Kegiatan Fakultas Hukum UII penelitian, pengabdian, dan dakwah civitas akademika termasuk seminar, lokakarya, workshop, pemberian penghargaan, kegiatan kerjasama, dan lain sebagainya

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) memiliki jaringan alumni yang kuat dan solid, oleh karenanya FH UII tidak ada lelahnya untuk terus menciptakan jaringan alumni yang kuat dengan mengadakan temu alumni meskipun di tengah pandemi. Setalah mengadakan temu alumni untuk Chapter Hakim pada Sabtu, 25 September 2021 yang lalu, sekarang FH UII mengadakan temu alumni untuk Chapter Jaksa&Polisi pada hari Sabtu, 02 Oktober 2021 dan Chapter Advokat pada hari Sabtu, 09 Oktober 2021. Temu alumni ini diadakan secara virtual dengan menggunakan media Zoom Meeting, dan diikuti oleh alumni-alumni, pusat studi FH UII, dan ketua departemen FH UII.

Acara temu alumni berlangsung dengan sangat hangat dan kekeluargaan, acara ini dihadiri oleh alumni-alumni yang berprofesi sebaagai jaksa, polisi, maupun yang berprofesi sebagai advokat baik yang berkarya di Yogyakarta maupun di luar kota Yogyakarta. Adanya beberapa generasi yang mengikuti acara tersebut berpendapat bahwa masih memiliki ikatan batin antara alumni dengan dosen-dosen FH UII. FH UII mengadakan acara ini betujuan unutk meningkatkan kualitas komunikasi, juga ingin adanya kerja sama antara para alumni dalam beberapa hal, seperti kolaborasi dengan mahasiswa.

Temu alumni FH UII Chapter Jaksa dan Polisi turut mengundang Yunan Harjaka, S.H., M.H.  sebagai Keynote Speaker. Beliau merupakan seorang Sesjampidum Kejaksaan Agung.

Dalam sambutannya, beliau menyatakan bahwa seorang jaksa harus mampu menginternalisasi perkembangan hukum yang baru di setiap tuntutannya.

“Seperti, satu menentukan siapa yang bisa dituntut terkait subjek hukum dan bukan hanya orang namun juga korperasi serta bagaimana menghadirkan subjek hukum korperasi dalam surat tuntutan. Kedua, menginternalisasi hasil penelitian kemasyarakatan dan meletakannya sebagai dokumen penting dalam memberikan gambaran bagi peradilan mengapa anak melakukan tindak pidana serta sanksi apa yang dibutuhkan agar dapat membuatnya kembali meraih masa depannya. Yang ketiga menginternalisasi hak-hak korban, seperti perlunya pendamping, juru bahasa, penilaian personal bagi penyandang disabilitas. Keterangan korban yang memiliki nilai utama untuk membuktikan kesalahan terdakwa apabila ditambah dengan alat bukti sah lainnya dan sebagainya.”

Dalam sambutannya ia juga menyapaikan harapan ke Fakultas Hukum yaitu, agar dapat mengembangkan mata kuliah klinik hukum dengan Satuan Kredit Semester (SKS) yang cukup. Hal ini menjadi penting karena memberikan kesempatan kepada mahasiswa belajar menjadi praktisi dibawah supervisi dosen dan mentor. Nantinya hasilnya adalah menampilkan peradilan semu yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan nyata yang terjadi di masyarakat. Sehingga diharapkan mahasiswa dapat mempelajari cara mensikapi masalah tersebut dengan mengaplikasikan pengetahuan hukum yang telah diperoleh selama perkuliahan.

Dalam rangkaian acara Temu Alumni, pada chapter hakim, terdapat Focus Group Discussion (FGD) yang dibuka oleh Dekan FH UII yaitu Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H.  dan di moderator oleh Ari Wibowo, S.HI., S.H., M.H.

Selanjutnya serangkaian acara temu alumni tersebut dilanjutkan dengan Chapter Advokat. Pada kesempatan kali ini, FH UII mengundang Dr. Ari Yusuf Amir, S.H., M.H. sebagai Keynote Speaker. Saat ini beliau menjabat sebagai Sekjen DPP IKA UII.

Dalam sambutannya, Dr. Ari Yusuf Amir, S.H., M.H. membawakan materi dengan tema “Menjadi Pengacara Arsitek”. Advokat memiliki posisi penting, ia menyebutkan penting profesi tersebut dengan beberapa alasan yaitu profesi advokat berperan dalam penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan para penegak hukum lainnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 1 dijelaskan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang.

