Tag Archive for: FH UII

(TAMAN SISWA); Prestasi membanggakan kembali diraih oleh para mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) di Pekan Olah Raga (POR) Badan Pembinan olah raga Mahasiswa (Bapomi) DI Yogyakarta. Para mahasiswa UII meraih 3 (tiga) kejuaraan sekaligus di cabang olah raga (cabor) bulutangkis pada kategori tunggal putra dan ganda putra. Perlombaan tersebut digelar di Lapangan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) pada tanggal 27-28 November 2021.

Mahasiswa UII yang berhasil meraih kejuaraan pada kategori tunggal putra yaitu antara lain Ahmad Raihan Ishak dari Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya (FPSB), berhasil meraih emas dan Alvianto Nugroho dari Fakultas Hukum (FH) behasil meraih perunggu. Sementara pada kategori ganda putra, Fahmi Aulia bersama Rafi Evan dari Fakultas Bisnis dan Eknomika (FBE) meraih emas.

Hadiah yang didapat pada ajang perlombaan ini yaitu piala dan piagam. Kemenangan ini tidak serta merta diraih tanpa adanya usaha, keempat mahasiswa UII melakukan latihan rutin di Phoenix Badminton Center dan GOR Keluran Sedan.

“Perlombaan ini sebagai ajang untuk mencari bibit-bibit atlit, agar bisa mewakili ke tingkat nasional. Sekaligus sebagai untuk membawa nama UII di perlombaan tingkat nasional cabor bulutangkis. Kami meminta doanya supaya di beri kelancaran, kemudahan dan kesuksesan. Aamiin.” ungkap Susanto Pego, pendamping dan juga orang tua dari Alvianto.

Memasuki semifinal, keempat mahasiswa UII didampingi oleh Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H., yang merupakan Dekan FH UII . Ia datang memberi semangat kepada tim perwakilan UII. Sedangkan pada final, didampingi oleh Drs. Nanang Nuryanta, M.Pd. selaku Direktur Sarana & Prasarana UII.

Nantinya, pemenang pada setiap cabor tingkat daerah akan diikutsertakan lagi di tingkat nasional yaitu Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas). Pomnas rencananya akan diselenggarakan di Sumatera Barat pada Oktober 2022 mendatang.

(TAMAN SISWA); Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Alvianto Nugroho memenangi ajang bulutangkis yang disekelenggarakan oleh PANDORA Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Student Cooperative Anniversary Ke-27.

Alvianto sapaan akrabnya bertarung di Gedung Olahraga (GOR) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Ia berhasil memperoleh juara 1 pada kategori Tunggal Putra. Dengan kemenangan tersebut, maka bertambah lagi prestasi yang ditorehkan Alvianto.

 

 

(TAMAN SISWA); Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) melaksanakan Simposium HTN Kedua. Rangkaian kegiatan Simposium HTN tersebut berupa Webinar Nasional dan Call for Paper. Kegiatan dilaksanakan secara daring melalui media Zoom Meeting dan Youtube Fakultas Hukum UII pada tanggal 27 – 28 November 2021 dengan mengangkat tema “Quo Vadis Lembaga Negara Independen”.

Simposium HTN Kedua mendapatkan respon yang baik dari berbagai pihak. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah peserta Webinar Nasional yang mencapai angka 400 lebih partisipan dan terdapat 28 paper yang dipresentasikan.

Pelaksanaan Webinar Nasional dimulai dengan sambutan dan pembukaan yang disampaikan oleh Rektor UII, yaitu Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. Dalam sambutan tersebut beliau menyampaikan bahwa webinar ini memiliki tujuan yang sangat penting yaitu untuk melakukan refleksi bersama mengenai keberadaan Lembaga Negara Independen (LNI). Kemudian beliau juga meyakini bahwa setelah webinar dilaksanakan maka akan semakin beragam dan meluas perspektif masyarakat mengenai LNI.

Keynote Speaker pada Simposium HTN adalah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia. Sebagai pembicara kunci pada webinar tersebut beliau menyampaikan materi mengenai “Dasar Pemikiran dan Quo Vadis Lembaga Negara Independen di Indonesia”. Selanjutnya, Dr. Zainal Arifin Mochtar sebagai pembicara pertama merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Beliau menyampaikan materi mengenai “Latar Belakang Munculnya LNI dan Studi Perbandingan LNI di Beberapa Negara”. Rekomendasi yang disampaikan oleh beliau untuk merespon isu mengenai kedudukan dan keberadaan Lembaga Negara Independen adalah diperlukannya blueprint seperti undang-undang khusus yang mengatur mengenai penataan LNI. Hal ini diharapkan agar menciptakan efektifitas kelembagaan.

