair, jelas dan tegas. Idealnya dalam demokrasi seluruh hakim harus tunduk pada prinsip persamaan (kedudukan yang setara), termasuk dalam aspek pengawasan hakimnya. Oleh karenanya, kekuasaan kehakiman mutlak harus diawasi karena menyangkut pertaruhan atas independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.
Penerapan konsep independensi kekuasaan kehakiman tidak boleh absolut alias harus diletakkan dalam konteks akuntabilitas (tidak bebas mutlak dan harus tetap dipertanggungjawabkan).
Untuk mencapai hasil yang ideal, maka dalam melakukan pengawasan tidak dapat hanya mengandalkan pada orang, tetapi harus dibentuk suatu system pengawasan yang jelas dan tegas dan sistem pengawasannya tetap harus dalam koridor konsep yang menjaga independency of judiciary (kekuasaan kehakiman yang merdeka / mandiri).
Ada sejumlah reasoning / alasan yang mendasari pentingnya penegasan gagasan untuk menerapkan pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman (c.q baik hakim MA maupun hakim MK), yaitu: (1) Ada realitas sosial berupa situasi hukum dan penegakan hukum yang telah melahirkan ketidak percayaan masyarakat secara luas (social distrust) terhadap kinerja penegakan hukum terutama oleh hakim melalui putusan-putusannya yang “janggal” atau bernuansa ketidak adilan. (2) Khusus pentingnya pengawasan terhadap hakim MK, adalah dilatar belakangi oleh dimilikinya kekuasaan kehakiman oleh mereka secara absolute konstitusional (dalam arti putusannya bersifat pertama dan terakhir). Padahal setiap manusia (termasuk hakim MK) mempunyai peluang salah, tidak adil, tidak fair, tidak obyektif dan tidak profesional (3) Untuk meletakkan kehormatan dan martabat hakim MK sebagai penjaga konstitusi
Beberapa hal penting yang perlu menjadi lingkup pengawasan terhadap kekuasaan di bidang yudisial antara lain: (1) Rekruitmen (2) Appointment, termasuk dalam pindah-memindahkan hakim seharusnya ditangani oleh lembaga yang inedependent.
Ada berbagai macam konsep yang dapat ditawarkan jika KY hendak dibangun dan disepakati menjadi institusi pelaksana sistem pengawasan kekuasaan kehakiman, terutama hakim MK. Yaitu: (1) Memasukkan gagasan KY sebagai pengawas tersebut dalam revisi UU MK dan revisi UU KY (2) Memasukkan KY sebagai salah satu unsur dalam forum Majlis Kehormatan MK (3) MK dan KY membuat MoU untuk menyepakati lingkup pengawasanyang dapat dilakukan KY (4) Mengkondisikan agar para hakim (MK) memiliki sifat untuk terbuka (membuka diri) untuk diawasi. (5) Melakukan Amandemen UUD 1945 yang menegaskan secara eksplisit adanya kewenangan / kekuasaan konstitusional KY untuk mengawasi hakim-hakim baik hakim MA maupun hakim MK.
Sebagai kajian perbandingan, sistem pengawasan kehakiman di Jerman memperlihatkan adanya konsep-konsep sebagai berikut: (1) Kode Etik Hakim MK Jerman hanya diatur dalam UU Kehakiman Jerman dan tidak diatur secara khusus dalam aturan mengenai kode etik hakim. (2) Secara kelembagaan, institusi pengawas kekuasaan kehakimaan dilakukan oleh internal. Sementara di pengadilan di tingkat bawah (negara bagian) dibentuk lembaga khusus yang melakukan pengawasan. (3) Secara kultural, hakim di Jerman sudah terbangun suatu budaya hukum yang mengkondisikan mereka untuk memiliki etos kerja sebagai hakim yang mandiri dan profesional sehingga kode etik hakim sudah melekat secara interen di diri hakim.
Negara demokrasi tidak hanya mempengaruhi terjaminnya kebebasan sipil dan politik, melainkan juga praktek penegakan hukum yang fair, jelas dan tegas. Idealnya dalam demokrasi seluruh hakim harus tunduk pada prinsip persamaan (kedudukan yang setara), termasuk dalam aspek pengawasan hakimnya. Oleh karenanya, kekuasaan kehakiman mutlak harus diawasi karena menyangkut pertaruhan atas independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.