“Profesi advokat adalah banyak diminati tetapi profesi ini tidak bisa dianggap main-main. Karena dalam menjalankan profesi kita disumpah, maka ada pertanggungjawabannya. Menjalani profesi advokat tidak semudah itu. Faktanya kartu nama dan plang nama kantor tidak menjadi jaminan sukses menjalankan profesi mulia ini. Belum lagi, rumitnya birokrasi dalam sistem penegakan hukum kesemuanya menjadi tantangan tersendiri. Lalu alih-alih menjadi advokat professional, mendapatkan kasus saja sulit. Masyarakat cenderung lebih percaya pada advokat ternama, karena dianggap berkemungkinan menang dalam menangani perkara.” tutur Sekjen DPP IKA UII.

Dalam menjadi pengacara arsitek, advokat harus memiliki beberapa kemampuan antara lain percaya diri, berani, problem solving, kecerdasan intelektual dan moral, kemampuan bahasa, dan kemampuan menulis.  Percaya diri seorang advokat dapat dibangung dengan tekad yang kuat, menguasai materi perkara, banyak belajar dan pengalaman. Kemudian berani dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan terhadap kasus yang ditangani. Seorang advokat harus memiliki kebenarian mental dalam menghadapi setiap tekanan, intimidasi, dan bahkan ancam yang kerap kali muncul.

Selanjutnya, memiliki kemampuan problem solving. Karena banyak mahasiswa hukum setelah menjadi advokat justru sering kali dinilai tidak siap kerja. Salah satu penyebabnya adalah materi tentang peningkatan kemampuan untuk menganalisa dan memecahkan masalah sangat kurang. Selain harus memiliki kemampuan tersebut, advokat juga dituntut memiliki kecerdasan intelektual dan moral secara seimbang dalam menangani setiap perkara. Kecerdasan intelektual mengacu pada kemampuan memetakan perkara, sedangkan kecerdasan moral mengacu pada integritas dan kejujuran seorang advokat.

Kemampuan bahasa asing yang dimiliki advokat juga perlu diperhatikan sebab berguna dalam percakapan dengan klien, dan juga dalam pembuatan dokumen hukum. Dalam pembuatan dokumen hukum dan laporan tidak lepas dari kemampuan menulis. Namun faktanya tidak semua advokat dapat menulis dokumen hukum dengan sistematis, jelas, dan akurat. Maka dari itu, perlu adanya meningkatkan kemampuan menulis karena advokat bukan berarti hanya mendapatkan perkara dan menemukan pemecahannya. Tapi juga menulis dokumen hukum yang terkait dengan perkara dengan baik.

Temu alumni FH UII pada chapter Advokat ini, tetap terdapat FGD dan pada kesempatan kali ini Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D. salah satu dosen FH UII berperan menjadi moderator. Acara ini ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Drs. Dr. Muntoha, S.H., M.Ag. selaku Wakil Dekan Bidang Keagamaan, mahasiswa, dan alumni FH UII.

Lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) berhasil meraih juara 1 dan Best Paper dalam Academic Constitutional Drafting MPR RI Tahun 2021. Kelima mahasiswa tersebut ialah Arrival Nur I, Atika N., Jihan S. P., P Adibil A., dan yang terakhir yaitu M. Anugerah P. Mereka merupakan mahasiswa merupakan mahasiswa angkatan 2018. Mahasiswa-mahasiswa tersebut mengikuti lomba didampingi oleh dosen FH UII yaitu Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. beliau merupakan dosen FH UII dari Departemen Hukum Tata Negara (HTN). Tidak sendirian, Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H. dosen FH UII dari Departemen Hukum Administrasi Negara (HAN) juga ikut membantu mendampingi tim tersebut dalam menyiapkan diri sebelum perlombaan.

Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. selaku Dekan FH UII menyampaikan kompetisi ini bagi mahasiswa hukum termasuk yang bergengsi, sebab hal ini menjadi ajang mahasiswa calon pemimpin masa depan untuk mengerti secara langsung bagaimana wakil rakyat  dalam mempersiapkan Constitusional Drafting.

“Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat oleh karena anggota MPR adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum yang salah satu tugasnya adalah Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar. Kompetisi ini tentu akan menambah pengalam mahasiswa sebagai bekal bagaimana cara mengubah UUD yang benar dan baik Ketika dia menjadi sarjana dan bekerja dilingkungan MPR RI dan DPR RI baik sebagai Tenaga Ahli (TA) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).” tutur Dekan FH UII.

