Tag Archive for: FH UII

“Fakta bahwa Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againts Women (CEDAW) seolah terlupakan. Yang mana hal tersebut dapat dilihat dalam pemberian upah minimum regional (UMR) yang digunakan sebagai  standar adalah buruh laki-laki dengan hitungan hidup lajang yang memiliki kebutuhan berbeda dengan buruh/pekerja perempuan.”

Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja merupakan suatu bentuk partisipasi dalam pembangunan nasional. Perkembangan industrialisasi memberikan suatu kesempatan bagi perempuan untuk bisa menjadi bagian dalam memenuhi kebutuhan hidup. Namun nasib pekerja perempuan sangat bergantung dengan kepedulian negara. Tidak menutup kemungkinan masih saja terdapat kontroversi yang terjadi seperti diskriminasi pekerja perempuan dalam hal pemberian upah, cuti haid dan melahirkan, serta pelanggaran terhadap hak-hak lainnya.

Dalam praktiknya, masih terdapat keluh kesah dari para pekerja terutama pekerja perempuan. Keluhan tersebut salah diantaranya yaitu adanya diskriminasi pengupahan untuk pekerjaan yang sama dan untuk waktu yang sama.  Fakta bahwa Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againts Women (CEDAW) seolah terlupakan. Yang mana hal tersebut dapat dilihat dalam pemberian upah minimum regional (UMR) yang digunakan sebagai standar adalah buruh laki-laki dengan hitungan hidup lajang yang memiliki kebutuhan berbeda dengan buruh/pekerja perempuan. Setiap perempuan mempunyai hak khusus yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh undang-undang akan tetapi pada praktiknya pula banyak problematika yang terjadi pada pekerja perempuan, salah satunya pekerja perempuan yang sedang mengalami haid tetap bekerja seperti biasanya tanpa adanya gangguan apa pun, tetapi jika keadaan fisiknya tidak memungkinkan sehingga pekerjaan tidak menjadi persoalan, hal demikian tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “Pekerja/buruh wanita yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

Tanggung Jawab Negara

Dalam dinamika ketenagakerjaan selalu ada perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja dimana perselisihan ini terjadi salah diantaranya adanya diskriminasi yang diterima oleh pekerja baik diskriminasi upah maupun hakhak pekerja lainnya. Negara seharusnya menjadi penjamin atas pemenuhan hak setiap pekerja terutama pekerja perempuan. Bahkan dalam masa pandemi negara harus lebih memperhatikan agar hak setiap pekerja tetap terpenuhi, akan tetapi justru dalam keadaan pandemi seperti ini menjadi kesempatan beberapa perusahaan untuk memutuskan hubungan kerja dengan dalih Force Majure padahal perusahaan tetap beroperasi seperti biasanya. Undang-undang Ketenagakerjaan merupakan solusi dari adanya perselisihan antar pekerja dan pemberi kerja dimana hal ini terdapat dalam Pasal 67 sampai Pasal 101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwasanya setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan menjamin kelangsungan hidup keluarganya. Sesuai dengan ketentuan pasal a quo memberikan implikasi bahwa perempuan mempunyai hak atas pekerjaan dan  perlindungan pekerjaan serta kelangsungan hidup keluarganya. Sebagaimana esensi dari adanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu memberikan kesejahteraan pada setiap pekerja/buruh agar dapat menjamin kemajuan dunia usaha Indonesia.

Pasal 11 Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Againts Women (CEDAW) tentang Hak-hak Politik Perempuan terdapat hak khusus perempuan dimana dalam Pasal 4 menjelaskan tentang affimative action yaitu diskriminasi positif bagi perempuan.

Sedangkan dalam Pasal 11 menjelaskan tentang kewajiban negara untuk meniadakan adanya diskriminasi perempuan di tempat kerja. Dengan demikian dapat menjadi suatu tameng bagi para pekerja perempuan untuk tetap mendapatkan hak-haknya.

Pada masa pandemi, sudah seharusnya negara lebih memperhatikan segala aspek terkait dengan mekani sme peker jaan. Peker ja perempuan harus benar-benar mendapatkan hak-haknya sebagaimana mestinya. Salah satunya yaitu perusahaan/tempat kerja memberikan penyediaan layanan antar jemput bagi pekerja perempuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 76 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kendati demikian pekerja perempuan pada kenyataannya terutama buruh urban sering kali tidak mendapatkan angkutan umum bilamana ia pulang bekerja.

Dengan demikian melihat pada faktanya perlindungan pekerja perempuan masih menjadi persoalan, terlebih di masa pandemi yang justru para pekerja perempuan kehilangan hak-haknya. Oleh karena itu negara melalui pemerintah harus lebih memperhatikan terhadap perlindungan pekerja perempuan agar tidak adanya diskriminasi pekerja perempuan dan tetap para perempuan dapat berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Penulis: Andre Bagus saputra (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia)

Tulisan ini sudah dimuat dalam rubrik Opini, Hukum Laut Internasional LEGALTALK, Buletin Hukum, Vol. 2 No. 7, 2021, September 2021.

Coronavirus Disease 2019 atau yang sering biasa disebut Covid-19 merupakan sebuah pandemi yang tak pelak usai hingga saat ini wabah ini sudah mengakibatkan sejumlah perbuahan besar dalam berbagai sektor salah diantaranya yaitu sektor ekonomi. Kasus kematian Covid-19 kian hari kian meningkat.

Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia per 3 April menyebutkan kasus positif Covid-19 sejumlah 1.821.703 jiwa, sembuh sejumlah 1.669.119 jiwa, dan meninggal sejumlah 50.578 jiwa. betapa sangat membahayakannya Covid-19 ini.

Namun disamping itu berbagai regulasi sudah diterapkan diantaranya diberlakukannya Social Distancing untuk segala bentuk kegiatan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, Karantina Kesehatan, Bahkan sampai dilakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebagiamana terdapat dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPKM Jawa-Bali, serta upaya pemerintah yang sedang diberlakukan sekarang yaitu program vaksinasi.

Namun dalam program vaksinasi Covid-19 ini memunculkan polemik baru dimana tak sedikit masyarakat yang menerima dengan begitu saja adanya program vaksinasi ini. banyak pro kontra untuk program vasinasi Covid-19 yang diberlakukan pemerintah. Lalu apa saja yang menjadikan permasalahan yang muncul dari program vaksinasi ini serta apa saja alasan pro dan kontra dari adanya program vaksinasi. Untuk itu kiranya isu ini akan menjadi suatu hal yang menarik untuk kita kaji Bersama terkait dengan vaksinasi merupakan sebuah kewajiban atau Hak setiap warga negara

Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu dari sekian banyak program pemerintah dalam menanggulangi wabah Covid-19 ini. sebagaimana tercantum dalam Keputuisan Presiden No.12 Tahun 2020 tentang Pentapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sebagai Bencana Nasional.

Tetapi program pemerintah terkait dengan vaksinasi ini menuai pro dan kontra terlebih dengan adanya berita bahwasannya setiap orang yang menolak vaksinasi akan dikenakan sanksi adminstrasi bahkan sanksi pidana. Adapun regulasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan snaksi yang diberikan bagi seseorang yang menolak vaksinasi yaitu dalam Keputusan Presiden No.14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentenag Pengadaan Vaksin dan  Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 13A ayat (4) sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian pemberian administrasi pemerintahan dan denda. Hal ini tentu bertentangan dengan konstitusi terkait hak warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yahng bermartabat”

Adapaun produk hukum lainnya yang dikeluarkan pemerintah terkiat dengan sanksi seseorang yang menolak vaksinasi yaitu terdapat pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019. Sebagaiamana tercantum dalam Pasal 30 Perda DKI Jakarta seseorang yang menolak Vakasinasi dikenakan Pidana Denda sebesar 5 Juta Rupiah.

Peraturan daerah ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 5 ayat (30) yang menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan pelayanan Kesehatan yang diperlukan dirinya.

Adapun sanksi pidana sebagaiman merujuk pada Pasal 9 Jo Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 9 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Adapun dilansir dalam Merdeka.com Amnesti Internasional Indonesia mengatakan bahwasannya adanya sansksi terhadap seseorang yang menolak vaksinasi terutama sansksi administrasi menciptakan pemaksaan yang telah melanggar Hak Asasi Manusia. Adapun Pasal 41 ayt (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh”

Hal demikian merupakan suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia, memang vaksinasi merupakan suatu program yang baik guna meningkatkan imun kekebalan tubuh manusia tetapi marilah kita ketahui bersama kembali bahwa vaksinasi bukan satu-satunya cara untuk memnghetikan penyebaran Covid-19 melainkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh bukan untuk mematikan virus yang ada didalam tubuh.

Sebagaimana kita katahui pula Pemerintah telah mengeluarkan  berbagai regulasi dan produk hukum dalam memerangi pandemi Covid-19 dan Sebagian besar produk hukum yang ditetapkan menimbulkan sanksi lalu apakah kita sebagai warga negara tidak mempunyai hak sama sekali dalam hal pelindungan dan kesehatan pribadi.

Dengan adanya sanksi terkait dengan penolakan vaksinasi merupakan suatu pelanggaran hak karena masih banyak cara yang mana dapat diterima oleh seluruh masyarakat seperti halnya vaksinasi tersebut diganti dengan pemberian suplemen dalam bentuk sirup bagi anak-anak dan dalam bentuk kapsul bagi orang dewasa. Karena tidak semua sama dalam satu hal adakalanya seseorang phobia atau trauma dengan jarum suntik atau bahkan adanya keraguan dalam vaksinasi tersebut.

Pemerintah tidak dapat memaksakan kehendak rakyat karena sejauh ini rakyat juga sudah menerima sebagaian besar apa yang sudah menjadi ketetapan seperti halnya PSBB dimaan masyarakat banyak yang kehilangan mata pencahariannya dan lain sebagainya. Kemudian muncul produk hukum yang mana seseorang yang menolak pemberian vaksinaksi akan dikenakan sanksi adminsitrasi dan sanksi pidana.

Hal tersebut tentu menuai kontroversi dimana masyarakat justru malah semakin tidak percaya lagi dan pemerintah akan kehilangan legitimasinya akan apa yang dilakukan dan diberikan seolah olah bersifat otoriter tidak memperdulikan hak setiap warga negaranya.

