Kami Persilahkan Saudara menuliskan artikel, berita, cerita nasihat dapat pula agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat dipublikasikan khususnya berhubungan dengan Kegiatan Pembelajaran di Fakultas Hukum UII.

Fakultas Hukum UII, Auditorium Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII kembali menjadi saksi atas dikukuhkannya guru besar UII. Di akhir tahun 2011 ini, Selasa (20/21), Prof. Jawahir Thontowi, SH. Ph.D dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Sosiologi Hukum. Dalam kesempatan tersebut, Alumnus Fakultas Hukum (FH) UII tahun 1981 ini mengetengahkan pidato berjudul ‘Menuju Ilmu Hukum Berkeadilan’.

Turut hadir Rektor UII Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, MEc. selaku Ketua Senat beserta seluruh jajarannya, keluarga besar civitas akademika khususnya FH UII, dan seluruh keluarga, sahabat, handai taulan, anak didik Prof. Jawahir Thontowi. 

Direktur Center for Local Law Development Studies (CLDS) FH UII ini melanjutkan, saat ini banyak pihak yang menyandera supremasi hukum dari cara – cara jujur, terbuka dan bertanggungjawab. Dalam pembentukan peraturan hukum, urainya, terjadi pro-kontra tentang pasal tembakau hilang dari UU Kesehatan. “Ada oknum yang diduga ‘menghilangkan’ pasal 113 tentang tembakau tersebut”tandasnya.

Lalu, praktek mafia ‘jual-beli’ pasal yang kerap terjadi akhir – akhir ini pun tak luput dari sorotannya. “Pemilihan Deputy Gubernur 2004, Pembuatan Perpu BI 2008, juga tahun ini (2011) ada kabar burung tentang ‘amplop – amplop berterbangan’, BI diduga terlibat dalam pemasukan uang ke DPR. Dalam Pembuatan RUU Investasi Asing, RUU Anti Monopoli, RUU Kepailitan, RUU Pertambangan, dan RUU SDA tampaknya tidak luput dari praktik ‘titip-menitip’ kekuatan asing atau pemilik modal terkadang mentargetkan pasal – pasal tertentu harus dihapus atau dipertahankan sesuai dengan ‘jual beli pasal’ yang berlaku”sebutnya rinci.

Saat ini pun, imbuhnya, Presiden sebagai pelaksana hukum tertinggi UUD 1945 terjebak dalam jeratan politik mitra koalisi dibuktikan melalui bagi – bagi kekuasaan. Dalam konteks korupsi, masih tambahnya, Partai Demokrat dimana SBY sebagai Ketua Dewan Penasehat, ternyata ada oknum pejabat Negara diduga terlibat masalah korupsi. Prof Jawahir juga sedikit mengulas beragam hal terkait dengan RUU Keistimewaan DIY, Daerah Istimewa Aceh, dan Daerah Otonomi Papua. “Berbagai ketidakpastian hukum dan ketidakpuasan sebagian masyarakat merupakan buah dari kebijakan pemerintah pusat yang cenderung tebang pilih”ungkap mantan Dekan FH UII periode 2001 – 2005 ini.

Sementara itu, Prof Jawahir juga menyoroti KPK yang tersandera oleh kejahatan persekongkolan penguasa. Menurutnya, terungkapnya sederetan kasus yang menjerat Antasari Azhar, Susno Duaji, Gayus Tambunan, Nazarudin Zulkarnain, 42 Anggota DPR, Nunun Nurbaeti, Miranda Gultom, Neneng, serta Wa Ode merupakan langkah progresif KPK. “Namun, hal itu syarat akan aroma kejahatan persekongkolan muatan politik”telusurnya. Persekongkolan dalam penegakan korupsi ini, menurutnya, dapat ditelusuri dengan adanya pengingkaran atas kebenaran fakta, ilmu pengetahuan, dan filosofis.

Setelah menguraikan beragam ketimpangan pembuatan, penerapan, dan penegakan hukum tersebut, pihaknya memberi gagasan kepada semua pihak terutama UII sebagai universitas bervisi Rahmatan lil `alamin guna mengembangkan ilmu hukum yang berkeadilan.

Terdapat lima karakter utama hukum berkeadilan, gagas Prof Jawahir. Yakni, pertama, holistic atau terpadu (integrated) antara nilai – nilai kebenaran (ontologism), kebenaran ilmunya (epistimologis) dan nilai – nilai manfaat (praxis).