Dalam kesempatan kali ini tim Fakultas Hukum UII mengadakan wawancara kepada tim pemenang diwakili oleh Arrival Nur I atau yang akrab dipanggil Rival. Rival sebagai ketua tim menjelaskan tentang perlombaan ini. Lomba Constitutional Drafting merupakan lomba mengenai pembentukan naskah akademik tentang perubahan konstitusi.

“Singkatnya perlombaan ini mengenai bagaimana membentuk naskah akademik dan rancangan perubahan UUD NRI 1945.” ujarnya.

Kelima mahasiswa FH UII mengikuti perlombaan tersebut karena didasari beberapa alasan, yang pertama adalah ikhtiar untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang hukum terutama dalam hal menulis dan berpikir logis.

Sebagai mahasiswa hukum sudah sepatutnya memiliki kemampuan dalam bidang menulis dan cara berpikir yang bagus. Maka dari itu perlombaan inilah wadahnya.  Kedua yaitu mengharumkan nama FH UII dan Forum Kajian dan Penulisan Fakultas Hukum UII.

Ada beberapa tahapan yang perlu dilalui sebelum akhirnya kelima mahasiswa FH UII mengikuti perlombaan tersebut, seperti yang disampaikan Rival melalui wawancara.  Kelima mahasiswa tersebut mempersiapkan bahan-bahan kajian, kemudian mencari permasalahan dan alasan-alasa mengenai tema yang diperlombakan.

“Misalnya, dalam hal perlombaan Constitutional Drafting MPR temanya ialah Pokok-Pokok Haluan Negara. Maka yang wajib dipersiapkan ialah ketetapan MPR mengenai GBHN, dan UU SPPN beserta turunannya. Selain itu, dalam melakukan persiapan yang terpenting lainnya ialah mencari dosen pembimbing untuk dibina selama perlombaan sehingga dalam melakukan kajian lebih terarah dan terjadwal dengan baik.” sambungnya.

Secara umum seluruh perlombaan memerlukan pendampingan dosen baik diisyaratkan dalam administrasi perlombaan ataupun hanya untuk membimbing selama persiapan.  Namun untuk perlombaan Academic Contitutional Drafing ini memerlukan peran serta dosen karena permasalahan yang kompleks dan dosen pembimbing tersebut bertugas untuk memberi arahan dalam proses pembuatan draft. Mahasiswa FH UII yang ingin mengikuti perlombaan akan difasiklitasi oleh Forum Kajian dan Penulisan Hukum, setelahnya akan diberikan pilihan dosen pembimbing yang sesuai dengan tema kegiatan tersebut.

Perlombaan Constitutional Drafting MPR RI 2021 memiliki proses yang panjang dari awal pendaftaran hingga sesi presentasi. Selayaknya lomba karya tulis ilmiah yang lainnya, perlombaan ini memiliki 2 (dua) tahapan yakni tahapan pemberkasan dan tahapan presentasi.

“Tahapan pemberkasan. Pada tahap ini seluruh tim dari seluruh universitas di Indonesia mengirimkan berkas mengnai naskah akademik perubahan UUD NRI 1945 kepada MPR. Setelah dikirim, MPR akan melakukan penilaian terhap seluruh berkas dan hanya 10 naskah terbaik yang berhak untuk maju dalam tahapan berikutnya yakni tahapan presentasi. Salah satu dari 10 tim terbaik ialah delegasi FH UII yang berhasil untuk masuk kedalam tahapan presentasi. Kemudian tahapan presentasi. Agenda pada tahapan ini ialah mempresentasikan berkasnya kepada para dewan juri yang terdiri dari akademisi, hingga pimpinan badan pengkajian MPR. Setelah dilakukan presentasi, kegiatan berikutnya ialah prosesi tanya jawab atas naskah atau berkas yang telah dibuat oleh masing masing tim.” jelas Rival.

Delegasi FH UII berhasil mendapatkan gelar sebagai pemilik naskah akademik perubahan UUD NRI 1945 terbaik sekaligus menjadi juara 1 dalam perlombaan tersebut. Hal ini berarti dalam kedua tahapan tersebut delegasi FH UII mampu untuk menjadi yang terbaik.

Kelima mahasiswa FH UII tersebut merasa senang karena berhasil mengharumkan nama FH UII di kancah nasional. Mereka berhasil mejadi bagian dari FH UII yang bertradisi keilmuan. FH UII memiliki kondisi lingkungan yang mendukung dan mengayomi baik dari dosen maupun lembaga kampus.

Sebagai kalimat pamungkas, Rival memberikan pesan kepada mahasiswa-mahasiswa FH UII untuk terus berkarya. Berkarya baik untuk FH UII, Indonesia, dan agama.

Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada hari Kamis, (7/10) mengadakan acara Dialektika Konstitusi #1 yaitu kuliah umum yang mengangkat tema “Amandemen Konstitusi dan Konsolidasi Demokrasi”. Acara ini di gelar secara virtual dengan media Zoom.

Acara ini menggandeng dua narasumber yang ahli di bidangnya. Dr. Saifudin S.H., M. Hum. sebagai narasumber pertama, beliau merupakan seorang dosen HTN FH UII. Beliau mengangkat tema “Qou Vadis Amandemen Konstitusi”. Kemudian sebagai narasumber kedua pada acara ini yaitu Dr. Abdul Gaffar Kari, S. IP., M.A. adalah seorang dosen Fisipol Universitas Gajah Mada (UGM). Ia mengangkat tema “Konsolidasi Demokrasi di Indonesia”. Acara diskusi ini berjalan dengan lancar, dan dipandu oleh moderator yatu Dr. Jamaluddin Ghafur, S.H., M.H. seorang dosen HTN FH UII.

Dr. Saifudin S.H., M. Hum. dalam acara tersebut mengatakan bahwa melihat pada naskah original intens UUD 1945 produk proklamasi yang disusun oleh para founding fathers, merupakan naskah singkat yang terdiri dari 16 BAB, 37 Pasal, 4 Pasal peralihan dan 2 Pasal Tambahan. Menurut Soepomo, UUD 1945 produk proklamasi disusun berdasarkan pilihan (staatsidea integralistik) yang diterjemahkan sebagai bahasa kekeluargaan. Dalam sudut pandang Negara, sebagai Negara dalam satu kesatuan yang integral yang melindungi berbagai pendiri di atas berbagai golongan.

Kemudian struktur ketatanegaraan dimunculkan adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara yang memiliki kewenangan merubah UUD 1945, menetapkan GBHN dan melaksanakan kedaulatan rakyat lainnya. Dalam kewenangan menetapkan GBHN, maka GBHN harus dilaksanakan oleh Presiden, di sini lah muncul istilah Presiden sebagai mandataris MPR. Sehingga apabila Presiden menyimpang dari GBHN yang telah ditetapkan, Presiden dapat diminta pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa UUD 1945 produk proklamasi menganut sistem pemerintahan campuran, yaitu sistem pemerintahan presidensiil yang tampak dari kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Presiden. Sedangkan sistem parlementer tampak pada pertanggungjawaban Presiden kepada MPR apabila Presiden dalam melaksanakan GBHN menyimpang maka dapat diberhentikan.

“Setelah 20 tahun perjalanan reformasi, mengenai program pembangunan terkait arah kebijakan-kebijakan yang diambil menunjukkan diskontiunitas program-program pembangunan yang sebelumnya. Hal ini karena tiap Presiden lebih memilih program pembangunan sesuai selera berdasarkan kampanye pilpres.” ujar  Dr. Saifudin S.H., M. Hum.

Oleh karena itu, perlu adanya amandemen lanjutan bagaimana kemudian memasukkan PPHN ke dalam konstitusi. Pemilihan nomenklatur PPHN bukan GBHN untuk menunjukkan sebagai Negara Republik adanya pembaharuan yang bisa diterima oleh publik, selain itu untuk menunjukkan adanya perbedaan PPHN berbeda dengan GBHN, apabila penggunaan GBHN terkesan bahwasahnya kembali pada model sistem lama yang bertumpu pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Sejalan dengan Dr. Saifudin S.H., M. Hum. pada kesempatannya Dr. Abdul Gaffar Kari, S. IP., M.A.  mengatakan bahwa amandemen konstitusi adalah wujud renegosiasi kontrak sosial, yang harus dikelola secara sakral (dalam bentuk kehendak rakyat). Namun dalam praktinya, posisi kehendak rakyat itu tidak terjalankan melainkan kehendak elite politik.

“Renegosiasi Kontrak Sosial adalah proses sosial-politik dimana para actor melakukan peninjauan ulang terhadap kesepakatan yang sebelumnya ada, untuk diagntikan dengan kesepakatan yang baru, baik secara menyeluruh maupun sebagian.” pungkas Dr. Abdul Gaffar Kari, S. IP., M.A.