Penerapan konsep independensi kekuasaan kehakiman tidak boleh absolut alias harus diletakkan dalam konteks akuntabilitas (tidak bebas mutlak dan harus tetap dipertanggungjawabkan).
Untuk mencapai hasil yang ideal, maka dalam melakukan pengawasan tidak dapat hanya mengandalkan pada orang, tetapi harus dibentuk suatu system pengawasan yang jelas dan tegas dan sistem pengawasannya tetap harus dalam koridor konsep yang menjaga independency of judiciary (kekuasaan kehakiman yang merdeka / mandiri).
Ada sejumlah reasoning / alasan yang mendasari pentingnya penegasan gagasan untuk menerapkan pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman (c.q baik hakim MA maupun hakim MK), yaitu: (1) Ada realitas sosial berupa situasi hukum dan penegakan hukum yang telah melahirkan ketidak percayaan masyarakat secara luas (social distrust) terhadap kinerja penegakan hukum terutama oleh hakim melalui putusan-putusannya yang “janggal” atau bernuansa ketidak adilan. (2) Khusus pentingnya pengawasan terhadap hakim MK, adalah dilatar belakangi oleh dimilikinya kekuasaan kehakiman oleh mereka secara absolute konstitusional (dalam arti putusannya bersifat pertama dan terakhir). Padahal setiap manusia (termasuk hakim MK) mempunyai peluang salah, tidak adil, tidak fair, tidak obyektif dan tidak profesional (3) Untuk meletakkan kehormatan dan martabat hakim MK sebagai penjaga konstitusi
Beberapa hal penting yang perlu menjadi lingkup pengawasan terhadap kekuasaan di bidang yudisial antara lain: (1) Rekruitmen (2) Appointment, termasuk dalam pindah-memindahkan hakim seharusnya ditangani oleh lembaga yang inedependent.
Ada berbagai macam konsep yang dapat ditawarkan jika KY hendak dibangun dan disepakati menjadi institusi pelaksana sistem pengawasan kekuasaan kehakiman, terutama hakim MK. Yaitu: (1) Memasukkan gagasan KY sebagai pengawas tersebut dalam revisi UU MK dan revisi UU KY (2) Memasukkan KY sebagai salah satu unsur dalam forum Majlis Kehormatan MK (3) MK dan KY membuat MoU untuk menyepakati lingkup pengawasanyang dapat dilakukan KY (4) Mengkondisikan agar para hakim (MK) memiliki sifat untuk terbuka (membuka diri) untuk diawasi. (5) Melakukan Amandemen UUD 1945 yang menegaskan secara eksplisit adanya kewenangan / kekuasaan konstitusional KY untuk mengawasi hakim-hakim baik hakim MA maupun hakim MK.
Sebagai kajian perbandingan, sistem pengawasan kehakiman di Jerman memperlihatkan adanya konsep-konsep sebagai berikut: (1) Kode Etik Hakim MK Jerman hanya diatur dalam UU Kehakiman Jerman dan tidak diatur secara khusus dalam aturan mengenai kode etik hakim. (2) Secara kelembagaan, institusi pengawas kekuasaan kehakimaan dilakukan oleh internal. Sementara di pengadilan di tingkat bawah (negara bagian) dibentuk lembaga khusus yang melakukan pengawasan. (3) Secara kultural, hakim di Jerman sudah terbangun suatu budaya hukum yang mengkondisikan mereka untuk memiliki etos kerja sebagai hakim yang mandiri dan profesional sehingga kode etik hakim sudah melekat secara interen di diri hakim.
Fakultas Hukum, Kamis 17 Maret 2011, Dalam rangka meningkatkan kualitas Calon Hakim Agung dan menyerap aspirasi serta partisipasi publik terutama untuk meningkatkan kualitas metode rekruitmen, Komisi Yudisial Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung.
Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UII Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. dalam sambutannya menyatakan bahwa dalam sosialisasi kali ini mempunyai dua tujuan utama yaitu (1) menyerap partisipasi publik untuk mengikuti Penjaringan Calon Hakim Agung oleh Komisi Yudisial (KY) yang dalam hal ini KY sudah melakukan penjaringan sebanyak enam kali, namun penjaringan tersebut masih belum mencukupi jumlah kuota hakim agung yang ada. (2) Dengan Sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi mengikuti proses penjaringan dan seleksi Calon Hakim Agung, mengingat Hakim Agung merupakan jabatan yang strategis di Negara ini. Diharapkan pula dengan metode penjaringan ini kualitas dan kuantitas Hakim Agung dapat lebih baik.
