“Bila kami hendak membinasakan suatu negeri, kami jadikan orang-orang yang melampaui batas sebagai penguasa (mayoritas), kemudian mereka menyeleweng dari kebenaran, maka layaklah kutukan kami terhadap mereka, kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (Qs.Al-Israa:16).
DISKUSI PANEL
KEBIJAKAN PERTANAHAN DAN MASA DEPAN PETANI INDONESIA
Departemen Hukum Administrasi Negara FH UII
Latar Belakang.
“Bila kami hendak membinasakan suatu negeri, kami jadikan orang-orang yang melampaui batas sebagai penguasa (mayoritas), kemudian mereka menyeleweng dari kebenaran, maka layaklah kutukan kami terhadap mereka, kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (Qs.Al-Israa:16).
Negara Indonesia adalah salah satu dari sekian besar Negara-negara dunia yang hidup dan bergantung dari sektor pertanian yang pernah diberi gelar sebagai Negara swasembada beras. Seiring berjalannya waktu dan bergantinya pemerintah yang berkuasa, masa depan kaum petani menjadi suatu problem. Hal ini tentunya tidak terlepas dari masalah tanah.
Tanah adalah masalah yang sangat berkaitan dengan masalah keadilan, karena sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Selama ini dalam rangka pembangunan, hukum tanah nasional mengalami banyak kritikan dan tantangan khususnya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang perlu dilakukan dengan pendekatan yang mencerminkan pola pikir pro-aktif dilandasi sikap kritis dan obyektif.
Pendekatan kritis diperlukan untuk memberikan pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan, kepastian hukum, dan manfaat bagi masyarakat.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang lahir pada tanggal 24 September 1960 dan dibuat pada masa Orde Lama, ternyata dalam pelaksanaannya telah mengalami penyimpangan. Nampak ketika hukum agraria yang diimplementasikan lebih banyak mengedepankan kepentingan penguasa dan para pemilik modal, sedangkan kepentingan rakyat dinegasikan demi “pembangunan”, khususnya kaum petani. Hal ini telah membawa petaka tidak hanya bagi kaum petani juga terhadap disintegrasi bangsa dan negara. Untuk itu diperlukan sebuah pemikiran yang tidak berhenti pada kuantitas peraturan namun pada kualitas kebijakan yang dihasilkan. Seperti halnya berbagai kebijakan yang diterbitkan pada dasawarsa terakhir, semakin memperlihatkan adanya kecenderungan untuk memberikan berbagai kemudahan atau hak yang lebih besar pada sebagian kecil masyarakat dan belum diimbangi dalam perlakuan yang sama bagi kelompok masyarakat yang terbanyak.
Hal yang mendasari adalah sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “…untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, untuk dikuasainya tanah oleh Negara. Ketentuan tersebut mengandung pokok pikiran bahwa kebutuhan tanah bagi perseorangan, masyarakat dan Negara, memerlukan suatu kewenangan atau kekuasaan, kekuatan atau kemampuan, dan kecakapan yang berfungsi untuk memenuhi tujuan tersebut.
Pertanyaan yang muncul, sebagaimana dikemukakan oleh Winahyu Erwiningsih (2009) dalam disertasinya, adalah mana yang lebih didahulukan: masyarakat atau perseorangan? Apakah kebijakan pertanahan yang diterbitkan dapat merupakan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat?
Cita-cita UUPA adalah melaksanakan perubahan secara mendasar terhadap relasi agraria yang ada agar menjadi lebih adil dan memenuhi kepentingan rakyat petani. Terdapat tiga konsep dasar dalam UUPA (Anonim, 2002:3), yaitu: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat; eksistensi dan wewenang Negara sebagai organisasi tertinggi bangsa dinyatakan dalam hak menguasai Negara atas bumi, air, dan ruang angkasa sebagai penjabaran Pasal 33 UUD 1945 yang digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat; serta pelaksanaan program landreform.
Cita-cita UUPA itu terlihat jelas sekali ketika konsep keadilan seperti yang pernah diungkapkan oleh Prof. Maria, bahwa di dalam hubungan antara Negara dan warga Negara, yang mengandung pemahaman bahwa warga Negara mempunyai kewajiban untuk memberikan sumbangan kepada Negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, dan bahwa Negara berkewajiban untuk berbagi kesejahteraan kepada para warga negaranya sesuai dengan jasa atau kemampuan dan kebutuhan masing-masing (secara proporsional). Diterjemahkan dalam kebijakan pertanahan menjadi: berbagai ketentuan yang dibuat itu hendaklah memberikan landasan bagi setiap orang untuk mempunyai hak dan kesempatan untuk menerima bagian manfaat tanah baik bagi diri sendiri maupun keluarganya sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak.
Tujuan
1. Meningkatkan kepedulian terhadap nasib para petani Indonesia.
2. Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Administrasi Negara, khususnya Hukum Agraria.
3. Ikut serta mewujudkan masa depan petani yang adil dan membangun Negara Indonesia yang berorientasi pada keunggulan bangsa.
Sasaran Kegiatan:
1. Akademisi.
2. Mahasiswa.
3. LSM/Organisasi yang bergerak dalam bidang pertanian/Masyarakat Petani.
4. Perwakilan pejabat/pegawai BPN se-DIY.
Pembicara:
1. Dr.Hj. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum. (Dosen FH UII), dengan tema: “Hak Menguasai Negara atas Tanah untuk Mewujudkan Kesejahteraan Petani” (aspek filosofis).
2. Ir. Sri Susanti Amiyatsih, MS. (Kepala Kantor BPN DIY), dengan tema: “Kebijakan Pertanahan sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani”.
3. Prof.Dr. Mochammad. Maksum (Guru Besar Teknologi Pertanian UGM), dengan tema: “Peran Negara dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani”
Waktu Pelaksanaan:
Kamis, 30 Juli 2009, 09.30-13.00 wib., di Ruang Sidang Utama lt.3, FH UII, jalan Tamansiswa nomor 158, Yogyakarta (55151).
Manual Acara:
Kamis, 30 Juli 2009
09.30 – 10.00 : Registrasi Peserta.
10.00 – 13.00 : Pokok Acara ( Diskusi Panel).
Susunan Kepanitiaan:
Penanggungjawab: Dekan FH UII
SC: Masyhud Asyhari, SH., M.Kn.
E. Zainal Abidin, SH., MPA.
Moh. Hasyim, SH., M.Hum.
Mila Karmila Adi, SH., M.Hum. (ex officio)
OC:
Ketua : Mila Karmila Adi, SH., M.Hum.
Sekretariat : Sihminten
Andri Irawan
Bendaha : Karnen
Pubdekdok : Amir
Acara & Umum : Hernando
Reza.
Dimas
Penutup.
Demikian proposal ini dibuat untuk dapat disetujui dan dilaksanakan sesuai rencana.
Yogyakarta, 1 Juli 2009
Ketua Departemen HAN,
ttd
H.Moh.Hasyim, SH., M.Hum.