Maka dari itu dalam perspektif penulis pemberian vaksinasi Covid-19 hendaknya bersifat sukarela dan tidak adanya paksaan serta sanksi yang dapat menimbulkan hilangnya hak warganegara. sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, WHO mengatakan bahwa sebenarnya vaksinasi tidak diwajibkan untuk seluruh populasi, bahkan Amerika Serikat dan Perancis pun tidak mewajibkan program vaksinasi Covid-19 ini.

Penulis: Andre Bagus saputra (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia)

Tulisan ini sudah dimuat dalam rubrik Opini, GEOTIMES, 07 Juni 2021.

 

 

Pengumuman Hasil Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Fakultas Hukum UII Gel.2 Kelas September 2021

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pengumuman Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada Program Magister dan Doktor Fakultas Hukum Univeristas Islam Indonesia(UII), Program Studi Kenotariatan, Program Studi Hukum Program Magister dan Program Studi Hukum Program Doktor Gelombang 2 Kelas September 2021 resmi diumumkan hari ini Jumat, 3 September 2021 pada laman website dan portal PMB Program Magister dan Doktor FH UII. Nama-nama peserta seleksi PMB yang dinyatakan lolos/diterima bisa melihat melalui link dibawah. Peserta yang dinyatakan diterima agar segera melakukan Heregistrasi sebelum batas waktu terakhir sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan di dalam lampiran berikut.

Demikian informasi ini mengenai Seleksi PMB Program Magister (S2) dan Progran Doktor (S3) Fakultas Hukum Unversitas Islam Indonesia, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Silahkan Klik Url Lampiran berikut :

Bagi peserta diatas yang dinyatakan diterima diharapkan agar segera melakukan Heregistrasi dengan menguplod bukti pembayaran heregistrasi pada link berikut sebelum batas waktu yang telah ditentukan sebagaimana tertulis dalam lampiran surat di atas (Silahkan Klik Url berikut) :

YOGYAKARTA, Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) bekerjasama dengan Dewan Pengurus Pusat Advokat Spesialis Pengadaan (DPP ASPEG) Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Hukum Kontrak Pengadaan Barang/Jasa pada hari Senin 30 Agustus 2021 dan Selasa 31 Agustus  2021 yang dilakukan secara daring (dalam jaringan). Pelatihan Hukum Kontrak Pengadaan Barang/Jasa ini merupakan pelatihan hukum yang baru pertama kali diadakan oleh Pusdiklat FH UII bekerjasama dengan DPP ASPEG Indonesia.

 

Penyelenggaraan pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pada aspek hukum terkait pengadaan barang/jasa. Perkembangan terkait kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah sangat dinamis dan massif, dikarenakan regulasinya yang dijadikan rujukan sangat banyak dan terus berubah–ubah menyesuaikan keadaan, dikarenakan hal tersebut banyak pihak dari penyedia yang tidak mengetahui serta memahami perkembangan dari kontrak pengadaan barang/jasa, sehingga pada akhirnya banyak penyedia yang tersandung kasus hukum. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa tingkat korupsi tertinggi berada pada kasus pengadaan barang/jasa pemerintah. Dengan diadakan pelatihan ini diharpkan dapat menjadi media untuk praktisi dalam mengasah kemampuan hukum dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah khusunya kontrak pengadaan barang yang merupakan awal terciptanya hubungan pengadaan barang/jasa. Oleh sebab itu melalui Pusdiklat FH UII yang bekerjasama dengan Dewan Pengurus Pusat Advokat Spesialis Pengadaan (DPP ASPEG) Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Hukum Kontrak Pengadaan Barang/Jasa ini.

Pelatihan Hukum Kontrak Pengadaan Barang ini diikuti oleh 36 peserta, yang terdiri Mahasiswa Strata-1 berjumlah 23 peserta dan umum berjumlah 13 peserta. Pelaksanaan pelatihan ini dibuka dengan sambutan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yaitu Bapak Dr. Abdul Jamil, SH., M.H dan Bapak Anteng Pambudi, S.H selaku Penasehat DPP ASPEG Indonesia yang setelahnya dilanjutkan dengan pemberian materi oleh narasumber.

Materi disampaikan oleh pemateri yang kompeten dibidangnya, yaitu dari pihak DPP ASPEG Indonesia dan Dosen Hukum Kontrak. Hari pertama adalah sesi penyampaian materi, ada 4 materi yang disampaikan yaitu pertama tentang proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang disampaikan oleh Bapak Bedi Setiawan Al Fahmi, S.H., M.H, materi kedua tentang proses pengadaan barang/jasa pemerintah serta kelengkapan dokumen-dokumen dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang disampaikan Bapak Ivan Bert, S.H., materi ketiga disampaikan oleh Bapak Eko Rial Nugroho, S.H., M.H tentang pengantar hukum kontrak dan materi keempat tentang Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasca PERPRES 12/2021 oleh Hersona Bangun, S.H., S.E., AK., BKP., CA., M.Ak., CLA., ASEAN CPA. CPCLE., CCCLE.

Hari kedua pelatihan adalah sesi simulasi, sebelum simulasi dimulai terlebih dahulu diberikan materi tentang penyusunan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah yang disampiakan oleh Agung Pribadi, SH, yang kemudian dilanjutkan dengan simulasi praktik, evaluasi dan ujian yang dimana seluruh peserta pelatihan dibagi dalam 3 (tiga) kelompok Dynamic Group (DG) untuk melaksanakan simulasi. Masing-masing peserta diberikan soal simulasi mengenai pengadaan barang yang dapat di unduh pada Google Classroom (GC) kemudian peserta melakukan praktik pembuatan kontrak pengadaan mulai dari awal pembuatan kontrak pengadaan hingga selesai yang disesuaikan dengan soal simulasi yang telah di berikan dan di bahas bersama trainer.