Pada akhir sambutannya Dr. Rusli Muhammad menyatakan harapannya pada peserta sosialisasi penjaringan tersebut semoga saja ada beberapa peserta yang bersedia mengikuti penjaringan dan tidak hanya lolos dalam mengikuti proses penjaringan calon hakim agung namun bisa juga menjadi salah satu hakim agung yang ada di negara ini.
Acara Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung yang dimoderatori oleh M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum serta menghadirkan pembicara dari Direktur Sumber Daya Manusia Komisi Yudisial RI Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH., M.Hum tersebut dihadiri oleh kalangan Akademisi, Hakim Tinggi, Tokoh masyarakat yang terdiri dari Notaris dan Advokat di seluruh D.I. Yogyakarta serta diliput oleh beberapa wartawan media massa dan elektronik tersebut berlangsung sangat interaktif. Acara tersebut dibagi dalam 2 sesi yaitu Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung dan diakhir dengan sesi tanya jawab. Berikut i ni adalah hasil Notulasi dari pelaksanaan acara tersebut yang ditulis oleh Bagya Agung Prabawa SH., M.Hum selaku Notulis.
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Proses seleksi calon Hakim Agung ini karena ada kekosongan 10 orang (kuota yang ada baru 50 dari 60), dalam rangka memenuhi kekosongan ini Mahkamah Agung melakukan seleksi dari kalangan akademisi maupun praktisi, melalui Komisi Yudisial.
Ada perbedaan mekanisme seleksi yang sekarang dengan sebelumnya, dengan memberikan kemudahan yaitu: Terbagi zona sosilaisasi (Jogja, Makasar, Palembang, Jakarta, Kalimantan), Proses pembuatan makalah bisa dilaksanakan di Perguruan Tinggi setempat tidak harus ke Jakarta, bila jumlah mencapai 20 orangBatas usia adalah mulai 45 tahun, setinggi-tingginya tidak dibatasi tapi tidak lebih dari 70 tahunMampu secara rohani dan jasmani menjalani kewajiban
Prinsipnya dalam rangka mendapatkan pola seleksi Hakim Agung yang berkualitas, maka partisipasi masyarakat diperlukan
Pertanyaan Termin 1:
Dr. Tata Wijayanta (FH UGM) :Syarat untuk menjadi Hakim Agung harus ada 2 ijazah (Magister Hukum dan Doktor Hukum), tidak bias yang inpasing?
Klausulnya bila jumlahnya 20, apakah tidak difasilitasi, belum jadi Hakim Agung udah tombok?
Dr. Sundari (FH Universitas Atmajaya):Formulir dari KPK bisakah diakses atau download melalui Komisi Yudisial
Dr. Wahyu (FH UJB): Bila ijazahnya dari MKN boleh tidak?
Sering ada teror calon Hakim Agung yang ingin lulus di telpon di hotel tempat menginap, dengan membayar sejumlaj uang
Dr. Muhammad Hatta (FH UJB): Hasil seleksi dari KY secara kualitas dan integritas lebih baik, selamat untuk KY Pasal-pasal pengawasan yang digugat, telah digugurkan MK. KY bisa mengusulkan seluruhnya
Nur Ismanto, SH, MM. (Advokat)
Ada beberapa perubahan, tapi agak tidak realistis antara ketentuan Idealita dengan Realita, usia hakim misalnya
Adakah pembatasan kuaota antara hakim karir dan non karir, lebih baik perbanyak hakim non karir karena belum terkontaminasi perilaku koruptif
Tidak ada kesempatan untuk orang miskin, karena S3 perlu biaya tinggi
Perlu perbaikan form terhadap hakim karir yang rekam jejaknya tidak baik
Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Pembuat UU telah memikirkan hal itu, sekarang banyak kelas di luar domisili atau kelas jarak jauh, sehingga pendidikan pasca diperhatikan Bahkan telah dirintis pendidikan hakim yang setara S2 kerjasama dengan negara Jerman Magister Kenotariatan itu dapat disetarakan dengan Magister Hukum, ini bisa menjadi masukan bagi KY Dalam rapat untuk mempermudah calon-calon non karir, sudah ditetapkan zona-zona, untuk memperkecil pengeluaran anggaran terutama transportasi Intervensi dan tekanan politik dari eksekutif tidak pernah terjadi Dalam UU KY maupun MA seleksi calon Hakim Agung melalui DPR Seleksi calon Hakim Agung sebelumnya hanya oleh MA, tetapi sekarang bersama-sama antara MA dengan KY Hakim-hakim Agung yang telah memenuhi syarat formil, kita punya databasenya (93), termasuk hakim yang bersangkutan telah mendapat sanksi atau tidak Terkait track record akan dicek dengan rekan-rekannya sejawat secara objective UU sudah dilakukan yudicial review Perubahan crusial memanggil paksa Hakim Agung oleh KY sedang dalam pengusulan Pertanyaan Termin 2 :