Pembicara kedua pada Simposium HTN Kedua ini yaitu Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., beliau merupakan Guru Besar HTN FH UII. Materi yang disampaikan oleh beliau yaitu mengenai “Quo Vadis LNI di Indonesia”. Dalam menyampaikan materi tersebut, Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. menyampaikan rekomendasi yang tepat adalah LNI perlu didudukkan pengaturannya dalam kerangka sistem ketatanegaraan Indonesia modern dan sekaligus dalam kerangka pengembangan sistem hukum nasional yang lebih menjamin keadilan dan demokrasi di masa yang akan datang.

Pembicara ketiga sebagai penutup dari rangkaian acara webinar Simposium HTN di hari pertama adalah Dr. Jamaluddin Ghafur, S.H., M.H., yang merupakan Dosen FH UII. Beliau menyampaikan materi mengenai keberadaan lembaga KPU dan KPUD di Indonesia.

Pelaksanaan webinar Simposium HTN dilanjutkan pada hari kedua yaitu Minggu, 28 November 2021. Sama dengan pelaksanaan di hari sebelumnya, narasumber yang menyampaikan materi berjumlah tiga orang dengan pembahasan mengenai LNI secara umum. Berbeda dengan webinar di hari kedua yang mana pokok pembahasannya lebih spesifik untuk mengkritisi beberapa LNI di Indonesia seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Webinar dimulai pukul 09.00 WIB dengan pembicara pertama yaitu Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.H., yang merupakan Ketua KY Tahun 2013 – 2015. Beliau menyampaikan materi dengan judul “Idealita dan Realita Peran KY RI dalam Mewujudkan Kekuasaan Kehakiman yang Independen”. Kemudian pembicara kedua yaitu Sandryati Moniaga yang merupakan Komisioner Komnas HAM. Beliau menyampaikan materi mengenai “Independensi Komnas HAM: Antara Realita dan Idealita”. Terakhir, webinar hari kedua ditutup dengan penyampaian materi mengenai “Eksistensi KPK di Indonesia” yang disampaikan oleh Anang Zubaidy, S.H., M.H selaku Dosen FH UII.

Materi webinar dapat dilihat pada tautan berikut:

  1. AKUNTABILITAS KEKUASAAN KEHAKIMAN: MENIMBANG WEWENANG KOMISI YUDISIAL
  2. Eksistensi KPK di Indonesia
  3. Rekonstruksi Peran dan Tugas KPU
  4. Quo Vadis Komisi Negara
  5. Komnas HAM Lembaga Independen

(TAMAN SISWA); Pada tanggal 19, 20, 26 dan 27 November 2021 Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bekerjasama dengan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KEMENKUM HAM RI) yang dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) yang diikuti oleh mahasiswa/i Fakultas Hukum yang sedang menempuh Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dimana pemateri dalam pelatihan ini di isi oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan dari Kemenkum HAM RI.

Pelatihan pembentukan peraturan perundang-undangan ini mengangkat tema “Merancang Sistematika Peraturan Perundang-undangan.” Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintah suatu negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat. Sebagai suatu wacana untuk melaksanakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan adanya suatu peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di buka oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H dan Kaprodi Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. Pelatihan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan pemateri, dimana dalam pertemuan pertama pemateri memberikan materi terkait hal perancangan, penyusunan, dan penulisan rancangan maupun perubahan peraturan perundang-undangan.

Setelah pelatihan minggu pertama, pendamping memberikan soal simulasi yang di kirimkan melalui google classroom dan melakukan pendampingan melalui grup whatsapp serta pendamping mengadakan pertemuan secara daring dalam waktu pengerjaan soal simulasi. Pertemuan minggu kedua, pemateri mereview hasi simulasi ang telah kumpulkan melalui google classroom yaitu pembuatan naskah hukum dan soal essay terkait pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pelatihan diisi oleh empat pemateri yaitu Bapak M. Waliyadin, S.H., M.Si. yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Pemateri kedua yaitu Ibu Andriana Krisnawati, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Standarisasi dan Bimbingan Perancang Peraturan Perundang-undangan. Pemateri ketika yaitu Ibu Reni Oktri, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Perancangan Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda merangkap Kepala Seksi Bimbingan dan Konsultasi Perancang Peraturan Perundang-undangan. Pemateri keempat yaitu Prahesti Sekar Kumandhani, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Perancangan Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda.

Soal Simulasi diberikan pada tanggal 19 dan 20 November 2021 lalu pengumpulan hasil simulasi pada 24 dan 25 November 2021, simulasi di laksanakan dengan sistem kelompok dimana dalam satu kelompok  ada 3-4 pendamping yang membantu peserta apabila ada kesulitan saat membuat simulasi, dengan memberikan waktu 4 hari pengerjaan simulasi dan selalu di damping oleh pendamping melalu group whatsapp dan pertemuan dengan zoom, sehingga apabila ada peserta yang bertanya akan langsung pendamping jawab dan tidak ada pengulangan pertanyaan sehingga peserta pun mengetahui hal tersebut.

Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tutup secara resmi oleh Kaprodi Fakultas Hukum UII yaitu Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. dan Sekretaris Jurusan Hukum yaitu Bagya Agung Prabowo, S.H., M.H., Ph.D. Dalam penutupan disampaikan bahwa besar harapan Fakultas Hukumtuk pembangunan hukum di Indonesia dan mengharapkan kerjasama dan kedepannya dapat diadakan pelatihan yang serupa bersama Kementrian Hukum dan HAM RI bersama Pusdiklat FH UII. Peserta juga memberikan kesan dan pesan untuk Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, meskipun pelaksanaan pelatihan kali ini masih dilaksanakan dengan metode daring (dalam jaringan) tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat peserta dalam mengikuti pelatihan ini.

 

(TAMAN SISWA); Serangkaian acara Temu Alumni Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) diakhiri dengan chapter Akademisi, Aparatur Sipil Negara (ASN), Peneliti, Pegiat Masyarakat, dan Enterpreneur. Temu Alumni FH UII diadakan dengan tujuan yaitu pengembangan SDM dan Kurikulum dalam Rangka Menunjang Profesi Hukum yang Berintegritas dan Profesional.

Temu Alumni FH UII dengan mengusung chapter Akademisi, Aparatur Sipil Negara (ASN), Peneliti, Pegiat Masyarakat, dan Enterpreneur berlangsung secara dalam jaringan (daring) melalui media Zoom Meeting. Acara ini dilaksanakan pada Sabtu (06/11).

Acara ini dibuka oleh Dekan FH UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah rangkain dari acara Alumni Bedol Kampus yang akan dilaksanakan pada Februari, 2022. Acara tersebut direncanakan digelar di Gedung Baru FH UII yang berada pada Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang KM 14.5 Yogyakarta.

Dalam sambutannya Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. juga meminta doa dan restu kepada para alumni, karena FH UII akan melakukan re-akreditasi program Magister Kenotariatan pada bulan November ini. “Insyaallah pada pertengah bulan November ini kita akan submit untuk re-akreditasi program Kenotariatan. Mudah-mudahan program ini akan menjadi Unggul agar keempat program yang dimiliki FH UII mendapat akreditasi Unggul semuanya.”

Dijelaskan oleh Dekan FH UII bahwa akan ada program studi (prodi) baru yaitu Hukum Bisnis dan Teknologi. Prodi ini nantinya akan dibuka pertama kali pada masa Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UII Tahun Ajaran 2022/2023.

Selanjutnya yaitu sesi sesi Focus Group Discussion (FGD). Sesi FGD kali ini dipandu oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. selaku moderator. Beliau adalah salah satu Guru Besar FH UII, saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana dan Direktur Pusat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) FH UII. Pada sesi FGD, salah satu topik pembahasannya yaitu kuliah daring di masa pandemi.

 

Tangkapan layar acara Temu Alumni

Acara ini ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin secara langsung oleh Dr. Drs. Muntoha, S.H., M. Ag. yang merupakan Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Mahasiswa dan Alumni FH UII dan dilanjutkan dengan penutupan acara dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni yaitu Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag.

Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Pandemi Covid-19 menghantui seluruh umat manusia dunia saat ini. Ribuan orang meninggal. Dampak lainnya bermunculan, salah satunya rasa cemas, takut, stres, dan depresi. ­­­Kementrian Kesehatan mencatat bahwa selama pandemi Covid sampai Juni 2020, setidaknya terdapat 277 ribu kasus kesehatan jiwa di Indonesia. Angka ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2019. Pada tahun 2021, WHO menjelang Peringatan Hari Kesehatan Jiwa 10 Oktober merilis data mengejutkan bahwa hampir 1 milyar orang, atau 1 dari 7 manusia dunia terkena gangguan mental.

Data di atas memberikan gambaran bahwa pandemi dengan ragam masalahnya seperti pemutusan hubungan kerja, usaha yang kolaps, informasi Covid-19 yang dramatis, dan beberapa kondisi eksternal lain yang mengakibatkan kekhawatiran berlebih. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa Kesehatan jiwa menjadi penyebab membesarnya jumlah difabel mental di dunia. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 mendefinisikan difabel mental sebagai orang yang terganggu fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain : (a) psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxitas, dan gangguan kepribadian; dan (b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial diantaranya autis dan hiperaktif.

Membesarnya jumlah difabel mental dengan ragam faktornya menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagaimana pemangku kebijakan dapat memastikan interaksi sosial, partisipasi, layanan Kesehatan, dan hak-hak difabel mental dapat terpenuhi. Ada banyak sektor yang harus diperbaiki. Salah satu yang penulis ingin ulas ialah sektor di bidang hukum, di mana saat difabel mental berhadapan hukum, baik sebagai korban, pelaku, dan atau pun saksi, proses hukum harapannya dapat menjamin pemenuhan hak atas peradilan yang fair.