Kedua, ilmu hukum harus berkarakter inklusif. “Kompleksitas kehidupan masyarakat yang semakin modern, menjadi sangat naïf jika Ilmu hukum terlepas dengan ilmu terapan dan moralitas kebenaran dan keadilan”jelasnya. Ketiga, harus memiliki kesetaraan dalam perbedaan kapasitas. Kesetaraan ini, jelasnya, tidaklah identik dengan sama rata dan sama rasa, tetapi lebih ditentukan oleh adanya kesamaan peluang, kesempatan, dan kesamaan derajat kemampuan, dan pertanggungjawaban. Keempat, berkarakter transplantatif. Sementara yang kelima, hukum berkeadilan harus berkarakter mengakomodir kondisi hukum khusus.(sumber: law.uii.ac.id)


 Fakultas Hukum UII:  “Sukses kuliah dan berorganisasi”, merupakan cita setiap mahasiswa, terlebih mendapatkan pin emas ketika wisuda. Ari Wibowo dan Melinda Paramitha Kusuma Dewi merupakan dua mahasiswa Fakultas Hukum UII yang berhasil menuntaskan pendidikannya di FH UII dan sukses di bangku kuliah juga berorganisasi.

Keberhasilan ini tentunya perlu disharekan kepada mahasiswa lainnya agar bisa memperoleh prestasi seperti yang telah didapatkan oleh dua mahasiswa tersebut. Hari Sabtu 26 November 2011 merupakan hari yang istimewa bagi FKPH FH UII karena dapat mengundang keduanya untuk berbagi pengalaman selama kuliah kepada mahasiswa FH UII.
Imel (sapaan akrab Melinda Paramitha), merupakan mahasiswi FH UII angkatan 2007 yang lulus pada tahun 2011 dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 4,0 dan berhak menerima pin emas karena memiliki IPK tertinggi saat wisuda. Alumni FH UII International Programe ini juga memiliki berbagai macam prestasi yang membanggakan. Pada tahun 2010 Imel terpilih sebagai diajeng Kota Yogyakarta. Menurut Imel, berbagai macam prestasi dapat diperoleh karena dia selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan dan memiliki tujuan jangka pendek dan panjang. Mantan aktifis Student Association Of International Law (SAIL) ini membantah beberapa pendapat di media seperti kaskus yang mengatakan dirinya selalu membaca buku bahkan suka “makan” buku dan “minum” jus buku. Membaca buku memang rutin dilakukannya, namun tidak setiap waktu. Hubungan sosial dengan orang lain juga selalu dijaga oleh mahasiswi yang saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Politik UGM. Konsep belajar yang jitu menurutnya adalah “jangan menggunakan metode SKS (Sistem Kebut Semalam)” ungkapnya.
Selaku pembicara kedua, Ari Wibowo yang merupakan mahasiswa angkatan 2004, mengisahkan pengalamannya selama menjadi mahasiswa di kampus sampai ketika wisuda dan memperoleh pin mas dengan IPK 3,93. Ari merupakan mahasiswa yang mengambil program dual degree (Hukum Islam FIAI dan Ilmu Hukum FH). Menurut pria yang baru saja menyelesaikan S2 ini, cara belajar yang jitu adalah memadukan antara intelektual dan spiritual. Mengutip pendapat Imam Syafi’i, seharusnya sebagai seorang pelajar memiliki 6 bekal, yakni kecerdasan, ketekunan, usaha yang gigih, dana untuk membiayai proses belajar, berguru pada guru dan waktu yang lama. Selain prestasi akademik yang diperolehnya, Ari juga merupakan Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) tingkat Nasional pada tahun 2008. Ari pernah menjadi juara pada Lomba Karya tulis ilmiah (LKTI), baik di tingkat lokal, regional juga nasional. Ketika kuliah Ari merupakan mahasiswa yang aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pilar Demokrasi FIAI.
Meskipun diadakan saat hari libur 1 Muharram 1433 H, namun diskusi yang diselenggarakan oleh Departemen PSDM FKPH tersebut diikuti secara antusias oleh mahasiswa FH UII yang penasaran dengan prestasi yang telah ditorehkan oleh kedua alumni FH UII tersebut. Derri Pahrullah, yang merupakan salah satu peserta diskusi menuturkan, diskusi ini sangat bermanfaat bagi dirinya terutama untuk mengetahui trik agar dapat sukses di bangku kuliah dan organisasi. (Puguh Winanto/D’MEDINFO).