Pada sesi evaluasi, hasil pekerjaan peserta akan dievaluasi bersama-sama oleh trainer sehingga mengetahui bagaimana hasil pekerjaannya apakah sudah tepat atau belum. Perwakilan perserta dari pada masing-masing DG diminta untuk mempresentasikan hasil dari pekerjaannya, yang nantinya akan menjadi bahan evaluasi untuk semua peserta.

Pada akhir rangkaian pelatihan ini, beberapa peserta diminta untuk memberikan kesan dan pesan terhadap penyelenggaraan pelatihan ini. Pelatihan di tutup oleh Ketua Program Studi Prof. Dr. Budi Agus Riwandi, S.H, M.Hum sekaligus menutup acara Pelatihan Hukum Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Tahun 2021. Panitia juga memberikan dorrprize berupa buku kepada peserta teraktif selama pelaksanaan pelatihan ini sebagai bentuk apresiasi.

Taman Siswa- Rabu, 1 September 2021 Fakultas Hukum UII melaksanakan Pembukaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan 56 Tahun 2021. Acara ini dilaksanakan secara daring, melalui media Zoom. Acara ini dihadiri juga oleh  Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag.. Beliau juga merupakan dosen tetap FH UII.

Pembukaan PKPA dibuka secara resmi oleh Dekan FH UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. dan Ketua PKPA FH UII, yaitu Dr. Muhammad Arif Setiawan yang juga merupakan Ketua Jurusan FH UII. PKPA Angkatan 56, berjumlah 77 mahasiswa. Jumlah mahasiswa pada angkatan ini melebihi dari kouta yang telah disediakan, hal ini patut kita syukuri.

Dalam sambutannya, Abdul Jamil mengatakan bahwa PKPA FH UII meskipun diselenggarakan secara daring, namun proses pelaksanaannya sangat serius.PKPA FH UII ingin turut andil dan melahirkan para penegak-penegak keadilan yang berkompetensi, berintegritas, profesional, bermoral dan beretika.

“Total Alumni dari PKPA FH UII saat ini sudah 4.257 dan akan terus bertambah jumlahnya.” ujar Dr. Muhammad Arif Setiawan.

PKPA FH UII memiliki tujuan yaitu berusaha menjadikan mahasiswa-mahasiswa sebagai seorang advokat yang handal, profesional, dan berintegritas. Selain itu, PKPA FH UII juga menyiapkan para advokat yang ahli dan kompeten di bidangnya baik secara mental maupun etika.

Kurikulum yang ditawarkan oleh PKPA yaitu Kurikulum Lokal, dengan simulasi untuk mata kuliah seperti contohnya yaitu Praktik Acara Pidana, Perdata. Kurikulum tersebut adalah kurikulum yang diperlukan oleh seorang advokat namun belum tersedia oleh Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia atau yang disingkat PERADI.

 

 

 

Kembali morehkan prestasi, dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menjuarai lomba di kancah nasional. Dalam acara Forum Pemberdayaan Kreatifitas dan Keilmuan Mahasiswa Justitia yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Mataram, mahasiswa UII berhasil meraih dua kejuaraan sekaligus yaitu predikat Best Paper dan menjadi Juara II dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah. Paper tersebut berjudul Penangguhan Paten terhadap Vaksin Ditinjau dari Implementasi Aspek Fleksibilitas Paten Nasional Guna Mewujudkan Era Bebas Pandemi.

Selasa, 31 Agustus 2021 telah digelar acara serah terima Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Kenaikan Jabatan Akademik Profesor kepada Dosen Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (FH UII) atas nama Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M. Hum.

Prof Budi merupakan dosen tetap FH UII sejak tahun 2001. Saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi FH UII periode 2018 hingga saat ini. Beliau juga menjabat sebagai Direktur Pusat Hak Kekayaan Intelektual Universitas Islam Indonesia (HKI UII). Meraih gelar Profesor tidak dengan mudah begitu saja diraihnya, ia menempuh pendidikan Sarjana Hukum dari UII dan memperoleh gelar tersebut pada tahun 1998. Lalu melanjutkan studi masternya di Magister Hukum FH UII pada tahun 2001, dan program Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) pada tahun 2016.

Acara ini diselenggarakan secara luring di Ruang Sidang Datar Gedung Prof. Sardjito Lantai 2 Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia Jl Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta. Meskipun acara ini diadakan secara luring, mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dapat menyaksikan acara tersebut secara live melalui kanal youtube Universitas Islam Indonesia.

Surat Keputusan (SK) Kemendikti terkait pengangkatan Profesor dibacakan secara langsung oleh Taufiqurrahman, S.E selaku kepala Tata Usaha LLDIKTI Wilayah V DIY. Setelah pembacaan tersebut, Taufiqurrahman menyerahkan SK kepada Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof. Fatkhul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., dan kemudian menyerahkannya kembali kepada Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum.

