Tag Archive for: FH UII

Kunjungan Mahasiswa FH Universitas Islam Kadiri
Kunjungan Mahasiswa FH Universitas Islam KadiriTAMANSISWA. Dalam rangka mengembangkan wawasan akademik dan khazanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, Sejumlah 30 mahasiswa serta dosen pendamping Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri Kediri Jawa Timur mengadakan kunjungan ke FH UII pada Senin, 15 Februari 2016/ 4 Rabi’ul Akhir 1437 H.
Kunjungan Mahasiswa FH Universitas Islam KadiriTAMANSISWA. Dalam rangka mengembangkan wawasan akademik dan khazanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, Sejumlah 30 mahasiswa serta dosen pendamping Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri Kediri Jawa Timur mengadakan kunjungan ke FH UII pada Senin, 15 Februari 2016/ 4 Rabi’ul Akhir 1437 H. Mahfud Fahrazi, SH., MH selaku dosen pendamping dalam sambutannya pada kunjungan tersebut menyampaikan bahwa para mahasiswa FH Universitas Islam Kadiri dirasa perlu untuk mengetahui bagaimana sistem akademik di FH UII serta budaya belajar dan mengajar di FH UII.
Dekan FH UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum dalam sambutannya menyampaikan bahwa para mahasiswa Hukum haruslah memiliki integritas yang tinggi, serta diimbangi oleh ilmu agama yang kuat. Beliau juga berharap agar para mahasiswa kedepannya akan menjadi tokoh-tokoh yang dapat memberikan kontribusinya bagi masyarakat dilingkungan serta bagi bangsa Indonesia. Hanafi Amrani, SH., MH., LLM., Ph.D, Ketua Program Studi SI Ilmu Hukum FH UII menyampaikan beberapa hal diantarnya terkait sistem pengajaran dan kurikulum di FH UII yang mana memang memiliki keunikal lokal tersendiri.
Pada sesi terkahir, secara aktif para mahasiswa menanyakan berbagai hal diantarnya adalah perihal study transfer, sistem MOU serta budaya para mahasiswa yang belajar di FH UII. Selanjutnya, para mahasiswa diantarkan berkeliling mengunjungi kelas- kelas, Laboratorium Diorama dan Ruang Peradilan Semu di FH UII. ( Malikhatun Nisa’).
TINGKATKAN KUALITAS MKKH, FH UNWIKU KUNJUNGI FH UII
TINGKATKAN KUALITAS MKKH, FH UNWIKU KUNJUNGI FH UIITAMANSISWA. Kamis, 2 Jumadil Awal 1437H/11 Februari 2016 FH UII menerima kunjungan dari Fakultas Hukum Wijaya Kusuma (UNWIKU) Purwokerto dan diterima di Ruang Sidang Dekanat I. Kunjungan yang beragendakan meningkatkan kualitas Mata Kuliah Kemahiran Hukum tersebut dihadiri para pimpinan dan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) baik dari FH UII serta dari FH UNWIKU Purwokerto.
TINGKATKAN KUALITAS MKKH, FH UNWIKU KUNJUNGI FH UIITAMANSISWA. Kamis, 2 Jumadil Awal 1437H/11 Februari 2016 FH UII menerima kunjungan dari Fakultas Hukum Wijaya Kusuma (UNWIKU) Purwokerto dan diterima di Ruang Sidang Dekanat I. Kunjungan yang beragendakan meningkatkan kualitas Mata Kuliah Kemahiran Hukum tersebut dihadiri para pimpinan dan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) baik dari FH UII serta dari FH UNWIKU Purwokerto.
Dekan FH UNWIKU, Rusito, SH., MM menyampaikan bahwa Universitas Wijaya Kusuma ( UNWIKU) yang merupakan Universitas kedua di Purwokerto setelah UNSOED, telah beberapa kali mengalami pasang surut dalam dunia pendidikan, terlebih pada Fakultas Hukum nya yang sampai dengan saat ini masih memiliki 26 Dosen. “ Niat kedatangan kami adalah berguru pada UII, khususnya pada FH UII yang telah melahirkan alumni-alumni yang kita ketahui rekam jejakny , kami semua ingin berguru terkait sistem akademik yang ada di FH UII”. tambahnya.
Sejalan dengan tujuan dan maksud kunjungan FH UNWIKU, Dekan FH UII Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum menyampaiakan bahwa banyaknya perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan, membuat para akademisi juga dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan guna mengimbangi perubahan tersebut, namun demikian kita tidak boleh terjebak dalam perubahan. Selanjutnya, beliau juga menyampaikan bahwa produk-produk Fakultas Hukum saat ini dirasa belum dapat dilihat bagaimana integritasnya, oleh karenanya kita diharapkan untuk tetap mengkaji dan mencermati kurikulum-kurikulum yang ditawarkan oleh DIKTI untuk output yang lebih baik.
Selanjutnya, Ketua Program Studi Si Ilmu Hukum FH, Hanafi Amrani, SH., MH., LLM., Ph.D menjelaskan sistem akademik yang diterapkan di FH UII kepada para mahasiswa, baik dari sisi mata kuliah secara umum yang diambil oleh tiap mahasiswa serta hal lainnya terkait akademik di FH UII. Penyampaian dikusi dilanjutkan oleh kepala Pusat Pendidikan dan Latihan ( PUSDIKLAT) FH UII, Nurjihad, SH., MH yang menyampaiakn bahwa Lab. Pusdiklat FH UII mengkoordinir Mata Kuliah Kemahiran Hukum (MKKH) serta mengatur jadwal perkuliahan praktikumnya. Ditambahkan oleh beliau juga bahwa para mahasiswa yang telah selesai teori MKKH selanjutnya akan melaksanakan praktikum yang sesuai dengan MKKH yang diambil. Sebagai contoh adalah MKKH Keadvokatan dengan praktikum pemberkasan, MKKH Contact Drafting dengan praktik pembuatan perjanjian seperti hutang dsb, MKKH Peradilan dengan mensimulasikan persidangan di ruang laboratorium pengadilan semu serta yang terakhir MKKH Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan praktik legislasi semu yang bertempat di kantor DPRD Yogyakarta, kantor DPRD Sleman maupun kantor DPRD Bantul hal tersebut dimaksudkan agar para mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung bagaiamana pembentukan perundang-undangan dikantor pemerintahan. Beliau juga menambahkan bahwa menjelaskan bahwa kuliah Kemahiran Hukum di FH UII difasilitasi dengan adanya laboratorium-laboratorium yang merupakan sarana dan prasarana bagi para mahasiswa baik itu laboratorium indoor maupun outdoor seperti laboratorium Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) dan Lembaga Khusus Bantuan Hukum (LKBH). ( Malikhatun Nisa’)