 

 
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan proses belajar di Program Strata Satu (S-1), setiap mahasiswa diwajibkan mempunyai kemampuan berbahasa Inggris sebagai persyaratan akhir menempuh Ujian pendadaran/Ujian Skripsi.

Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya Certificate of English Profeciency Test (CEPT) sebagai pengganti TOEFL Like/TOEFL Simulation yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Rektor yang bisa dilihat disini .


 Fakultas Hukum UII: Menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) FH UII dapat menerima kunjungan dari Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang pada Hari Sabtu 19 November 2011.

Bus yang mengantar pengurus FKPH FH UB sampai di depan kampus perjuangan FH UII pada pukul 13.30 WIB dan langsung disambut hangat oleh para pengurus FKPH FH UII. Meskipun rintikan air hujan mengiringi kedatangan “tamu istimewa” dari kota apel, namun senyum ceria dari para pengurus FKPH FH UB maupun pengurus FKPH FH UII tetap terjaga. Acara kemudian dilanjutan dengan diskusi di Ruang Sidang Lantai III FH UII Yogyakarta.
Dalam sambutannya Prischa Listiningrum, selaku Direktur FKPH FH UB, menuturkan bahwa kunjungan tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjalin silaturahmi dan saling bertukar informasi antara sesama Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang pengkajian hukum. Agus Fadilla Sandi selaku Direktur FKPH FH UII menyampaikan bahwa kunjungan FKPH UB Malang merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi FKPH FH UII, mengingat usia FKPH FH UII yang masih “seumur jagung” jika dibandingkan dengan usia FKPH UB. Hadir dalam acara tersebut Pembina FKPH FH UII, Bapak Dr. Syaifudin SH., M.Hum. Pada kesempatan tersebut, Pembina FKPH yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan FH UII, menyatakan bahwa forum kajian hukum merupakan suatu wadah yang dapat melahirkan cendikiawan-cendikiawan hukum di masa yang akan datang. Dosen Hukum Tata Negara itu juga berharap agar kunjungan silaturahmi selanjutnya dapat dikemas dengan mengadakan diskusi terkait dengan permasalahan-permasalahan hukum yang tengah dihadapi oleh Indonesia.
Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan sharing terkait FKPH UII dan FKPH UB yang dimoderatori oleh Maulida Illyani, pengurus FKPH FH UII periode 2011/2012. Agus Fadilla Sandi dan Prischa Listiningrum yang merupakan direktur dari FKPH FH UII dan FKPH FH UB menjadi pembicara dan memaparkan track record FKPH masing-masing yang kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Acara tersebut selesai pada pukul 16.30 WIB. Dengan berakhirnya acara diskusi dan shering, maka berakhirlah pula agenda kunjungan FKPH FH UB Malang ke FKPH FH UII Yogyakarta. (Anas/D’MEDINFO)

 

Fakultas Hukum UII, Sabtu,12 November 2011, bertempat di Saphire Hotel, Departemen Hukum Tata Negara FH UII bekerjasama dengan Hanns Seidel Foundation (HSF) dan JERIN menyelenggarakan International Workshop  dengan tema “International Workshop On CONSTITUTIONAL REFORM AND IT’S INFLUENCE ON CIVIC EDUCATION”.

Dilatar belakangi Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 ternyata sangat berpengaruh terhadap bidang ketatanegaraan dimana salah satu pengaruh tersebut adalah terjadinya reformasi konstitusi yang menjadi titik tolak bagi perubahan system ketatanegaraan pada era sesudah  rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
 
Reformasi konstitusi yang diawali dengan perubahan konstitusi pada  tahun 1999, 2000, 2001 hingga 2002 telah menghasilkan format ketatanegaraan yang jauh berbeda dengan rezim kekuasaan sebelumnya, terutama dengan munculnya lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah, dan KomisiYudisial.
 