Dalam acara serah terima ini, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. memberi sambutan. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. merupakan Guru Besar ke 24 yang lahir dari rahim UII dan beliau juga berharap bahwa ke depannya UII akan semakin banyak melahirkan Profesor yang ahli pada bidangnya masing-masing. Beliau juga berharap saat ini sebanyak 66 dosen yang bergelar doktor dan menjabat sebagai Kepala Lektor semoga semakin banyak lagi UII melahirkan Guru Besar dan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Tidak hanya Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. saja yang mengisi sambutan pada acara tersebut, Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf (PYBW) UII, Dr. Suwarsono Muhammad, M.A. juga memberikan sambutannya. “Para profesor di lingkungan UII hendaknya dapat mendirikan Pusat Studi Science dan Agama. Karena agama dan science saat ini mulai dipelajari dan diintegrasi di beberapa negara. Kebenaran Science bersifat sementara meski dibangun dengan skeptis yang tinggi. Namun, agama merupakan kebenaran yang mutlak sepanjang masa walaupun mahzabnya berbeda-beda.”  ujarnya.

Acara ini diakhiri dengan pembacaan doa oleh Ahmad Sadzali, Lc., M.H. Beliau adalah Kepala Divisi Pengembangan, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam Universitas Islam Indonesia (DPPAI UII), Periode 2018-2022. Ia juga merupakan dosen tetap FH UII, menjabat menjadi dosen sejak tahun 2018.

Sekali lagi, kami segenap keluarga besar FH UII mengucapkan selamat kepada Bapak Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. atas penyerahan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor dalam bidang Ilmu Hukum. Semoga ilmu yang didapatkan dapat bermanfaat dalam membawa masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Aamiin.

Penulis: Umar Haris Sanjaya, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum UII,  Departemen Hukum Perdata

 

Berbagai media pemerhati anak ramai memberitakan kondisi anak kehilangan keluarga dengan menjadi  yatim atau piatu atau yatim piatu akibat meninggalnya orang tua karena Covid. Di yogyakarta sendiri kasus anak kehilangan orang tua akibat Covid terdapat 142 anak (info@kemsos), belum termasuk terhadap ibu hamil yang meninggal akibat covid. Kondisi ini tentunya belum akan berhenti mengingat situasi pendemi yang belum berakhir setidaknya harapan itu ada setelah seluruh stake holder sudah mendapatkan vaksinasi dari pemerintah.

Anak yang kehilangan kedua orang tuanya ataupun salah satu orangtuanya itu menjadi tanggung jawab siapa dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari ? secara hukum seorang anak manusia terikat oleh kerabat kedua orangtuanya, hal ini dikenal dengan istilah hukum kekerabatan. Sehingga kerabat si anak secara sadar turut terikat untuk membantu mengurus keluarga kerabatnya tersebut yang kehilangan orang tuanya. Untuk kerabat yang bersedia mengasuh maka dapat dimintakan penetapan perwalian terhadap anak yatim piatu sehingga keberlangsungan hidup si anak dapat berjalan dengan baik dalam perwalian kerabat dari orangtuanya. Bila seorang anak hanya ditinggalkan salah satu orang tuanya, maka tanggung jawab pemenuhan kebutuhan akan diberikan kepada orang tua yang masih hidup baik ayah atau ibunya. Apakah ada peran kerabat dari kedua orang tua si anak ? kerabat orang tua dapat turut berperan dengan memberikan perhatian kepada si anak, terutama kerabat orang tua yang meninggal. Masyarakat yang mengetahui itupun berhak untuk melaporkan pihak yang berwajib bahwa anak yang kehilangan kedua orang tua masih memiliki kerabat, sehingga anak akan dikembalikan kepada kerabat tersebut.

Di Indonesia menganut tiga (3) sistem kekerabataan dalam aliran keluarga termasuk pula tanggung jawabnya seperti : patrilineal, matrilineal, dan parental. Terhadap sistem patrilineal dan matrilineal tanggung jawab ini kembali kepada sistem kekerabatan yang dianut, maka tanggung jawabnya bisa kepada salah satu kerabat orang tua saja baik ayahnya saja atau ibunya saja. Untuk sistem parental, maka tanggung jawab ini akan jatuh kepada masih-masing kerabat dari kedua orang tua sehingga salah satu keluarga yang menganut sistem parental, maka kerabat orang tua juga terikat untuk mengasuh dan membesarkan anak. Untuk itu, peran kerabat orang tua dapat dimaksimalkan dalam mengasuh anak yang kehilangan orangtuanya. Sistem parental ini merupakan sistem kekerabatan yang sudah mulai digunakan oleh masyarakat Indonesia dimana garis tanggung jawab dapat berasal dari kerabat kedua orang tua baik secara hak dan tanggung jawab. Upaya pemerintah bersama masyarakat ditingkat RT dan RW dapat mendata dan mencari tahu kerabat-kerabat orang tua dari anak yang yatim piatu untuk ikut berperan tumbuh kembang anak.