Tantangan Hukum

Salah tantangan serius penanganan difabel mental ialah bagaimana mengenali tingkat kesadaran tindakan difabel saat melakukan tindakan hukum. Difabel mental yang terkatagori depresi dan bipolar mungkin mudah identifikasi dan menilai pertanggungjawabannya, tetapi pasti akan sangat sulit kalau difabel mentalnya terkatagori skizofrenia. Butuh pelibatan ahli untuk menilai, apakah tindakan seorang skizofrenia dalam kondisi relaps (kambuh), dan atau dalam kondisi sadar.

Skizofrenia menurut ahli dikatakan sebagai gangguan kejiwaan yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguannya menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi (mendengar suara atau melihat hal-hal yang bagi orang lain tidak), delusi/waham (keyakinan yang bagi orang lain tidak berdasar), kekacauan berfikir, dan memperlihatkan perubahan perilaku. Saat dalam kondisi relaps penderita skizofrenia umumnya sulit membedakan antara kenyataan dan pikiran lain yang menyelimutinya.

Dalam kasus pidana, pertanyaan yang mengemuka :  apakah seseorang yang mengalami skizofrenia dapat dimintai pertanggugjawaban hukum? Kapan ia bisa bertanggungjawab? Pasal 44  ayat (1) KUHP berbunyi “Tidak dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabnkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”  Ketentuan ini dikenal dengan alasan pemaaf  pelaku tindak pidana karena dianggap kurang sempurna akalnya.

Dalam kasus perdata, pertanyaan yang mengemuka : apakah seseorang skizofrenia, bipolar, anxietas, dan beberapa difabel mental yang lain dianggap cakap melakukan perbuatan hukum? Merujuk pada Pasal 433 KUH Perdata yang berbunyi, “Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya…” Bunyi pasal ini jelas menghilangkan kapasitas hukum difabel skizofrenia, bahkan ragam difabel yang lebih luas. Tidak cukup jelas juga bagaimana mekanisme dan pengawasan pengampuan difabel mental sehingga hak-hak keperdataannya tidak terciderai sebagaimana terjadi pada sebagian besar difabel mental yang hak miliknya diambil alih oleh pengampunya.

Secara umum, substansi pasal KUHP dan KUH Perdata sudah tidak selaras dengan Undang-Undang No. 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam dua regulasi ini sangat tegas bahwa difabel mental dengan ragam hambatannya memiliki legal capacity, diakui sebagai subyek hukum, harus diberlakukan setara di hadapan hukum, dan tidak boleh didiskriminasi atas dasar disabilitasnya.

Pasal 12 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan bahwa negara wajib mengambil Langkah-langkah yang tepat untuk menyediakan akses bagi penyandang disabilitas terhadap bantuan yang mungkin mereka perlukan dalam melaksanakan kapasitas hukum penyandang disabilitas. Saat ini sudah dikembangkan konsep supported decision making, dimana difabel mental tidak serta merta dihilangkan kapasitas hukumnya dengan jalan pengampuan yang tidak jelas kapan berakhirnya, tetapi difabel tersebut semestinya dibantu oleh pihak terpercaya dalam membuat keputusan. Konsep supported decision making dinilai menjadi jalan keluar dimana banyak difabel di Indonesia saat ini telah dimatikan hak-hak keperdataannya.

Tantangan lain saat difabel mental berhadapan hukum ialah pada prosedur acaranya, di mana aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan dan hakim di pengadilan harus memastikan pemenuhan akomodasi yang layak. Beberapa hal yang harus dipastikan sesuai Peraturan Pemerintah No. 39/2020 yaitu terkait penilaian personal (profil assessment) yang diajukan kepada dokter atau psikolog/psikiater, penyediaan penerjemah, penyediaan pendamping disabilitas, penyediaan pendamping hukum, pemenuhan layanan dan sarana prasarana yang aksesibel, serta aparat penegak hukum yang menangani kasus harus memahami isu disabilitas.

Tangungjawab berikutnya dan saat ini telah dikawal oleh banyak jaringan aktifis difabel ialah bagaimana prosedur acara yang baru diatur dalam Peraturan Pemerintah semestinya dikembangkan ke dalam peraturan dan kebijakan internal institusi peradilan, baik itu Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Kejaksaan Agung, dan atau Peraturan Kapolri.

Tulisan ini telah dimuat dalam Koran Republika, 5 November 2021.