Aspek kunci renegosiasi kontrak sosial berjalan di tiga aspek:

  1. Individu : komposisi, pola relasi, sirkulasi
  2. Otoritas : pimpinan, format kenegaraan (Indonesia pernah beberapa kali melakukan format ketatanegaraan)
  3. Norma : konstitusi, regulasi

Syarat renegosiasi norma

  1. Sejalan dengan kehendak rakyat; (syarat etik)
  2. Memenuhi ketentuan yang berlaku untuk mematuhi kehendak rakyat; (syarat legal)
  3. Disepakati oleh kekuatan-kekuatan politik utama (syarat politik)

Ketiga syarat ini harus dikawal dengan tiga rangkaian yaitu, proposal (ada ide atau tujuan untuk mengubah amandemen konstitusi sebagian atau menyeluruh), process (rencana perubahan tersebut ditindaklanjuti dengan adanya proses dan ketentuan), dan approval (rakyat harus dipastikan tau, diketahui dan dilaksanakan oleh rakyat).

(TAMAN SISWA); Juridical Council of International Program (JCI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) pada hari Rabu, 29 September 2021 menggelar kajian aktual dengan mengangkat tema “Efektivitas dalam Penegakan Sanksi Pidana terhadap Kekerasan Anak” yang dibawakan langsung oleh Ari Wibowo, S.H.I.,S.H.M.H. selaku dosen FH UII, departemen Hukum Pidana. Kegiatan dilaksanakan secara daring melalui zoom dan dihadiri oleh kurang lebih 50 peserta

Pada kesempatan kajian kali ini Ari Wibowo membahas mengenai instrument hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak dan seberapa efektif dampak dari hukum tersebut di msyarakat. Ketika ancaman pidananya terlalu ringan sehingga dinilai kurang efektif, para pembentuk UU telah mencoba mengubah dan menguatkan UU Perlindungan Anak yang ada dengan menambahkan pemberatan ancaman pidananya sebanyak 1/3 dari sanksi pidana sebelumnya. Dengan adanya perubahan ini diharapkan dapat menimbulkan efek penjeraan bagi pelaku agar tidak mengulang perbuatannya di masa yang akan datang dan memberikan peringatan bagi masyarakat agar tidak melakukan perbuatan yang serupa.

Beliau juga menambahkan mengenai tanggapannya  mengapa indonesia memilih kebiri kimia untuk menjatuhi hukuman, sedangkan di luar negeri kebiri kimia merupakan hal yang sudah dianggap biasa, seperti seseorang yang memang tidak mau menikah dan untuk mengurangi hawa nafsu, mereka akan mendatangi dokter untuk disuntikan kimia tersebut. Sedangkan di indonesia malah dijadikan deterrent effect? dalam menjawab pertanyaan tersebut menurut Ari Wibowo kebijakan pemberatan pidana berupa kebiri kimia sebagai sanksi tindakan dalam Perpu No.1 tahun 2016 adalah secara tidak langsung telah mempresentasikan bahwa tujuan dari pemidanaan bukan semata-mata sebagai ajang pembalasan atau penjeraan, melainkan sebagai bentuk rehabilitasi atau pemulihan kondisi pelaku agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H.,M,H.,LL.M.,Ph.D yang merupakan sekretaris prodi hukum program sarjana IP juga turut hadir. Beliau mengakui ada banyak ilmu baru yang didapatkan dari sesi pemaparan materi. Diharapkan dengan diangkatnya tema ini peserta dapat lebih peduli mengenai isu kekerasan terhadap anak.

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Program Magister dan Doktor bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menyelenggarakan Kuliah Umum, “Masa Depan Demokrasi Presidensial Indonesia” pada Sabtu (2/10). Acara ini menghadirkan pembicara, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. yang saat ini menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi RI.

Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset UII, Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M. Eng. Sc. dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan adanya acara seperti ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki kemampuan yang lebih dibidang praktis yang tidak hanya berdasarkan teori dan berdasarkan refrensi tetapi langsung dari aktor-aktor di posisi yang memang menentukan proses hukum di Indonesia.

Senada dengan Y. M. Dr. Suhartoyo, S.H., M.H. selaku Hakim Mahkamah Konstitusi RI, bahwa smartboard yang dapat digunakan sebagai persidangan jarak jauh, bisa menjadi subyek hukum yang bisa memberikan kontribusi orang untuk mencari keadilan. Oleh karena itu, nilai-nilai hukum Mahkamah Konstitusi untuk mendatangkan alat ini mempermudah saran komunikasi dan esensial yaitu bagaimana Mahkamah Konstitusi bisa menjangkau para pencari keadilan.