Reformasi konstitusi tidak saja melahirkan lembaga kenegaraan yang baru, tetapi melahirkan pola hubungan antar lembaga yang lebih dinamis, bahkan sering diwarnai ketegangan, seperti hubungan antara DPR dan Pemerintah. Posisi DPR dalam UUD Negara RI 1945 yang sangat kuat, ternyata berimplikasi pada hubungannya dengan pemerintah. Penggunaan hak angket sebagai salah satu hak DPR yang diberikan melalui konstitusi telah menimbulkan ketegangan antara DPR dan Pemerintah, seperti hak angket atas kasus  Bank Century dan hak angket kasus mafia pajak. Penggunaan hak angket DPR tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan antara DPR dengan pemerintah. Ketegangan ini dapat berpotensi menimbulkan gesekan social di tengah masyarakat, karena masyarakat menyikapinya dengan cara berbeda, bahkan perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik dan perpecahan karena adaanya dukungan kekuatan politik yang berbeda. Ada kelompok pro DPR dan ada yang pro pemerintah. Dukungan Konstituen dari partai pendukung pemerintah maupun yang kontra juga turut mempertajam konflik yang muncul, sehingga dapat mengganggu stabilitas negara.
 
Reformasi konstitusi juga telah melahirkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sangat progresif dalam penegakan hukum, terutama hokum ketatanegaraan. Keputusan-keputusan MK telah melahirkan dinamika ketatanegaraan, seperti keputusan MK dalam bidang Judicial Review dan Penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum. Keputusan MK yang bersifat final ini juga dapat disikapi dengan cara berbeda, meskipun prinsip penghormataan terhadap keputusan pengadilan merupakan prinsip mendasar yang harus patuhi.
 
Apa yang terjadi sebagai implikasi reformasi ternyata berimplikasi pada kehidupan warga negara. Adanya peran  DPR yang menguat, ketegangan hubungan antara DPR dengan pemerintah, serta keberadaan MK dan keputusan keputusannya dalam penegakan hukum, telah ikut memberi pencerahan yang sangat positif, tetapi juga sekaligus berpotensi menimbulkan masalah. Jika hal ini tidak disikapi secara jernih dan obyektif, maka tentu dapat lahirkan ketegangan sosial.
 
Pendidikan kewarganageraan merupakan salah satu media untuk membangun karakter warga negara yang baik. Melalui pendidikan kewarganegaraa diharapkan lahir warga negara yang mempunyai sikap dan perilaku bijaksana, berfikir kritis dan bertindak strategis. Reformasi konstitusi sudah eharusnya dibarengi dengan upaya membangun karakter warga Negara melalui pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan menjadi titik tolak lahirnya generasi yang tidak saja paham mengenai substansi konstitusi tetapi juga sadar untuk bertindak sesuai dengan kehendak konstitusi.
Perguruan tinggi seperti universitas merupakan  media yang strategis untuk melaksanakan pendidikan kewarganegaraan secara sistematis, dikarenakan perguruan mempunyai kurikulum, pengajar yang kompeten, dan mahasiswa yang berasal dari beragam etnis, daerah asal, maupun keragaman social lainnya. Proses pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi menjadi sangat menentukan karakter mahasiswa yang merupakan warga negara.
 
Di Indonesia, upaya melakukan pendidikan kewarganegaraan melalui universitas sudah lama dilakukan, bahkan pendidikaan kewarganegaraan dalam kurikulum menjadi mata kuliah wajib. Akan tetapi, format pendidikan kewarganegaraan yang kini berjalan ternyata masih belum optimal dalam membangun karakter, terbukti masih ditemui, tawuran antar mahasiswa yang diakibatkan adanya perbedaan dalam menyikapi masalah. Hal ini tentu menjadi keprihatinan bersama.
 
Dikarenakan belum optimalnya pendidikan kewargaanegaraan  serta untuk mendapatkan perbandingan dari negara lain serta dalam rangka mencari dan menemukan hal-hal baru yang dapat diterapkan di Indonesia, maka FH UII yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang ikut bertanggung jawab dalam mengoptimalkan pendidikan kewarganegaraan untuk membangun karakter bangsa  menyelenggarakan International Workshop dengan tema “International Workshop On CONSTITUTIONAL REFORM AND IT’S INFLUENCE ON CIVIC EDUCATION”.
 
International Workshop kali ini menghadirkan Keynote Speech Dr. H.M. Akil Muchtar, SH., MH, Hakim Mahkamah Konstitusi RI dan pembicara Prof. Dr. (HC) Siegfried Bross, Hakim Mahkamah Konstitusi Republic of Germany, Prof. Sulaiman Dufford, Chicago USA, Masnur Marzuki, SH., LLM, Lecturer at Faculty of Law UII
 
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan workshop tersebut adalah Sharing pengalaman mengenai reformasi konstitusi dan implementasi pendidikan kewarganegaraan serta memberi masukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

 

Fakultas Hukum UII, Kamis 27 Oktober 2011. Bertempat di ruang sidang Dekanat,  Fakultas Hukum UII menyelenggarakan Monitoring dan Evaluasi Internal (Monevin) 2011 Program Studi S-1. 

Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Rusli Muhammad, SH., M.H. dalam salah satu sambutannya menyatakan bahwa, form  borang isian Materi pendampingan monevin telah disesuaikan dengan borang akreditasi, sehingga bila permasalahan atau temuan-temuan yang ada pada Monevin kali ini t segera diperbaiki sehingga pada saat akreditasi nanti penyajian datanya dapat disajikan lebih baik lagi.
Tim Monevin dari BPM (Badan Penjaminan Mutu) UII yang dipimpin oleh Ir. Faisol AM., MS dalam pengantarnya menyatakan bahwa standar-standar monevin yang digunakan adalah menggunakan standar borang akreditasi, sehingga monevin tahun 2011 ini sasaran mutu program studi akan dibahas secara detail. Lebih lanjut diharapkan pada monevin 2011 ini ada diskusi-diskusi untuk mencari solusi terhadap permasalahan atau kendala-kendala pengukuran yang belum terselesaikan, sehingga ketika hasil monevin dibawa ke tingkat universitas maka, tanggung jawab terhadap hasil monevin ini tidak saja menjadi tanggung jawab Program studi saja tetapi juga merupakan tanggung jawab Fakultas.
Monitoring dan Evaluasi Internal Program studi tahun 2011 diikuti oleh Dekan, Wakil Dekan, Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi, Kepala-kepala divisi serta beberapa staff terkait berlangsung dengan lancar dan aspiratif bahkan salah satu anggota Tim MonevinBPM UII memberikan apresiasi kepada Prodi Fakultas Hukum karena telah menyerahkan form  borang isian Materi pendampingan monevin yang telah diisi dengan standar-standar dan perhitungan yang jelas sehingga memudahkan Tim Monevin dalam melakukan Monitoring dan Evaluasi Internal.

 

Fakultas Hukum UII, 23 Oktober 2011. Bertempat di Ruang Sidang Lantai III, Fakultas Hukum UII menggelar Temu Orang Tua/Wali Mahasiswa Baru T.A. 2011/2012.  Temu Orang Tua/Wali mahasiswa baru kali ini diawali  dengan penyampaian Testimoni oleh Dr. Muh. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum dengan tema ”Selayang Pandang Pendidikan Hukum Profetik di Fakultas Hukum UII”.

Dr. Muh. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum sebagai salah satu alumni Fakultas Hukum UII sekaligus juga Dosen Tetap Fakultas Hukum UII yang sekarang menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia tersebut dalam testimoninya mengajak kepada seluruh orang tua/wali mahasiswa  baru T.A. 2011/2012 untuk mempercayakan proses pendidikan putra-putrinya di Fakultas Hukum UII, hal ini didasarkan pada realitas yang ada bahwa dengan sistem pendidikan yang ada di Fakultas Hukum UII sekarang, diharapkan Fakultas Hukum UII dapat menghasilan lulusan yang mempunyai integritas tinggi,  berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
Disamping penyampaian testimoni Dr. Muh. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum tersebut juga disampaikan sambutan salah satu wakil orang tua mahasiswa sekaligus penyerahan secara simbolis mahasiswa ke fakultas oleh Prof. Duski Ibrahim, M.Ag., Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Nasional Palembang yang sekaligus diterima oleh Dekan Fakultas Hukum UII Dr. Rusli Muhammad, SH., M.H.
Pada acara yang dibuka oleh Wakil Rektor UII Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., Ph.D tersebut juga disampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan sistem akademik di Fakultas Hukum UII, diantaranya adalah: Pengenalan Pengurus Fakultas, perkenalan kepada Dosen Pembimbing Akademik (DPA) dan pendampingnya oleh Bagya Agung Prabowo SH., M.Hum, Penjelasan Umum Sistem Pendidikan di Fakultas Hukum UII dan penjelasan Layanan Sistem Informasi Akademik (LIA-UII) oleh Ka.Prodi Karimatul Ummah, SH., M.Hum, dan Drs. Rohidin., M.Ag.
Pada kesempatan Temu Orang Tua/Wali mahasiswa tahun ini juga diberikan penghargaan kepada sepuluh  mahasiswa Fakultas Hukum  Program Studi Ilmu hukum peraih IP Semester tertinggi untuk tahun akademik 2010/2011.