 

 

 

TAMAN SISWA; Pada hari Jumat dan Sabtu 22 – 23 Oktober 2021 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia telah melaksanakan kegiatan Kuliah Intensif dengan Anggota DPR RI. Tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah “Kuliah Intensif Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan FH UII (Praktik Legislasi sebagai Cermin Demokrasi dalam Rancangan Undang-Undang)”. Kegiatan ini dilaksanakan setiap semester guna memberikan materi tambahan dalam mata kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan menciptakan sumber daya manusia, khususnya lulusan FH UII yang handal dalam bidang peraturan perundang-undangan dan dapat menerapkan dalam praktik yang sebenarnya.

Kegiatan kuliah Intensif ini dihadiri oleh 282 Peserta yang terdiri dari Mahasiswa Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Semester Ganjil TA. 2021/2022, Dosen, Asisten Praktikum Pengajar Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pimpinan Fakultas Hukum UII serta Panitia Pelaksana. Kegiatan ini dibagi menjadi (dua) hari dengan pemateri masing-masing fraksi yaitu Emmanuel Josafat Tular, S.IP., M.Si. (Fraksi Partai NasDem), Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag., M.Hum., M.A., Yusran Isnaini, S.H., M.Hum. (Fraksi Partai PAN), Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H., Ali Slamande, S.H., LLM. (Fraksi Partai PKS).

Jumat, 22 Oktober 2021, kuliah intensif dimulai Pukul 13.30 sampai dengan 16.00 WIB, acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan pemaparan materi oleh Bapak Emmanuel Josafat Tular, S.IP., M.Si. Selaku tenaga ahli dari Fraksi NasDem.

Sabtu, 23 Okober 2021, dibagi menjadi 2 sesi yaitu sesi 1 Pukul 07.30 sampai 10.15 WIB acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H., dan Ali Salmande, S.H., LLM. selaku tenaga ahli Fraksi PKS. Sebelum acara penutupan, anggota DPR RI dari Fraksi PKS sekaligus Wakil Ketua Fraksi PKS oleh Sukamta, Ph.D. menyampaikan sambutannya. Sedangkan Sesi II dilaksanakan pada Pukul 08.45 sampai 11.15 WIB acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan pemaparan materi oleh oleh Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag., M.Hum., M.A., Yusran Isnaini, S.H., M.Hum. Selaku tenaga ahli Fraksi PAN.


Pada kuliah intensif kali ini, para pemateri menyampaikan terkait tahapan pembentukan Undang-Undang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Selain itu juga disampaikan secara rinci oleh pemateri tahapan Pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang mulai dari Pembicaraan Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II atau pengambilan keputusan. Pemateri juga menyampaikan proses pembentukan Undang-Undang yang sedang actual saat ini seperti proses pembentukan UU Cipta Kerja, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU lainnya yang membuat sesi materi ini menjadi lebih menarik.

Setiap sesi penyampaian materi selesai disampaikan, mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya langsung kepada pemateri tentang materi maupun isu terbaru yang berkaitan dengan tema yang diusung. Antusias mahasiswa untuk mengikuti kuliah intensif ini dapat terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan mahasiswa kepada pemateri baik pertanyaan yang diajukan secara langsung maupun pertanyaan melalui chat room pada zoom serta dikaitkan dengan kasus riil terkait proses pembentukan RUU yang lagi aktual saat ini.


Fakultas Hukum UII berharap kegiatan ini khususnya keigatan dengan DPR RI dalam mata kuliah pembentukan peraturan perundang-undanga ini dapat terus berjalan setiap semester walaupun secara daring dikarenakan pandemi Covid-19. Fakultas Hukum UII berharap ketika semua kegiatan di masyarakat khususnya sistem perkuliahan kembali normal, kita dapat melaksanakan kegiatan ini langsung di Gedung DPR RI Jakarta.

 

 

 

(TAMAN SISWA); Rangkaian acara Temu Alumni yang diadakan oleh Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) pekan ini diisi dengan Chapter Notaris. Temu Alumni Chapter Notaris dilaksanakan secara virtual pada 16 Oktober 2021.

Rangkaian acara Temu Alumni dimulai pada tanggal 25 September 2021, dengan dibagi menjadi beberapa chapter, yang pertama chapter Hakim, kedua chapter Jaksa&Polisi, kemudian dilanjutkan dengan chapter Advokat, dan chapter Notaris. Temu Alumni chapter Notaris bertujuan untuk mengembangkan SDM dan Kurikulum dalam rangka menunjang profesi hukum yang berintegritas dan professional.

Pada kesempatan kali FH UII mengundang Aulia Taufani, S.H. untuk menjadi Keynote Speaker. Beliau merupakan seorang Notaris dan sebagai pengajar di Program Magister Kenoktariatan FH UII.

Pada sambutannya, Dekan FH UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. menyampaikan terima kasih kepada alumni-alumni FH UII yang berprofesi sebagai Notaris karena telah berkenan berpartisipasi dan antuasias pada acara Temu Alumni Chapter Notaris.