Mahkamah Konstitusi melalui kaki tangannya yang merupakan lembaga-lembaga yang diajak berkerja sama termasuk seperti salah satunya UII menjadi bagian yang tak terpisahkan, satu kesatuan dengan unsur yang mendukung akses to justice, jadi kemudahan-kemudahan mencari peradilan dalam medapatkan keadilan.

Selanjutnya Kuliah Umum ini dipandu oleh moderator yaitu Dr. Idul Rishan, S.H., LL.M selaku dosen FH UII Departemen Hukum Tata Negara. Dalam penyampaian materinya, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. mengatakan bahwa sistem yang dihasilkan oleh para pendiri adalah sistem presidensial murni.

“Pembangunan pemerintah bermasalah apakah karena tidak ada GBHN? Belum tentu. Daerah mengapa tidak bisa sinkron dengan pemerintah pusat? Pertama problem yang ada saat ini adalah kepala-kepala daerah berbeda partai dengan presiden, lalu bagaimana caranya membuat desain dalam penyelenggaraan pemerintahan? Kedua, kalau ada program-program daerah yang dalam bentuk produk hukum, yang dibuat daerah kemudian bertentangan dengan pemerintah pusat, pemerintah pusat dapat menggunakan pengawasan preventif, seperti diberi peringatan.” ujar Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A.

Dengan memilih sistem presidensil, kita memanag harus siap melihat ada perbedaan terus menerus antara pemegang kekuasaan eksekutif dengan pemegang kekuasaan legislatif. Tidak mungkin suatu negara tidak ada program perencanaan, perlu program perencanaan. Program perencanaan ini jangan sampai menjebak dan merusak kita dalam sistem presidensil.

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menyelenggarakan acara Temu Alumni pada tanggal 25 September 2021, dengan mengusung tema “Kontribusi Pemikiran Hakim: Pengembangan SDM dan Kurikulum dalam Rangka Menunjang Hakim yang Berintegritas dan Profesional”.  Temu Alumni dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting.

Pelaksanaan Temu Alumni ditandai oleh sambutan ketua panitia, yaitu Dr. Ariyanto, S.H., C.N., M.H., saat ini beliau juga menjabat sebagai dosen, dan juga alumni dari FH UII.  Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan sinegritas antara FH UII dengan alumni dalam rangka pengembangan mahasiswa dan alumni FH UII.

Pelaksanaan acara tersebut dibuka secara resmi oleh Rektor UII, yaitu Prof. Fathul Wahid, S.T., M. Sc., Ph. D.

“Hutang budi, bantuan dari pihak lain itu membuat kita sulit untuk berbuat adil. Karena hakim ini adalah pengadil di muka bumi, wakil Tuhan di muka bumi ini untuk membedakan mana yang benar mana yang salah dalam sebuah kasus.” ujar Rektor UII.

Acara ini juga dihadiri oleh mantan Rektor Universitas Islam Indonesia, (UII) yaitu Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.,, Prof. Dr. H. M. Syarifudin, S.H., M.H. selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (DPP IKA UII), serta Masyhud Asy’ari, S.H., M.Kn. selaku mantan Ketua Pusat Studi Hukum Agraria FH UII.

Dalam rangkaian acara Temu Alumni, pada chapter hakim, terdapat Focus Group Discussion (FGD) yang dibuka oleh Dekan FH UII yaitu Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H.  dan dengan keynote speaker yaitu Prof. Dr. H. M. Syarifudin, S.H., M.H. yang merupakan Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI).

Harapannya dengan adanya kegiatan ini, mahasiswa UII semakin mengenal alumni-alumninya. Semoga kegiatan ini akan terus berkelanjutn, tidak berhenti pada hari ini. Dan lulusan FH UII dapat menghasilkan hakim yang sungguh-sungguh adil serta serius dalam menindak suatu kasus.

Departemen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menyelenggarakan Webinar Nasional dan Call for Paper yang mengusung tema “Pembaruan Hukum Administrasi Negara di Era Birokrasi Digital”. Acara tersebut dilaksanakan secara daring pada tanggal 28 September 2021, melalui media Zoom Meeting dan disiarkan juga pada kanal YouTube Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini dan mendapat atensi yang baik dari berbagai pihak. Dikemukakan Ketua Panitia, Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H. pada Selasa (28/9), hal tersebut nampak dari banyaknya universitas maupun intansi yang bergabung dari berbagai wilayah di Indonesia. Disisi-lain, jumlah paper yang dipresentasikan di konferensi nasional ini, yaitu sebanyak 30 paper.