Kerabat dari orang tua tentu tidak dimintai tanggung jawab penuh dengan melihat latar belakang ekonominya. Setidaknya mereka turut berperan dalam pertanggungan jawab anak dalam konteks hubungan kekerabatan, jangan sampai anak kehilangan orang tua itu merasa sendiri dan akhirnya menjadi sebatang kara. Kerabat dari ayah sang anak bersama-sama kerabat dari ibu sang anak diharapkan turut berperan untuk ikut mensejahterakan anak, hubungan keterikatan inilah yang dimaksud dengan hukum kekerabatan dimana seseorang terikat akan tanggung jawab dengan orang lain karena ia terikat hubungan hukum kekerabatan. Tidak mungkin seseorang yang tidak ada hubungan kekerabatan ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, melainkan dengan kepastian hubungan kekerabatan maka mereka terikat. Ini merupakan konsep dari hubungan keluarga. Jangan sampai anak yang kehilangan orang tua justru ditinggalkan untuk hidup sendiri dan mencari kesejahteraannnya sendiri.

Salah satu peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat adalah membantu untuk menghubungkan anak yang kehilangan kedua orang tua dengan kerabat yang masih dimiliki si anak, menginventarisir anak-anak yatim piatu agar dapat diasuh oleh kerabat terdekat terlebih dahulu karena memang secara hukum, kerabat adalah pihak yang paling berhak mengasuh anak dari kerabatnya. Apabila itu tidak memungkinkan maka pemerintah dapat melakukan melalui dinas sosial untuk mengasuh anak yang telah ditelantarkan karena tidak ada kerabat yang hendak mengasuh.

Tulisan ini sudah dimuat dalam rubrik OPINI, Koran Kedaulatan Rakyat, 21 Agustus 2021.

 

 

 

 

 

Program Studi Hukum Program Doktor FH UII menyelenggarakan ujian terbuka disertasi (promosi doktor) dengan promovendus Asriadi Zainuddin, S.H.I, M.H (21/8). Promovendus Asriadi Zainuddin yang dalam kesehariannya menjadi dosen di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo, merupakan salah satu penerima beasiswa Program Beasiswa 5.000 Doktor Kementerian Agama RI pada Tahun 2017.

Ujian terbuka disertasi yang berlangsung secara offline dan disiarkan secara online melalui Zoom dan youtube ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc, Ph.D selaku Ketua Sidang di damping segenap Dewan Penguji lainnya yaitu Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., (Promotor), Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. (Co-Promotor/Dekan FH UII), Prof. Jawahir Thontowi, S.H, P.hD (Kaprodi), Prof. Dr. Khoirruddin Nasution, M.A., Prof. Dr. Amir Mu’allim, M.IS., Prof. Drs. Ratno Lukito, M.A. DCL., dan Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D.

Dalam pemaparannya, promovendus mengangkat judul disertasi : “Rekonstruksi Sistem Pencatatan Perkawinan dalam Upaya Pembaruan Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Masyarakat Islam di Kota Makassar”. Hal yang melatarbelakangi promovendus mengangkat judul tersebut adalah adanya permasalahan implementasi pencatatan perkawinan di kota Makassar sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Perkawinan.

Hasil dari sidang tersebut, promovendus dinyatakan lulus dengan Indeks Prestasi Komulatif IPK 3,79 dengan predikat Cumloude. Hasil tersebut disampaikan oleh Rektor UII selaku ketua Sidang. “Atas nama Universitas Islam Indonesia, saya mengucapkan selamat pada Dr. Asriadi Zainuddin atas pencapaiannya. Dapat menyelesaikan program doktor kurang dari empat tahun. Mudah-mudahan dapat menginspirasi yang lain” ucapan selamat dari Rektor UII.

 Oleh: Budi Agus Riswandi [2]

Pendahuluan

            Lahirnya UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah melahirkan harapan baru bagi para penulis buku terkait dengan manfaat hukum dan ekonomi yang akan diperoleh.[3] Adapun manfaat hukum, yakni berupa perlindungan hak cipta yang lebih efektif[4], sedangkan manfaat ekonomi berupa terbukanya peluang untuk mengeksploitasi nilai ekonomi yang ada di dalam ciptaan buku yang dilindungi hak cipta.[5]

Namun demikian, agar harapan penulis buku ini dapat diwujudkan, maka kehadiran UU No. 28 Tahun 2014 saja belum cukup, namun harus didukung dengan pemahaman dan kemampuan para penulis buku berkenaan dengan siklus tata kelola hak cipta (buku). Siklus tata kelola hak cipta (buku) sendiri kalau dilihat dari perspektif penulis bertumpu pada tiga aspek utama, yaitu; kreatifitas, eksklusifitas dan insentif.

 

 

Siklus Tata Kelola Hak Cipta Buku

            Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan[6], hak cipta sendiri merupakan hak kebendaan yang sifatnya tidak berwujud[7] (intangible assets). Oleh karena hak cipta dapat dimakna sebagai hak kebendaan yang sifatnya tidak berwujud, maka tidak mengherankan apabila hak cipta diperlukan untuk dikelola[8]. Dari sini tata kelola hak cipta menjadi sangat penting. Tata kelola hak cipta sendiri bertumpu pada tiga aspek, yakni kreativitas, eksklusivitas dan insentif atas karya. Ketiga aspek ini dalam hubungannya terjadi dalam bentuk siklus. Siklus tata kelola hak cipta dimulai dari kreativitas, eksklusivitas dan insentif atas karya.