Dr. Syamsudin (FH UII) Jika mewakili organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah atau NU bisa tidak Adakah pemikiran dari Tim Pakardalam proses seleksi Dr. Wisnu (FH Universitas Atmajaya) Batas minimal apakah ada jaminan di atas 45 tahun memenuhi kualitas tertentu, hanya factor usia, KY harus bisa melakukan terobosan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan moral Untuk hakim ad hoc jangan melulu dari hokum tetapi ilmu lain yang terkait sehingga bisa melahirkan putusan yang lebih berkualitas Tim seleksi mestinya tidak sekedar melaksanakan bunyi UU tapi harus ada terobosan-terobosan hukum Andi Rais. SH. (Advokat) Kualifikasi terpenuhi dari usia maupun syarat formil, tapi syarat pendidika harus S3 Doktor Hukum memberatkan Dalam tingkat kasasi selalu dicari link-link, tapi setelah dielaborasi hasilnya baik oleh hakim non karir KY sebagai garda terdepan, setidak-tidaknya KY jangan hanya sekedar merekomendasi tapi harus lebih responsif terhadap permasalahan hukum yang ada Sekarang ini produk-produk hakim syarat dengan KKN, perekrutan tidak beres Sesuai adagium “berilah hakim yang baik sekalipun peraturan buruk, hasilnya akan baik” Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Selama belum ada aturan yang tegas oleh KY akan diperhatikan Seleksi makalah, wawancara, akan dilakukan oleh tim Ahli Yang menjadi titik singgung memutuskan perkara memang tidak selalu hukum, tapi semua harus berorientasi pada hukum, termasuk aliran hukum progresif Harus ada sinkronisasi system hukum, terlebih system hukum ekonomi KY ada bagian investigasi, baik yang aktif maupun pasif Mudah-mudahan ke depan tidak ada laporan yang menumpuk, diupayakan ada format dan mekanisme laporan yang baku
Pembuat UU telah memikirkan hal itu, sekarang banyak kelas di luar domisili atau kelas jarak jauh, sehingga pendidikan pasca diperhatikan Bahkan telah dirintis pendidikan hakim yang setara S2 kerjasama dengan negara Jerman Magister Kenotariatan itu dapat disetarakan dengan Magister Hukum, ini bisa menjadi masukan bagi KY Dalam rapat untuk mempermudah calon-calon non karir, sudah ditetapkan zona-zona, untuk memperkecil pengeluaran anggaran terutama transportasi Intervensi dan tekanan politik dari eksekutif tidak pernah terjadi Dalam UU KY maupun MA seleksi calon Hakim Agung melalui DPR Seleksi calon Hakim Agung sebelumnya hanya oleh MA, tetapi sekarang bersama-sama antara MA dengan KY Hakim-hakim Agung yang telah memenuhi syarat formil, kita punya databasenya (93), termasuk hakim yang bersangkutan telah mendapat sanksi atau tidak Terkait track record akan dicek dengan rekan-rekannya sejawat secara objective UU sudah dilakukan yudicial review Perubahan crusial memanggil paksa Hakim Agung oleh KY sedang dalam pengusulan Pertanyaan Termin 2 :