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Pandangan bahwa pencegahan merupakan tugas utama yang harus dijadikan fokus pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah keliru dan agak menyesatkan. Sebab, jika pencegahan diartikan sebagai upaya preventif agar korupsi tidak sampai terjadi, KPK tidak akan dapat melakukan tugas itu secara proporsional dan efektif.

Adalah benar bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan dalam pemberantasan korupsi, tetapi keliru kalau hanya karena itu lalu meminta KPK untuk memfokuskan diri pada langkah-langkah pencegahan.

Memang pemberantasan korupsi dinilai lebih berhasil jika jumlah orang yang dipenjarakan karena korupsi) menurun. Sebaliknya upaya pemberantasan korupsi akan dinilai gagal jika semakin banyak orang yang dipenjarakan karena korupsi. Maka, menjadi benar pula politik hukum yang menekankan bahwa pencegahan korupsi harus lebih diutamakan atau sekurang-kurangnya-dilakukan secara seimbang dengan penindakan. Undang-Undang No 30/2002 tentang KPK, misalnya, meniscayakan pencegahan dan penindakan sebagai langkah simultan dalam pemberantasan korupsi.

Namun, harus diingat, meskipun politik hukum kita mengatakan seperti itu bukan berarti bahwa tugas utama atau fokus kegiatan KPK adalah melakukan pencegahan korupsi. Secara hukum akan sangat sulit bagi KPK untuk melakukan pencegahan Pencegahan korupsi atas anggaran negara, misalnya, hanya bisa dilakukan pejabat pengguna anggaran di setiap instansi, padahal KPK bukanlah lembaga pengguna anggaran, kecuali untuk anggaran di KPK sendiri.

Misalnya, KPK tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran, seperti merencanakan pembelanjaan atau menentukan realisasinya di Kementerian Kesi-instansi tersebut ada pada Menteri atau pejabat-pejabat di instansi yang bersangkutan KPK tidak bisa mencegah korupsi dalam penggunaan anggaran kaPena dia bukan instansi pengguna anggaran.

Tugas Institusi lain

Di dalam hukum administrasi negara, pencegahan korupsi sebenarnya sudah diatur dalam konsep pengawasan melekat, yakni pengendalian oleh pimpinan instansi pengguna anggaran secara berjenjang sejak dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. KPK tidak bisa melakukan itu karena KPK bukan pejabat pengguna anggaran di instansi-instansi itu. Yang bisa mencegah adalah pimpinan pengguna anggaran di instansi masing-masing.

Itulah sebabnya secara ekstrem bisa dikatakan bahwa mendorong KPK untuk hanya fokus pada pencegahan korupsi adalah keliru dan agak mustahil. Sebab, kalau ditanya bagaimana caranya KPK mencegah penyalahgunaan anggaran sedangkan ia tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran, tidak ada yang bisa menjawab dengan memberi landasan yuridis.

