[KALIURANG]: Ujian Promosi Doktor yang diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Jumat (10/2) dipimpin oleh Ketua Sidang, Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum.
Promovendus, Mustafa Lutfi, S.Pd., S.H., M.H. memaparkan penelitiannya yang berjudul “Politik Hukum Penerapan Syarat Negarawan Dalam Proses Seleksi Calon Hakim Konstitusi” di depan Dewan Penguji yang terdiri atas:
- Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum.
- Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
- Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H.
- Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.PA.
- Dr. Suhartoyo, S.H., M.A.
- Dr. Ridwan, S.H., M.Hum.
Ia merasa politik hukum penerapan syarat negarawan dalam proses seleksi calon hakim konstitusi sangat urgen dan fundamental yang membuatnya mantap untuk melakukan penelitian ini.
Disertasi ini dibuat dengan tujuan, pertama menemukan original intent dan ratio legis UUD 1945 dalam menentukan syarat negarawan bagi calon hakim konstitusi. Kedua menemukan dan merekonstruksi implementasi syarat negarawan dalam proses seleksi calon hakim konstitusi oleh (DPR, Presiden, MA), dan yang terakhir yaitu untuk merumuskan dan menawarkan konsep negarawan yang ideal dalam proses sistem seleksi calon hakim konstitusi ke depan (ius constituendum).
Lutfi mengambil jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan filosofis, konseptual, perundang-undangan, historis dan perbandingan. Seluruh bahan hukum (primer, sekunder, tersier), diolah dan dilengkapi dengan wawancara, yang kemudian dianalisis menggunakan analisis yuridis filosofis.
Adapun temuan dalam penelitian ini: pertama enentuan syarat negarawan dalam risalah sidang perubahan UUD 1945 khususnya Pasal 24C ayat (5) merupakan resultante, karena secara filosofis berkaitan erat dengan tujuan lahirnya MK. Original intent dan ratio legis “negarawan” yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagai syarat hanya mencakup pengalaman yang cukup, pengetahuan luas, mendalam, kepribadian yang tidak tercela, serta berintegritas. Penempatan syarat negarawan berdampingan dengan syarat lain sejatinya menjadi tidak tepat, karena bersifat berulang/berlebihan (redundant).
Kedua Implementasi syarat negarawan dalam proses seleksi oleh (Presiden, DPR, & MA) secara konstitusional diatur dalam Pasal 24C ayat (3), (6), Pasal 25 UUD 1945.
Serta Pasal 34 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 35 UU Kekuasaan Kehakiman Pasca perubahan ketiga UU MK Pasal 20 ayat (1) & (2) juga tidak secara tegas mengamanatkan proses seleksi kepada tim pansel. Hal tersebut menyebabkan mekanisme sistem seleksi calon hakim konstitusi tidak seragam. Sehingga perlunya pelembagaan tim pansel satu pintu (one gate system) sebagai upaya merekonstruksi sistem yang lebih baku ideal dalam proses sistem seleksi calon 3) Konsep negarawan yang hakim konstitusi ke depan (ius constituendum) menggunakan metode model standardisasi pembaharuan hukum dalam mengukur syarat negarawan melalui penelusuran track record data pribadi berbasis teknologi informasi.
Metode alternatif yang dapat digunakan oleh tim pansel antara lain: paradigma konsep negarawan Pancasila dan konsep negarawan Profetik sebagai model ideal dalam mentransformasikan nilai Ketuhanan dan spirit Kenabian, menuju kemaslahatan bangsa yang lebih maju, adil, beradab berbasis Pancasila dan (baldatun toyyibatun warobbun ghofur) menjadi kenyataan.
Dengan adanya penelitian ini, Mustafa merekomendasikan gagasannya, antara lain pertama urgensi standarisasi syarat negarawan dalam materi muatan UUD 1945 sebagai pedoman konsensus ketatanegaraan, sehingga amandemen merupakan keniscayaan.
Kedua gagasan pelembagaan tim pansel satu pintu (one gate system) dalam upaya merevisi UU MK khususnya penambahan Pasal 20 ayat (3) & (4) sebagai konsensus politik hukum ke depan.
“Dan yang terakhir, seyogyanya perlu pembaharuan hukum satu atap dalam pelaksanaan standarisasi sistem seleksi dan pengawasan tim panitia seleksi melalui revisi keempat UU MK dengan merumuskan dan mengadopsi konsep negarawan yang ideal yakni konsep negarawan Pancasila dan negarawan Profetik sebagai paradigma alternatif.” paparnya.”
Promovendus merupakan seorang dosen dan mengajar di Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Ujian terbuka ini dihadiri oleh Dekan, Ketua Program Studi, serta rekan-rekan dosen dari Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tidak hanya dari kalangan kampusnya, dihadiri juga oleh Ketua Komite Etik Dewan Profesor UB & Kaprodi S2 Wasantanas Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang, Presidium KAHMI Malang Raya & Dewan Pembina Malang Corruption Watch (MCW) Malang, Bawaslu Jawa Timur, Sekretaris Pusat Studi Peradaban LP2M Universitas Brawijaya Malang & Tim, dan yang terkahir yaitu Yayasan Peradaban Nuswantara Malang.
Promovendus berhasil lulus ujian dengan IPK 3,96 dan predikat Sangat Memuaskan. Dalam kesempatan ini, Promotor, Co-Promotor, dan para dewan penguji berbangga dengan hasil yang dicapai.