Dr. Syamsudin (FH UII) Jika mewakili organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah atau NU bisa tidak Adakah pemikiran dari Tim Pakardalam proses seleksi Dr. Wisnu (FH Universitas Atmajaya) Batas minimal apakah ada jaminan di atas 45 tahun memenuhi kualitas tertentu, hanya factor usia, KY harus bisa melakukan terobosan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan moral Untuk hakim ad hoc jangan melulu dari hokum tetapi ilmu lain yang terkait sehingga bisa melahirkan putusan yang lebih berkualitas Tim seleksi mestinya tidak sekedar melaksanakan bunyi UU tapi harus ada terobosan-terobosan hukum Andi Rais. SH. (Advokat) Kualifikasi terpenuhi dari usia maupun syarat formil, tapi syarat pendidika harus S3 Doktor Hukum memberatkan Dalam tingkat kasasi selalu dicari link-link, tapi setelah dielaborasi hasilnya baik oleh hakim non karir KY sebagai garda terdepan, setidak-tidaknya KY jangan hanya sekedar merekomendasi tapi harus lebih responsif terhadap permasalahan hukum yang ada Sekarang ini produk-produk hakim syarat dengan KKN, perekrutan tidak beres Sesuai adagium “berilah hakim yang baik sekalipun peraturan buruk, hasilnya akan baik” Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Selama belum ada aturan yang tegas oleh KY akan diperhatikan Seleksi makalah, wawancara, akan dilakukan oleh tim Ahli Yang menjadi titik singgung memutuskan perkara memang tidak selalu hukum, tapi semua harus berorientasi pada hukum, termasuk aliran hukum progresif Harus ada sinkronisasi system hukum, terlebih system hukum ekonomi KY ada bagian investigasi, baik yang aktif maupun pasif Mudah-mudahan ke depan tidak ada laporan yang menumpuk, diupayakan ada format dan mekanisme laporan yang baku
Fakultas Hukum, Kamis 17 Maret 2011. Dalam rangka rangkaian kegiatan Seminar Nasional ” ”Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan Indonesia” yang akan diselenggarakan Senin, 21 Maret 2011 di Saphire Hotel Yogyakarta, Fakultas Hukum UII melalui Panitia Seminar Nasional mengadakan Pers Release.
Pers Release yang dihadiri oleh 15 wartawan dari media massa dan elektronik tersebut berlangsung di ruang sidang dekanat lantai 1 dipimpin oleh Ketua Panitia seminar nasional dan Dekan Fakulta Hukum UII. Dalam pengantarnya ketua panitia Sri Hastuti Puspitasari, SH., M.Hum yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Hukum Tata Negara (HTN) menyatakan bahwa, seminar ini terselenggara atas kerjasama antara Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia dan Departemen Hukum Tata Negara (HTN) serta Program Pascasarjana FH UII, sedangkana Pers Release ini dimaksudkan untuk mempublikasikan perlunya pengawasan hakim mahkamah konstitusi sehingga masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengawasi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga dan pengawal Konstitusi.
Sedangkan Dekan FH UII, Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. dalam Pers Release tersebut berharap bahwa Konstitusi di Indonesia terhindar dari segala macam mafia peradilan yang akhir-akhir ini semakin berkembang dan telah masuk ke berbagai institusi hukum di Indonesia serta merupakan salah satu bentuk antisipasi supaya tidak ada lagi mafia-mafia peradilan. Hal ini menjadi salah satu bentuk tanggung jawab Perguruan Tinggi dalam menghasilkan sarjana-sarjana yang komitmen di bidang keilmuannya.
Terkait pertanyaan salah satu wartawan tentang bentuk antisipasi yang akan dilakukan untuk menghindari terjadinya mafia peradilan tersebut adalah (1) mencoba mengangkat persoalan ini melalui kajian-kajian ilmiah sehingga bentuk pengawasan dapat dilakukan (2) melalui metode pendidikan, dengan cara membekali mahasiswa untuk menjadi hakim yang baik. Sebagai akhir pers release tersebut disampaikan oleh Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. Bahwa sistem pendidikan saat ini belum meyakinkan untuk menghadapi godaan-godaan yang ada, diperlukan penanaman nilai moral serta keseimbangan antara pendidikan moral, spiritual dan intelktual,
Fakultas Hukum, Senin 10 Maret, jam 09.00 bertempat di Ruang Audio Visual Lantai III, Prodi Ilmu Hukum (S-1) menyelenggarakan forum bersama Sosialisasi Petunjuk Pengisian Evaluasi dan Beban Kinerja Dosen.