Pelaksanaan webinar nasional ditandai dengan sambutan dan pembukaan yang disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia, yaitu Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. Dalam sambutannya menjelaskan bahwa teknologi informasi berhubungan dengan hukum. Minimal ada 3 (tiga) aspek yang bisa diidentifikasi, yang pertama terkait hukum teknologi informasi sebagai produk. Hukum perlindungan data yang menjadi hal mewah. Yang kedua adalah hukum untuk TI sebagai alat bantu strategis. Misalnya terkait dengan barang dan jasa secara elektronik, terdapat juga UU ITE. Kemudian yang ketiga adalah teknologi informasi untuk penegakkan hukum.

Keynote Speaker yaitu Prof. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum. yang merupakan Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Republik Indonesia. Beliau menyampaikan materi tentang “Tantangan Peradilan Tata Usaha Negara di Era Birokrasi Digital”. Ia menjelaskan dunia mengalami perubahan, tuntutan masyarakat melakukan perubahan, karena optimalisasi penggunaan teknologi dalam era 4.0. Namun sarana dan prasarana yang belum terpenuhi secara merata mengakibatkan pihak dan SDM Pengadilan yang gagap teknologi.

Selanjutnya, Dr. Ridwan, S.H., M. Hum. merupakan dosen FH UII, departemen Hukum Administrasi Negara dalam materinya mengangkat tema “Diskresi Pemerintah di Era Birokrasi Digital”. Menurut, Dr.  Ridwan, S.H., M. Hum., penyebab kemunculan dan alasan atau tujuan penggunaan diskresi itu tidak selalu bahkan sangat jarang terjadi secara kumulatif. Hanya dengan satu alasan, misalnya mengisi kekosongan hukum (leemten in het recht), diskresi dapat digunakan. Apalagi dalam kondisi spesifik dan mendesak, penggunaan diskresi bukan sekedar dapat tetapi wajib, karena organ pemerintah dibebani kewajiban untuk melakukan tindakan demi kepentingan umum.

Pembicara kedua pada webinar ini yaitu Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M. M., beliau merupakan seorang Guru Besar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (HAN FH UNS). Beliau mengangkat tema, “Dinamika Kebijakan Perizinan Berusaha di Era Birokrasi Digital”.

Pembicara terakhir pada webinar ini yaitu Mokhammad Najih, S.H., M.Hum., Ph. D. beliau merupakan Ketua Ombudsman Republik Indonesia. Beliau mengangkat tema, “Pengawasan Pelayanan Publik di Era Birokrasi Digital (Kedudukan Lembaga Pengawas Eksternal Dalam Reformasi Birokrasi & E-Gov)”.

“Peran Ombudsman secara khusus dalam SPBE secara langsung tidak ada. Ombudsman hanya terlibat dalam pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) dengan instrumen aplikasi SP4N-LAPOR! sebagai pengawas eksternal pelayanan public.” ujar Mokhammad Najih, S.H., M.Hum., Ph. D.

Program  Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia mengadakan Gala Ceremony bagi pengurus Juridical Council of International Program (JCI) dan Student Association of International Law (SAIL) pada Rabu, (22/09/2021). Acara tersebut dilaksanakan secara hibrida dengan memadukan sistem daring dan luring. Gala Ceremony ini dihadiri oleh Sekretaris Program Internasional Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum  Universitas Islam Indonesia (PSHPS FH UII) serta pengurus JCI dan SAIL.

Acara tersebut diselenggarakan untuk memberikan apresiasi kepada pengurus lama kedua organisasi, serta penyerahan estafet organisasi secara simbolis kepada pengurus organisasi yang baru. Sekretaris Program Internasional PSHPS FH UII,  Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LLM., Ph.D., dalam sambutannya mengapresiasi perkembangan dari kegiatan-kegiatan keilmuan yang sudah diadakan oleh kedua organisasi ini. Dodik Setiawan mengapresiasi JCI karena telah menyelenggarakan beberapa webinar yang relevan dengan isu hukum aktual serta SAIL yang aktif menorehkan prestasi di tingkat internasional. Selain itu, Dodik Setiawan juga berharap kepada kepengurusan JCI dan SAIL selanjutnya untuk dapat meningkatkan jumlah anggota organisasi. Mengingat dalam organisasi, sumber daya manusia adalah salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan kegiatan.

Dodik Setiawan juga mengingatkan kepada para mahasiswa untuk tetap semangat dalam berorganisasi. Ia juga menceritakan bagaimana JCI dan SAIL telah memiliki sejarah yang panjang dan alumni-alumni yang luar biasa. Dodik Setiawan juga membagikan bagaimana ia terlibat dalam pendirian JCI dan SAIL ketika ia masih menjadi mahasiswa Program Internasional PSHPS FH UII. “SAIL adalah istilahnya sebagai anak kandung saya, JCI juga adalah anak kandung saya. Jadi saya berharap kita semua dapat membangun organisasi ini menjadi lebih luas dan lebih bermanfaat bagi sivitas akademika FH UII.”