 

 

Kepada Yth.:
 
Bapak\Ibu Orang Tua-Wali  
 
Mahasiswa  Baru  Tahun Akademik 2011/2012
 
Fakultas Hukum                              
 
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
 
 
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Mengharap kehadiran Orang Tua-Wali Mahasiswa Baru Fakultas Hukum UII Angkatan 2011 dalam acara pertemuan Orang Tua-Wali mahasiswa baru yang akan diselenggarakan Insya Allah pada:
 
Hari          : Minggu, 23 Oktober 2011,
Jam         : 07.30 s/d 12.00,
Tempat   : Ruang Sidang Utama Lantai 3,Fakultas Hukum UII  
                   Jl. Tamansiswa 158 Yogyakarta, Telp. (0274)-379178

 
Mengingat pentingnya acara tersebut serta demi kesuksesan dan keberhasilan proses belajar mengajar putra-putri Bapak\Ibu di Fakultas Hukum UII kami mengharap dengan sangat kehadiran Bapak\Ibu pada acara tersebut.
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kehadirannya diucapkan terimakasih. (Undangan dan Susunan Acara dapat dilihat disini )
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
 

Pusat Studi Hukum (PSH), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Selasa 11 Oktober 2011 menggelar acara Bedah Disertasi ”Undang-Undang Pengambilan tanah di Indonesia dan Malaysia” (suatu Kajian Perbandingan) dengan pembicara Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D.  direktur Pusat Studi Hukum Agraria FH UII.

Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UII Dr. H. Rusli Muhammad, SH., M.H. dalam sambutannya menyatakan bahwa hasil dari disertasi menempatkan dosen-dosen FH UII untuk meraih gelar Doktor baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam bentuk disertasi itulah para dosen FH UII seperti Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D. (peraih gelar Doktor dari University Kebangsaan Malaysia pada Faculty Undang-undang ) menuangkan pemikirannya  untuk dapat ditularkan ilmunya kepada para sesama dosen, mahasiswa baik didalam lingkungan FH UII maupun perguruan tinggi lain termasuk masyarakat luas. Lebih lanjut dikatan Dekan bahwa bedah disertasi ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan PSH dan Pimpinan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Dr. Syamsudin, SH., M.Hum atas kegiatan yang telah dilaksanakan serta kepada Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D yang telah bersedia untuk melakukan bedah disertasi atas desertasinya. Diharapkan dosen-dosen FH yang lain setelah selesai menempuh program doktor  dapat melakukan bedah disertasi seperti ini.
Sedangkan Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D sebagai pembicara dalam pengantarnya menyatakan bahwa disertasi ini bukan merupakan sebuah karya yang langsung begitu saja selesai dan sempurna tetapi merupakan sebuah karya yang masih membutuhkan masukan bahkan kritikan ataupun koreksi, sehingga bedah disertasi seperti ini harus dilaksanakan. Adapun materi bedah disertasi Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D memuat  hal-hal sebagai berikut: 
 
LATAR BELAKANG MASALAH
(1). Salah satu masalah yang termasuk rawan di Indonesia maupun Malaysia adalah masalah tanah. Tanah merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan pengaturan yang tuntas dalam hukum di Indonesia maupun di Malaysia. Hal ini terbukti dari banyaknya keluhan masyarakat yang tanah miliknya diambil pemerintah. Hal itu dilakukan karena pemerintah mempunyai kepentingan tertentu seperti untuk pelebaran jalan, pembangunan tempat ibadah, sekolah dan lain-lain yang dinyatakan sebagai projek pembangunan bagi kepentingan umum
(2) Pembangunan, khususnya pembangunan fisik, mutlak memerlukan tanah. Tanah yang diperlukan itu, dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Indonesia)  atau kerajaan negeri (Malaysia), maupun tanah yang sudah ada hak oleh suatu subjek hukum (tanah hak). Jika tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu berupa tanah negara atau tanah kerajaan negeri (bukan tanah hak milik), pengambilannya tidaklah sukar, yaitu dengan cara negara atau kerajaan negeri dapat mengambil tanah itu untuk selanjutnya digunakan untuk pembangunan. Lain halnya kalau tanah tersebut adalah tanah hak milik, akan menjadi rumit dalam pelaksanaan pengambilannya.
(3) Pengambilan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pemerintah mana pun. Semakin maju masyarakat, semakin banyak diperlukan tanah-tanah untuk kepentingan awam (umum). Sebagai konsekuensi dari hidup bernegara dan bermasyarakat, jika hak milik individu berhadapan dengan kepentingan umum maka kepentingan umum yang harus didahulukan. Namun demikian negara harus tetap menghormati hak-hak warnanegaranya kalau tidak mau dikatakan melanggar hak azasi manusia.
(4) Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah atau apapun namanya selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang  yaitu kepentingan “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama memperhatikan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalah-masalah yang tidak jarang berkesudahan dengan kekerasan dan jatuhnya korban.
 