Acara tersebut dibuka oleh Ketua Prodi Ilmu Hukum Karimatul Ummah, SH., M.Hum. yang dalam sambutannya menyatakan bahwa, acara yang diselenggarakan dalam bentuk forum bersama ini merupakan salah satu bentuk kepedulian prodi terhadap pengisian beban kinerja dosen sebagai bahan untuk sertifikasi dosen. Diharapkan pada hari ini semua dosen FH UII dapat melakukan pengisian, untuk selanjutnya data tersebut akan segera dikirimkan ke Universitas. Lebih lanjut dinyatakan bahwa beban pengisian evaluasi dan kinerja dosen ini tidak hanya dibebankan kepada dosen FH UII saja, namun menjadi tugas dosen seluruh UII, bahkan menjadi tugas bagi dosen-dosen perguruan tinggi lainnya.
Diharapkan masing-masing dosen baik yang sudah tersertifikasi atau belum, bahkan yang masih melanjutkan studi dapat mengisi sendiri secara baik dan benar serta tidak boleh diwakilkan oleh Staff Administrasi, sehingga jika terjadi kesalahan atau ketidaklulusan dalam melakukan sertifikasi tidak seolah-olah menjadi kesalahan staff administrasi.
Sedangkan Ery Arifudin, SH., M.Hum. Direktur DOSDM Universitas Islam Indonesia dalam sambutannya secara umum menyatakan bahwa, pengisian ini diwajibkan untuk seluruh dosen. Untuk dosen yang sudah tersertifikasi pengisian kali ini akan digunakan sebagai up-date data apakah beban kerjanya terpenuhi atau tidak, sedangkan dosen yang menjadi pejabat negara ataupun studi lanjut juga diwajibkan untuk mengisi dengan harapan ketika kembali mengajar data yang sudah ada tinggal disesuaikan kembali.
Selanjutnya pelaksanaan Pengisian Evaluasi dan Beban Kinerja Dosend dipandu sendiri oleh Ka.Prodi Karimatul Ummah SH., M.Hum dibantu Fitriati Khotimah, SE staff bidang kepegawaian FH UII. Software yang digunakan untuk melakukan pengisian tersebut adalah Software Laporan Kinerja Dosen.
Rabu, 23 Februari 2011, bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai III Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Fakultas Hukum bekerjasama dengan Thomson Reuters Corporation Pte.Ltd. Singapura memperkenalkan dan mempresentasikan Format baru Jurnal WestLaw kepada para Dosen dan mahasiswa FH UII.
Acara yang dimoderatori oleh Drs. Agus Triyanta, MA., MH., PhD. serta dibuka oleh Dr. Saifudin, SH., M.Hum yang dalam sambutannya menyatakan bahwa, Jurnal WestLaw yang berisi koleksi artikel dalam bidang hukum dan perundang-undangan dari seluruh dunia ini akan mampu memperkaya pustaka bagi Dosen maupun mahasiswa dalam mendalami ilmu-ilmunya sehingga akan terus diperjuangkan untuk tetap berlangganan pada periode 2011, seperti yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya.
Eric Pareira, LLB, MSI.Arb, Online Sales Manager WestLaw ASEAN Region dalam presentasinya menyatakan bahwa WestLAw membantu dosen dan mahasiswa dalam mengembangkan Legal Research, banyak kasus-kasus terkenal diseluruh dunia dapat diakses melalui WestLaw, bahkan ribuan kasus full text dapat diakses melalui WestLaw meskipun tidak semuanya free. Sehingga diharapkan mahasiswa FH UII dapat setiap hari melakukan akses ke WestLaw sehingga pengetahuan mahasiswa FH UII dapat setara bahkan lebih tinggi dengan mahasiswa fakultas hukum di negara-negara maju.
Menurut Eric Pareira dalam format baru WestLaw ini, WestLaw telah memuat 1000 jurnal baru dalam World Journals and Law Revieus.
Pada kesempatan tersebut ditunjukkan cara mengakses WestLaw secara cepat atau dengan menggunakan query access untuk melakukan mencarian secara lebih spesifik, ditunjukkan pula bagaiman melakukan sebuah komunikasi pengguna WestLAw dalam sebuah discuss melalui e-mail yang disediakan oleh WestLaw.
Acara yang dijuga dihadiri oleh pengelola perpustakaan dan pengeola IT tersebut diakhiri dengan demontrasi penggunaan oleh beberapa perwakilan mahasiswa dan wakil pengelola perpustakaan yaitu Bambang Hermawan, A.Md.
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584
Telepon: +62 274 7070222 ext.
Email: fh[at]uii.ac.id