Kreativitas karya adalah siklus pertama dalam tata kelola hak cipta. Kreativitas karya adalah suatu karya yang memiliki tingkat orisinalitas tertentu. Sebagaimana diketahui, orisinalitas terkait dengan benarkah si pencipta membuat karya tersebut.[9] Maka dalam konteks ini, menilai suatu karya itu orisinal atau tidak sangat tergantung dengan kebenaran dari para pencipta membuat karya tersebut. Ada dua kemungkinan dalam menetapkan suatu karya orisinal atau tidak. Pertama, jika para pencipta memiliki bukti yang kuat telah membuat karya, maka karya tersebut orisinal; dan Kedua, jika beberapa pencipta memiliki bukti kuat dan beberapa pencipta tidak memiliki bukti kuat, maka beberapa pencipta yang tidak memiliki bukti kuat karyanya akan dianggap tidak orisinal.

Dari pemahaman ini, maka untuk yang penetapan pertama, hal tersebut hanya akan berakibat kepada tinggi dan rendahnya kreativitas. Apabila perwujudannya beda sama sekali, maka karya tersebut akan dianggap tinggi kreativitas, tetapi apabila perwujudannya sama, maka karya tersebut akan dianggap rendah kreativitas. Sementara itu, apabila beberapa pencipta tidak memiliki bukti kuat, maka hal tersebut akan berakibat pada pelanggaran hak cipta atas suatu karya.

Siklus kedua dari tata kelola hak cipta yaitu eksklusivitas karya. Eksklusivitas karya adalah suatu karya diciptakan dan telah memenuhi persyaratan fiksasi, orisinalitas dan kreativitas dan terdapat di lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra, maka secara otomatically melahirkan hak cipta. Dengan lahirnya hak cipta, maka melahirkan hak eksklusif. Hak eksklusif ini memuat dua macam hak, yakni; hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri si pencipta, sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mengambil manfaat ekonomi dari karya yang dilindungi hak cipta. Dalam hal penggunan hak cipta ini, maka tidak boleh pihak lain menggunakan hak cipta tersebut baik tanpa izin atau melawan hokum. Dari situasi ini, maka nilai eksklusivitas dari suatu karya dapat diwujudkan.

Sementara itu, insentif karya merupakan konsekuensi dari karya yang mengandung unsur kreativitas dan eksklusivitas. [10]  Insentif sendiri dapat berupa nilai ekonomi. Nilai ekonomi ini dapat diwujudkan dalam bentuk uang. Lazimnya, suatu karya yang dilindungi hak cipta dapat diambil insentifnya apabila dilakukan dengan cara dilisensikan atau diperjualbelikan.[11] Dari adanya kegiatan lisensi atau jual beli karya yang dilindungi hak cipta, maka akan menghasilkan nilai ekonomi berupa uang. Di sinilah letak dari insentif atas suatu karya yang mengandung unsure kreativitas dan eksklusivitas.

Setelah memahami siklus tata kelola hak cipta, maka karya buku-pun merupakan karya yang harus didekati dengan siklus tata kelola hak cipta.[12] Sebagaimana diketahui karya buku pada dasarnya memuat hak cipta. Oleh karena itu, buku tersebut harusnya dapat diperlakuan juga siklus tata kelola hak cipta. Siklus tata kelola hak cipta buku dapat mengacu kepada uraian di atas.

 

Implikasi Tata Kelola Hak Cipta (Buku)

Melihat pada siklus tata kelola hak cipta buku, maka tata kelola ini pada dasarnya sangat penting untuk menjamin keberlanjutkan atas munculnya karya-karya buku. Di samping itu, siklus tata kelola hak cipta buku jika diimplementasikan oleh para penulis buku dapat berimplikasi kepada  moral, hokum, ekonomi dan sosial.

Siklus tata kelola hak cipta buku dapat berimplikasi pertama pada moral dapat dilihat dengan memperhatikan pentingnya membuat karya buku yang didasarkan pada nilai-nilai orisinalitas. Dengan memperhatikan nilai orisinalitas, maka karya buku yang dihasilkan dapat terhindar dari segi tindakan plagiarism. Tindakan plagiarism sendiri hakekatnya suatu perbuatan yang secara moral terlarang. Oleh karenanya, siklus tata kelola hak cipta buku pada akhirnya dapat berimplikasi pada moral dari penulis.

Implikasi kedua dari siklus tata kelola hak cipta buku berimplikasi pada hukum. Dengan diterapkannya siklus tata kelola hak cipta buku, — di mana salah satunya memperhatikan soal eksklusivitas karya, maka hal ini tentunya akan berdampak pada perlindungan hokum atas karya buku yang efektif. Bagaimanapun, eksklusivitas karya menegaskan kepada orang lain bahwa karya tersebut tidak boleh digunakan oleh pihak-pihak lain baik tanpa izin atau melawan hokum.

Implikasi ekonomi merupakan implikasi berikutnya dari siklus tata kelola hak cipta buku. Sebagaimana diketahui, buku merupakan karya yang dapat dieksploitasi secara ekonomi melalui penggandaan, pengumuman, dan pengadaptasian.[13] Dengan karya buku dieksploitasi secara ekonomi, maka manfaat ekonomi akan dapat dihasilkan oleh penulis. Manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dalam bentuk uang pada akhirnya diharapkan dapat mensejahterakan kondisi ekonomi dari penulis itu sendiri.