“Mari kita bersama-sama berdoa, agar pandemi segera berakhir khususnya di Kota Jogjakarta ini. Agar FH UII dapat melaksanakan

“Jika pandemi sudah berakhir, FH UII akan mengadakan suatu acara bertajuk Alumni Pulang Kampus. Rencananya agenda kegiatan ini kami jadwalkan pada tahun 2022, di bulan Februari atau Maret.” ungkap Dekan FH UII.

Sementara itu, Aulia Taufani, S.H. sebagai Keynote Speaker membawa materi dengan tema Kontribusi Pemikiran Notaris/PPAT: Pengembangan SDM dan Kurikulum dalam Rangka Menunjang Notaris/PPAT yang Berintegritas dan Profesional.

Ia menjelaskan perbedaan antara Notaris, Akta Notaris, dan Kewenangan Notaris menurut UUJN. Notaris yaitu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 (“UUJN”)).

Kemudian, untuk Akta Notaris selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang diterapkan dalam Undang-Undang ini. (Pasal 1 ayat 7 UUJN).

“Notaris berwenang dalam membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberika grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. (Pasal 15 ayat 1 UUJN)” jelas Aulia.

Hasil Tangkapan Layar Saat Aulia Taufani, S.H. saat memaparkan materi

Seperti acara Temu Alumni chapter-chapter sebelumnya, pada Chapter Notaris tetap diadakan sesi Focus Group Discussion (FGD). Sesi FGD kali ini dipandu oleh Masyhud Azhari, S.H., M.K.nn selaku moderator. Beliau juga merupakan dosen senior Magister Kenotariatan FH UII. Acara ini ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin secara langsung oleh Dr. Drs. Muntoha, S.H., M. Ag. yang merupak Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Mahasiswa dan Alumni FH UII.

Hasil Tangkapan Layar Para Peserta Temu Alumni Chapter Notaris

Hasil Tangkapan Layar Para Peserta Temu Alumni Chapter Notaris

(TAMAN SISWA); Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Temu Wali Mahasiswa Baru Tahun Ajaran 2021/2022. Acara tersebut merupakan acara rutin yang diadakan setiap tahunnya, karena berujuan untuk mengenalkan kampus kepada orang tua maupun wali mahasiswa.

Sekitar 400 orang tua/wali dari mahasiswa yang turut hadir di acara Temu Wali Mahasiswa secara virtual melalui kanal YouTube Fakultas Hukum UII, Minggu (24/10/2021).

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M. Ag, dalam sambutan pada pembukaan acara tersebut mengatakan, UII adalah pionir pendidikan tinggi Indonesia yang dilahirkan oleh para pendiri bangsa pada 27 Rajab 1364 hijriah yang bertepatan dengan 8 Juli 1945 masehi, sekitar 40 hari sebelum Indonesia merdeka.

“Di UII, mahasiswa tidak hanya belajar disiplin ilmu pilihan, tetapi juga memperdalam ilmu agama dan mengamalkannya, serta mengasah kepedulian sosial sebagai anak bangsa. Semangat keilmuan, keislaman, dan kebangsaan dipertemukan dalam harmoni. Ikutilah ektrakulikuler-ektrakulikuler yang diadakan oleh kampus.” ungkap Dr. Drs. Rohidin, S.H., M. Ag.

Beliau juga menyampaikan, UII mengharapkan para alumni diharapkan memiliki sensitivitas dalam artian memiliki sensitif terhadap masalah yang ada di kebangsaan maupun di lingkungan sekitar. Tak lupa alumni tetap perlu mengembangkan diri.

Dr. Baroto, S.H., M.H.  perwakilan wali dari mahasiswa baru FH UII yang juga merupakan seorang Direktur Tata Negara Kementrian Hukum dan HAM RI dalam sambutannya menyampaikan bahwa alumni-alumni FH UII sudah tersebar di banyak sektor, baik itu sektor swasta maupun sektor pemerintahan. “Dikarenakan alumni-alumni yang sudah tersebar itulah yang memunculkan rasa kepercayaan kepada kami, dan timbul rasa yakin untuk menitipkan putra-putri kami ke universitas terbaik di negeri ini.  Semoga kepercayaan ini bisa kami tularkan ke putra-putri kami. Universitas Islam Indonesia adalah pilihan yang tepat.” jelas Dr. Baroto, S.H., M.H.

Hasil tangkapan layar, Dr. Baroto, S.H., M.H. saat menyampaikan sambutannya.