RUMUSAN MASALAH
(1) Bagaimanakah pengertian kepentingan umum dalam pengambilan tanah (land acquisition) untuk kepentingan umum di kedua negara?
(2) Bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi atas pengambilan tanah untuk kepentingan umum oleh negara/kerajaan di Indonesia dan di Malaysia?
 
METODOLOGI PENELTIAN
(1) Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang dalam pengkajiannya dengan mengacu dan mendasarkan pada norma-norma dan kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori dan doktrin hukum, yurisprudensi dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan topik penelitian.

SUMBER BAHAN HUKUM
(1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, seperti norma dan kaidah dasar, peraturan dasar, praturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi dan traktat.
(2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum bahan yang memberikan penjelasan trhadap bahan hukum primer, seperti RUU, hasil penelitian, literatur dan karya ilmiah lainnya.
(3) Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti. kamus hukum, ensiklopedi dan bibliografi.
 
CARA MEMPEROLEH BAHAN HUKUM
(1) Untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang diperlukan, dilakukan dengan cara penelusuran, pengumpulan dan pengkajian bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, karya-karya ilmiah serta dokumen-dokumen tertulis lainnya.
(2) Analisis yang digunakan dalam peneliti ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data penelitian yang diperoleh dari bahan hukum, untuk selanjutnya dikaji secara mendalam dan diinterpretasikan oleh peneliti untuk mendapatkan kesimpulan yang diharapkan.
 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kepentingan umum
(1) Pengertian dan Batasan Kepentingan Umum
(2) Perubahan Konsep kepentingan awam dalam Pengambilan Tanah.
B. Ganti Kerugian
(1) Dari huraian di atas jelaslah adanya perbezaan dalam hal bentuk pampasan. Di  Indonesia bentuk atau macam dari pampasan tidak hanya berupa wang tetapi dapat berupa wang, tanah pengganti, permukiman baru atau gabungan dari bentuk pampasan tersebut  bahkan boleh pembayaran pampasan dalam bentuk lain yang dipersetujui oleh pihak-pihak yang terbabit. Sedangkan di Malaysia bentuk atau macam pampasan hanya satu pilihan iaitu berupa uang.
(2) Sedangkan untuk memaknai arti dari pampasan yang layak atau berpatutan apakah di Indonesia maupun di Malaysia, mengalami kesukaran. Sehingga untuk mewujudkan harga berpatutan itu diperlukan variabel-variabel lain sebagai pendokong untuk terwujudnya harga yang berpatutan itu atau paling tidak mendekati
 
SIMPULAN
Dasar Kepentingan umum
(1) Dalam Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006, pengertian kepentingan umum adalah kepentingan sebahagian besar masyarakat. Kemudian kepentingan sebahagian besar masyarakat itu disenaraikan (list provisions) dalam beberapa bentuk projek (seksyen 5). Selain dari yang telah disebutkan itu, maka projek-projek itu bukanlah untuk kepentingan umum. Oleh itu, pihak yang memerlukan tanah dapat memakai cara jual beli saja.
(2) Di Indonesia pengertian kepentingan umum ini telah beberapa kali mengalami perubahan konsep. Pada awalnya kepentingan umum ini termasuk juga projek-projek yang dibangun oleh swasta. Pada masa itu ramai pihak swasta melakukan kesepakatan dengan pemerintah untuk mendapatkan tanah rakyat dengan harga murah atas alasan pembangunan projek yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan umum. Oleh karena kerap mendapat protes dari masyarakat, maka pemerintah melakukan beberapa pindaan terhadap peraturan-peraturan tersebut sehingga konsep yang terakhir itu.
(3) Di Malaysia, APT 1961 tidak memberikan pengertian kepentingan awam. APT hanya memberikan bimbingan umum (general guide). Pengertian maksud dan tujuan kepentingan umum adalah dengan melihat apakah maksud atau tujuan  itu untuk menyediakan kepentingan-kepentingan umum kepada masyarakat atau sebaliknya.
(4) Seperti halnya di Indonesia, di Malaysia pun konsep kepentingan umum ini mengalami perubahan.   Dengan pemindaan seksyen 3(b) APT 1960 pada 12 September 1991, telah terjadi perubahan konsep pengambilan tanah. Jika dahulunya tanah diambil untuk tujuan awam yang membawa faedah bagi orang ramai, tetapi sekarang ini tanah boleh diambil untuk memberi kepada orang perseorangan  atau badan usaha untuk menjalankan kegiatan ekonomi untuk tujuan peribadi seseorang atau untuk tujuan badan atau syarikat. Dengan secara langsung, tanah milik seseorang  boleh diambil untuk diberikan kepada orang lain, badan atau syarikat yang kaya dengan alasan untuk pembangunan negara.
 