Implikasi yang lain dari siklus tata kelola hak cipta buku berupa implikasi sosial. Siklus tata kelola hak cipta buku apabila ditelusuri lebih jauh, hal ini juga akan berimplikasi pada hubungan antara penulis dan pihak-pihak terkait/ pemangku kepentingan lainnya. Dengan adanya hubungan yang baik antara penulis dengan pemangku kepentingan, maka secara sosial siklus tata kelola hak cipta buku telah menyuguhkan implikias sosial.

 

Kesimpulan

Siklus tata kelola hak cipta buku memuat aspek kreativitas, eksklusivitas dan insentif. Tiap aspek ini saling berhubungan satu dengan lainnya. Apabila siklus tata kelola hak cipta buku diimplementasikan, maka aka nada proses berkelanjutan dari buku itu sendiri. Implikasi dari siklus tata kelola hak cipta buku berupa implikasi moral, hokum, ekonomi dan sosial.

 

Daftar Pustaka

Arthur R Miller dan Michael H Davis, Intellectual Property Patent, Trademarks, and copyright, St. Paul Minnesota: West Publishing Companym 1984.

David Brainbridge, Intellectual Property, England: Pitman Publishing, 1999.

M Hawin dan Budi Agus Riswandi, Isu-Isu Penting Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017.

Robert C. Megantz, How to License Technology, Singapore: John Wiley & Sons, INC, 1996.

Simon Stokes, Digital Copyright Law and Practice, London : Butterworths, 2002.

Yusron Isnaeni, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyberspace, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hk Cipta

 

[1] Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema Sistem Pemungutan Royalti di Bidang Literasi yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Hotel Tentrem, Selasa 27 Maret 2018.

[2] Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Ketua Umum Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual Indonesia (ASKII)

[3] Salah satu aturan hak cipta yang tertuang di dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang sifatnya memberikan harapan baru dalam bentuk harapan hokum dan ekonomi terkait dengan pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Di dalam UU No. 28 Tahun 2014, masalah LMK telah mendapatkan pengaturan secara detail dan lebih jelas daripada yang diatur di dalam UU No. 19 Tahun 2002.

[4] Aspek yang dilindungi dari hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta berupa hak paternity dan integrity, sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mengambil manfaatkan ekonomi dari ciptaan yang dilindungi hak cipta.

[5] David Bainbridge menyatakan:”Copyright provides a very useful and effective way of exploiting a works economically. It provides a mechanism for allocation of risks and income derived from the sale of the work. Lihat David Brainbridge, Intellectual Property, England: Pitman Publishing, 1999, hlm. 36.

[6] Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[7] Pasal 16 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[8] Pengelolaan hak cipta merupakan bagian yang tidak terpisah dari ilmu mengenai manajemen kekayaan intelektual.

[9] Arthur R Miller dan Michael H Davis menyatakan:”Originality does not imply novelty, it only implies that copyright claimant did not copy from someone else.” Lihat Arthur R Miller dan Michael H Davis, Intellectual Property Patent, Trademarks, and copyright, St. Paul Minnesota: West Publishing Companym 1984, hlm. 289.

[10] Gagasan ini merujuk pada teori perlindungan hak cipta yang dikenal dengan insentive theory. Menurut insentive theory bahwa perlindungan hak cipta merupakan insentif ekonomi yang diberikan kepada pencipta dalam rangka mendorong pencipta untuk dapat menginvestasikan waktu, usaha, keahlian dan segala sumber daya yang dimilikinya untuk proses membuat suatu kreativitas. Budi Agus Riswandi, “Catatan Pengaturan Manajemen Informasi Hak Cipta, Informasi elektronik Hak Cipta dan Sarana Kontrol Teknologi di dalam UU No. 28 Tahun 2014,” dalam M Hawin dan Budi Agus Riswandi, Isu-Isu Penting Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017, hlm. 125.

[11] Mengeksploitasi kekayaan intelektual secara ekonomi termasuk hak cipta dapat dilakukan dengan cara new venture, acquisition, joint venture, licesing, strategic alliance dan sale. Robert C. Megantz, How to License Technology, Singapore: John Wiley & Sons, INC, 1996, hlm. 1-3.

[12] Karya buku yang dilindungi oleh hak cipta pada dasarnya berupa ekspresi ide dari karya sastra, di mana dapat berupa karya ilmiah, puisi, gambar, legenda dan sebagainya. Karya sastra yang dituangkan ke dalam bentuk buku termasuk yang dilindungi hak cipta. Namun demikian, karya-karya lain yang dilindungi hak cipta tidak hanya berupa karya sastra, tetapi karya dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan termasuk dilindungi hak cipta juga. Di Inggris karya yang dilindungi hak cipta berdasarkan the Copyright, Designs and Patent Act 1988 (CDPA) terdiri dari: orginal literary works; original dramatic works; original artistic works; sound recordings, film, broadcasts and cable programmes; and the typographical arrangement of published edition. Lihat Simon Stokes, Digital Copyright Law and Practice, London : Butterworths, 2002, hlm. 24

[13] Mekanisme ini dikenal dengan eksploitasi hak-hak pencipta. Beberapa hak pencipta yang dapat ditarik keuntungan ekonominya berupa: hak reproduksi, hak adaptasi, hak distribusi, hak pertunjukan, hak penyiaran, hak program kabel, droit de suite, dan hak pinjam masyarakat. Lihat penjelasan lebih detail dalam Yusron Isnaeni, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyberspace, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 20-21.