Temu Wali Mahasiswa FH UII turut mengundang dan dihadiri oleh beberapa alumni antara lain Fasya Addina, S.H., LL. M. yang saat ini berprofesi sebagai Legal Associate, International Red Cross and Red Cresent (ICRC), Geneva, Swiss, Dr. H.M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. merupakan Ketua Komisi Yudisial RI 2005-2010 dan pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi RI 2010-2011, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. alumni sekaligus dosen FH UII dari Departemen Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U. alumni sekaligus dosen FH UII dari Departemen Hukum Tata Negara yang juga menjabat saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju periode 2019–2024 Pemerintahan Presiden Joko Widodo-K.H Ma’ruf Amin. Terakhir yaitu Tomy Ristanto, S.H., M.I.K. alumni FH UII yang juga pernah menjadi Moderator Debat Calon Presiden 2019.

Acara tersebut dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan kepada mahasiswa 10 mahasiswa berprestasi tahun akademik 2020/2021. 10 mahasiswa tersebut terdiri dari tujuh mahasiswa program regular dan tiga mahasiswa program internasional. Penghargaan tersebut diberikan secara langsung oleh Dekan FH UII dan didampingi Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana. Adapun 10 mahasiswa tersebut yaitu:

  1. Az Zahra Raudhatul Jannah (20410589) IPK 4.00
  2. Deliya Denesta (20410770) IPK 4.00
  3. Andika Dimas Wijayanto (20410630) IPK 3.99
  4. Nawang Wulan (20410644) IPK 3.99
  5. Ditania Haerani (20410718) IPK 3.99
  6. Satyawan Noer Adhiputra (20410591) IPK 3.98
  7. Aufa Atha Salsabila (20410609) IPK 3.98
  8. Wildan Amrillah Amrani (21410276) IPK 4.00
  9. Fitri Maharani (20410698) IPK 4.00
  10. Salza Farikah Aquina (20410798) IPK 3.99

Perkenalan kampus diawali dengan kegiatan temu wali yang digelar secara daring luring terbatas pada hari Minggu, 24 Oktober 2021, mulai pukul 08.00 WIB. Acara yang digelar di Gedung Moh. Yamin FH UII ini hanya dihadiri secara luring oleh pimpinan UII di tingkat universitas dan fakultas, serta enam orang perwakilan mahasiswa angkatan 2020 yang menerima penghargaan. Sementara mahasiswa baru lainnya serta orang tua maupun wali menyimak secara daring di kanal Zoom dan channel YouTube Fakultas Hukum UII.

Selanjutnya, acara tersebut dilanjutkan dengan talkshow yang membahas tentang sistem pendidikan di FH UII dan peran orang tua /wali mahasiswa dalam kesuksesan studi. Talkshow dipandu oleh Ari Wibowo, S.HI., S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Program Sarjana FH UII. Pada talkshow tak lupa juga mengenalkan dosen-dosen FH UII.  Materi Sistem Pendidikan di Program Studi Hukum Program Sarjana FH UII dipaparkan oleh Ketua Program Studi yaitu Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M. Hum.sedangkan perkenalan tentang International Program oleh dipaparkan Sekretaris Program Studi Program Internasional yaitu Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph. D.

Orang tua/wali mahasiswa pada sesi talkshow tersebut juga diterangkan bagaimana pemakaian sistem UIIAkademik. UIIAkademik merupakan aplikasi untuk memantau kegiatan mahasiswa selama kuliah. Aplikasi ini berisikan menu-menu yang berisi rangkuman mahasiswa seperti Status kuliah, data induk mahasiswa, konsentrasi  studi, jadwal kuliah, presensi mahasiswa, kartu hasil studi (KHS), indeks prestasi, tagihan, perpustakaan, dan cuti.  UIIAkademik dapat dimulai digunakan apabila orang tua/wali mahasiswa sudah mengunjungi tautan gateway.uii.ac.id. Setelahnya melakukan login dengan akun NIU yang telah dimiliki. Penjelasan sistem tersebut diterangkan oleh Kepala Divisi, M. Arief Satedjo Kinady, A.  Md.

Pada sesi talkshow orang tua maupun wali mahasiswa sangat aktif bertanya, baik mengenai sistem pembayaran SPP, absen pada kelas daring, dan mengambil jatah SKS serta bagaimana agar putra-putri mereka dapat lulus tepat waktu.

Acara temu wali ditutup dengan pembacaan doa yang dipandu oleh Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni, Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag. serta dilanjutkan dengan sesi foto bersama secara virtual.