Tentu ada yang akan mengatakan bahwa pencegahan itu bisa dilakukan melalui bimbingan penggunaan anggaran sesuai peraturan dan prosedur-prosedur tertentu. Kalau itu yang dimaksud sebagai pencegahan korupsi, itu pun bukanlah fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas lembaga lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Lembaga Administrasi Negara, inspektorat jenderal, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Mungkin juga ada yang mengatakan bahwa pencegahan tidak harus selalu dalam bentuk pengawasan melekat di instansi pengguna anggaran, tetapi harus dilakukan melalui pendidikan anti korupsi dan kuliah hukum korupsi di perguruan tinggi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, dan berbagai perguruan tinggi.

ral di tengah-tengah masyarakat agar orang menjadi beriman dan tak berani melakukan korupsi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah tugas utama KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Agama, ormas keagamaan, masjid, gereja, kelenteng ustaz, pastor, dan sebagainya.

Kalau yang dimaksud pencegahan adalah memberikan bimbingan teknis dan ceramah-ceramah tentang bahaya korupsi ke berbagai instansi seperti yang dilakukan oleh KPK selama ini, itu pun sebenarnya bukan tugas pokok KPK Bimbingan teknis dan penyuluhan penyuluhan anti korupsi tidak perlu dilakukan oleh KPK. Ia bisa dilakukan sendiri oleh instansi-instansi di luar KPK. Selama ini pun berbagai lembaga perguruan tinggi, LSM, dan ormas-ormas sudah melakukan itu tanpa merecoki KPK Para narasumber bimbingan teknis dan penyuluhan-penyuluhan seperti itu tidak kalah hebatnya daripada orang-orang yang dikirim oleh KPK.

Muatan UU KPK

Dengan menyatakan itu saya tidak bermaksud mengatakan KPK tidak perlu ikut melakukan pencegahan korupsi dalam arti melakukan tindakan sebelum korupsi terjadi. Saya hanya ingin mengingatkan, KPK tidak boleh diposisikan atau memposisikan dirinya untuk fokus hanya pada pencegahan Pencegahan bisa dilakukan oleh KPK, tetapi bukan sebagai tugas utama, melainkan sekadar ikut memfasilitasi pencegahan secara lintas institusi negara. Itu sudah cukup dilakukan oleh KPK melalui pembentukan deputi pencegahan yang sekarang sudah ada di sana.

tugas utama atau kegiatan KPK adalah pencegahan. Jika dibaca keseluruhan isi UU No 30/2002, fokus 3 tugas KPK justru pada penindakan.

Cakupan tugas-tugas KPK menurut Pasal 6, 7, sampai Pasal 13 UU No 30/2002, misalnya, memang dirinci ke dalam pencegahan dan penindakan disertai dengan uraian tentang bentuk-bentuk pencegahan dan penindakan. Akan tetapi, pengaturan tentang bentuk-bentuk pencegahan di dalam pasal-pasal tersebut berhenti di situ dan hanya bersifat teknis-administratif dan koordinatif serta sinergitas KPK dengan instansi-instansi lain.

Berbeda dengan pengaturan pencegahan, pengaturan tentang penindakan yang harus dilakukan oleh KPK yang dikolaborasi sangat detail dengan kewenangan-kewenangan khusus dan tidak terbagi. Tindakan penindakan oleh KPK diatur dengan sangat rinci, baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formal atau acaranya.

Hukum materi yang sudah sangat jelas batas-batasnya dilengkapi juga dengan hukum acara mulai dari tahap penyelidikan, penyadapan, operasi tangkap tangan, penyidikan, penersangkaan penahanan, penyitaan, pendakwaan, penuntutan, dan eksekusi yang dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan khusus, seperti penyadapan dan larangan pembuatan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) agar KPK super hati-hati sebelum menersangkakan orang.

Alhasil, pencegahan korupsi sebagai tugas umum negara adalah sangat penting, tetapi tugas pencegahan adalah tugas semua instansi, terutama sebagai langkah bersama yang sinergis. Adapun tugas KPK mencakup tugas pencegahan dan penindakan, tetapi fokus utamanya adalah penindakan. Adalah keliru kalau ada yang mendorong KPK atau KPK memposisikan dirinya untuk memfokuskan diri pada pencegahan, kecuali diartikan dengan tegas bahwa penindakan itulah bagian terpenting dari pencegahan oleh KPK.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 20 Januari 2016.