GANTI RUGI/PAMPASAN
(1) Di Indonesia, pampasan atau ganti rugi diberi takrif sebagai pengganti terhadap kerugian baik bersifat fizikal dan/atau bukan fizikal sebagai akibat pengambilan tanah kepada yang empunya tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengambilan tanah.
(2) Bentuk pampasan dapat berupa; a. Wang; dan/atau b. Tanah pengganti dan/atau c. Permukiman kembali (relokasi atau penampungan); dan/atau d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk pampasan tersebut, dan e. Bentuk-bentuk lain yang disepakati pihak-pihak yang berkenaan.  Pampasan diberikan ke atas; tanah, bangunan dan tanaman.
(3) Bentuk pampasan hanya satu sahaja iaitu berbentuk wang dan pampasan hanya diberi ke atas tanah dan ke atas apa-apa pembangunan yang telah dibuat di atas tanah berkenaan dengan syarat pembangunan itu tidak melanggar syarat guna tanah yang ditetapkan dalam hak milik. Walau bagaimanapun, pampasan tidak boleh dituntut untuk tanaman karena nilai tanaman telah diambil kira dalam nilai tanah. Penentuan nilai pampasan di Malaysia menggunakan satu panduan iaitu berasaskan nilai pasaran. Tidak ada takrif  yang diberikan oleh Akta Pengambilan Tanah 1960 tentang nilai pasaran.
(4)J adual Pertama Akta Pengambilan Tanah 1960 hanya menyebut kaedah menilai harga pasaran. Nilai pasaran bermakna pampasan hendaklah ditentukan berdasarkan kesepakatan harga dari penjual dan pembeli berdasarkan harga tanah terkini di sekitar kawasan itu.
(5) Jadual Pertama Akta Pengambilan Tanah 1960 hanya menyebut norma menilai harga pasaran. Nilai pasaran bermakna pampasan hendaklah ditentukan berdasarkan kesepakatan harga dari penjual dan pembeli berdasarkan harga tanah terkini di sekitar kawasan itu.
Bedah disertasi yang dimoderatori oleh Moh. Hasyim, SH., M.Hum. dan dihadiri oleh kalangan dosen dari lingkungan FH UII dan perguruan tinggi lain, mahasiswa S1, S2 dan S3 serta beberapa praktisi tersebut berakhir pada pukul 11.30.

 

 Fakultas Hukum: Senin 11 Oktober 2010 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia kembali mendapatkan Doktor baru

(Photo: Dr. M.Arief Setiawan, SH., MH.)

Gelar Doktor dibidang Ilmu Hukum Resmi diraih Dr. M. Arief Setiawan, SH., MH. melalui Ujian pada Rapat Senat Terbuka  Terbatas, Ujian Promosi Doktor dalam Ilmu Hukum, bertempat di Ruang Sidang Utama Gedung Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang pada Senin, 11 Oktober 2010.  Judul Disertasi yang diujikan adalah PEMBAHARUAN PRA PERADILAN ”Studi tentang pemaksaan Hukum oleh Polisi dalam Penyidikan”, dengan promotor Prof. Dr. Muladi, SH dan Co.Promotor Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu, SH., MS.Dengan demikian Fakultas Hukum kembali menambah staff pengajarnya yang bergelar doktor menjadi 22.Selamat dan sukses untuk Dr. M. Arief Setiawan, SH., MH..