Tindak pidana korupsi telah menjadi “virus” yang tak kunjung reda merongrong bangsa Indonesia. Upaya dalam melawan tindak pidana korupsi telah dilakukan mulai dari pembentukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hingga pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Merujuk kondisi saat ini soal pemberantasan korupsi yang kian hari semakin memperihatinkan, tentunya tidak perlu menjadi perdebatan lagi bahwa korupsi merupakan extra ordinary crimes. Maka penanganan dari korupsi juga memerlukan extra ordinary action. Oleh sebab itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang lahir dari kesadaran kolektif bangsa Indonesia atas permasalahan korupsi selama masa pemerintahan orde baru untuk menjawab public distrust penangan korupsi oleh Negara. KPK lahir menjadi Lembaga negara independent  yang krusial dalam efektivitas pemberantasan korupsi yang mana dengan sifat superbodynya paling tidak sampai hari ini masih dipercaya public ketimbang penegak hukum lainya. Namun upaya pemberantasan tersebut mendapat perlawanan balik yang dilakukan dari berbagai aspek. Mulai dari perubahan UU KPK, terror terhadap pegawai KPK hingga penegakan hukum yang tebang pilih yang dapat memperlemah pemberatasan korupsi.

Upaya pelemahan pemberantasan korupsi dapat dilihat dari proses perancangan UU No. 19 Tahun 2019 tentang perubahan terhadap UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses pembentukannya terdapat akselerasi yang dilakukan di penghujung masa jabatan DPR RI periode 2014-2019. Akselerasinya yang cepat sehingga menyulitkan masyarakat dalam mengawal proses pembentukanya. Dalam tataran materiil banyak aturan yang memicu permasalahan. Mulai dari dibentuknya dewan pengawas KPK, kedudukan KPK yang di bawah rumpun Eksekutif, hingga peralihan status kepegawaian pegawai KPK. Substansi UU KPK secara terang benderang telah melumpuhkan KPK dari sisi profesionalitas juga integritasnya. hilangnya independensi, pembentukan fungsi berlebih dewan pengawas, polemik kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan hingga alih status kepegawaian KPK ke Aparatur Sipil Negara (ASN). Impilikasi dari UU KPK tersebut telah mempersulit kinerja KPK, mulai dari kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat mendindak kasus tipikor, hilangnya aktor kunci dalam kasus tipikor yang tidak ditemui hingga sekarang hingga penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang dalam pemberian SP3 tersebut masih terdapat berbagai kejanggalan. Berdasarkan eksaminasi Putusan MK, terdapat berbagai kejanggalan mulai dari aspek formil dan materiil pembentukan perubahan UU KPK, aspek kepegawaian, dan aspek peradilan pidana. Selain itu KPK juga mengalami degradasi etika yang cukup serius. Mulai dari pencurian barang bukti, praktek penerimaan gratifikasi, pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani pelan tapi pasti telah merusak reputasi KPK yang sejak lama justru jadi satu-satunya harapan rakyat dalam pemberantasan korupsi. Seperti tindakan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli sebagai pimpinan KPK yang secara tidak langsung telah mencoreng marwah KPK sebagai lembaga yang menjunjung tinggi integritas dan juga independensi. Mirisnya tindakan ini tidak mendapatkan hukuman keras dari dewan pengawas dan hanya diputus pemotongan gaji oleh dewan pengawas. Lalu adanya upaya untuk menghidupkan kembali tim pemburu koruptor yang akan semakin menambah ketidakefektifan dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, serta adanya tumpang tindih dalama pelaksanaan tugas tugas pemberantasan korupsi.

Upaya pelemahan lainnya disinyalir merambah ke dalam KPK sebagai salah satu instrument pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari polemik proses alih status kepegawaian melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) yang mengakibatkan dipecatnya 57 pegawai KPK. Hal ini kemudian diperparah dengan adanya fakta bahwa beberapa orang yang memiliki track record baik, masuk ke dalam daftar pegawai yang dipecat tersebut. Dalam hal ini Ombudsman dan Komnas HAM telah mengirimkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo berupa adanya maladministrasi dan juga 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan alih status pegawai KPK. Namun Presiden Joko Widodo selaku Kepala Pemerintahan belum memilki sikap tegas untuk menganulir upaya pelemahan terhadap pemberatasan korupsi hari ini.

Maka dengan ini kami dari Aliansi UII Lawan Korupsi menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mengecam upaya pelemahan pemberantasan korupsi secara sistematis mulai dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan hingga pelaksanaannya;
  2. Menuntut Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan serta mengambil sikap tegas dan kongkrit atas pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia;
  3. Mendesak Pemerintah untuk mencabut SK pemberhentian atas 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang disebabkan oleh Tes Wawasan Kebangsaan yang cacat secara formil dan materiil;
  4. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas Ham atas temuan maladministrasi dan 11 pelanggaran HAM didalam prosedur pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK);
  5. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK);
  6. Mengembalikan KPK sebagai lembaga yang independen tidak dibawah kekuasaan mana pun;
  7. Mengajak masyarakat untuk terus berperan aktif mengawal pemberantasan korupsi dan mengawasi kinerja Pemerintahan dan aparat penegak hukum;