Dodik Setiawan memberikan penghargaan kepada ketua JCI dan SAIL periode sebelumnya. Penghargaan ini sebagai wujud apresiasi Program Internasional PSHPS FH UII atas dedikasi dan kerja keras mahasiswa dalam menjalankan organisasi. Ketua JCI periode sebelumnya, Akhiruddin Syahputra Lubis, dan Presiden SAIL, Arief Hasanul Husnan Nasution, mendapatkan plakat dan cinderamata sebagai simbol apresiasi yang diberikan oleh Program Internasional PSHPS FH UII. Selain itu, juga diberikan cinderamata bagi bagi ketua JCI periode 2021-2022, Muhammad Rifaldi Rizmawan. “Biar tidak panas mengemban amanah Ketua JCI”, ujar Dodik Setiawan sembari secara simbolik memakaikan topi kepada Rifaldi.

Menurut Rifaldi, momentum Gala Ceremony ini merupakan langkah awal bagi kepengurusan JCI yang baru untuk istiqomah membangun hubungan baik dan program kerja dengan Program Internasional PSHPS FH UII. “JCI sebagai organisasi kemahasiswaan memiliki peran yang signifikan dalam membangun cakrawala mahasiswa Program Internasional FH UII. JCI mengambil semangat kolaborasi serta progresif dalam menyongsong periode baru ini”.

Senin, 20 September 2021, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) terpilih menjadi Ketua PD APHTN-HAN DIY dengan masa pengabdian 2021-2026. Ia adalah Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. yang merupakan Guru Besar Departemen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII dan juga sebagai Dewan Penasihat Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK FH UII).

Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. selaku Direktur PSHK FH UII periode 2019-2022 dan dosen departemen HTN FH UII, berpendapat bahwa sangat menyambut baik dan apresiasi atas terpilihnya prof Nikmah sebagai Ketua PD APHTN-HAN DIY. Ia juga berharap agar Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. senantiasa diberikan kesehatan dan kesuksesan dalam menjalankan amanah sebagai ketua.

“Sebagai murid beliau, terpilihnya Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. merupakan bukti atas peran beliau dalam memajukan keilmuan HTN-HAN khususnya di wilayah DIY. Selain itu juga merupakan bukti bahwa beliau adalah sosok yang punya kapabilitas dan integritas. Semoga APHTN-HAN di DIY dapat berkiprah maju dan menjadi poros keilmuan” ujarnya.

Segenap keluarga besar FH UII mengucapkan selamat kepada Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. atas diangkatnya sebagai Ketua PD APHTN – HAN DIY dengan masa Pengabdian 5 (lima) tahun. Semoga amanah yang diembah membawa keberkahan dan dapat melebarkan kebermanfaatan dalam membawa masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Aamiin.

Program Internasional Program Studi Hukum Program Sarjana, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (IP FH UII) bekerja sama dengan Juridical Council of International Program Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (JCI) melaksanakan program vaksinasi dosis kedua kepada 21 mahasiswa, pada Rabu, (15-9-2021). Kegiatan ini sebagai keberlanjutan dari vaksinasi dosis pertama yang dilaksanakan pada Selasa (22-6-2021), di Rumah Sakit Universitas Islam Indonesia (RS UII), Bantul.

Sekretaris IP FH UII, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., yang mendampingi para mahasiswa, menyatakan bahwa vaksinasi merupakan ikhtiar dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19 yang belum menunjukkan adanya tanda usai. Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan vaksinasi menjadi pintu awal dalam pelaksanaan program-program Pemerintah dalam menyukseskan vaksinasi nasional serta pelaksanaan program-program Fakultas Hukum seperti sistem perkuliahan hybrid.

Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D. mengharapkan bahwa pandemi bisa segera usai sehingga kegiatan belajar mengajar di Fakultas Hukum, khususnya di Program Internasional Fakultas Hukum UII dapat berjalan normal dan dapat memaksimalkan berbagai program-program yag telah dicanangkan. Selain itu, ia juga meminta kerja sama kepada seluruh mahasiswa yang menerima injeksi vaksin kedua tersebut agar senantiasa berkomunikasi satu sama lain jika terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dialami oleh mahasiswa.

Oleh : Rahadian Diffaul Barraq S., S.H.