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Bayangkan ini, Mbok Supri diusir dari rumah dan kampungnya karena dituduh berbuat mesum dengan suami orang. Padahal, dia tak punya rumah lain dan tak punya sanak saudara. Alangkah buruk dan mengerikan jika ada orang atau sekelompok orang diserang dan diusir dari rumahnya, padahal dia tidak punya tanah lain atau tempat lain yang bisa menampungnya. Mau ke mana orang yang seperti itu? Mengeluh dan meminta tolong pun tidak ada yang menghiraukan.

Itulah sebabnya kita sangat kaget ketika meluas berita bahwa pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan Barat diusir dari kediamannya, bahkan ada yang rumahnya dibakar. Tetapi, sebelum itu kita kaget juga dan sangat kesal ketika tahu bahwa Gafatar merupakan organisasi sesat” yang mengatasnamakan agama, sangat merusak, bahkan membahayakan sehingga kita menjadi paham jika banyak orang yang marah atau emosional terhadap para pengikut Gafatar.

Masalahnya memang sangat dilematis. Mengapa?

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan jaminan kepada setiap orang untuk memilih tempat tinggal berhakmemeluk agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

Berita penyerangan, pembakaran rumah-rumah dan pengusiran terhadap anggota-anggota Gafatar oleh sekelompok warga masyarakat jelas melanggar hak asasi manusia sebagaimana telah dipatri di dalam Pasal 28E UUD kita. Pematrian itu meniscayakan negara memberi perlindungan kepada setiap orang yang mengalami pengusiran. Kita tak dapat membayangkan betapa buruk dan mengerikan nasib orang yang diusir dari tempat tinggalnya, sementara dia tak mempunyai tempat lain yang bisa ditinggali.

Dalam kasus (bekas) anggota-anggota Gafatar misalnya ada yang sudah menjual semua lahan yang dimilikinya di Jawa daerah asalnya dan uangnya sudah dibelikan lahan baru di daerah lain. Sekarang mereka diusir secara beramai-ramai dari lahan sempit satu-satunya yang mereka miliki dan tinggali. Mau ke mana mereka? Siapa pun akan merasa ngeri menghadapi persoalan berat yang seperti itu karena mereka bukan hanya hidup tak nyaman, tetapi juga tak aman.

Kita mendirikan negara merdeka agar tidak ada lagi di negeri ini orang hidup tersiksa karena tak punya tanah dan tak punya harapan. Tetapi, di sisi lain kita mencatat juga bahwa Gafatar merupakan perkumpulan sesat yang membahayakan dan mengancam. Mungkin dengan berpedoman pada konstitusi bahwa setiap orang bebas memeluk agama kita tidak boleh merepresi pengikut Gafatar. Tetapi, gerakan mereka yang sangat menentang kemanusiaan memang bisa dilawan oleh banyak orang sebab langkah-langkah mereka bukan hanya merugikan mereka sendiri tetapi juga merusak orang-orang lain yang dirayunya dengan penuh kesesatan. Bayangkan saja banyak orang yang harus menghilangkan diri demi perjuangan yang diajarkan oleh Gafatar. Banyak orang yang hilang dan pergi meninggalkan keluarganya, oleh Gaftara diajak berjuang dengan memaksa pergi diam-diam dari suami atau istrinya. Gafatar juga memaksa anak dipisahkan dari orang tuanya katanya demi perjuangan suci.

Pada sisi yang lain lagi harus diingat pula bahwa banyak orang yang ikut Gafatar karena keadaan ekonomi kita yang buruk, timpang, dan tidak berkeadilan. Mereka tidak memahami keadaan, tetapi tidak mampu menanggung beban.

Mereka terperangkap untuk mencari jalan baru atau membuat jalan sendiri untuk mengatasi persoalan-persoalan berat yang dihadapi dalam hidup sebagai bangsa.

Kita sama sekali tidak setuju pada tindakan anarkistis masyarakat yang beramai-ramai menyerang dan mengusir anggota Gafatar karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan melanggar konstitusi. Tetapi, pada sisi lain kita paham atas munculnya kemarahan masyarakat terhadap pengikut Gafatar karena ajaran keyakinannya yang merusak.

Ada dilema. Karena, selain memberikan perlindungan terhadap setiap orang untuk memeluk agama masing-masing. konstitusi juga melarang setiap orang merusak kehidupan masyarakat karena hak asasi orang per orang tak bisa dilaksanakan secara terpisah dari hak masyarakat Itulah sebabnya bahasa yang digunakan dalam konteks kebebasan beragama dalam konstitusi kita adalah toleransi beragama yang berkeadaban. Itu juga yang dikatakan oleh Bung Karno dalam pidato di depan Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945.

Dalam kontekst ini kita menjadi paham, mengapa pada 1965 Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No 1/PNPS/1965 yang berintikan larangan penistaan atau penodaan agama. Kita memahami pembentukan penpres yang kemudian dikukuhkan menjadi UU tersebut didasarkan pada pandangan agar tidak ada orang dengan seenaknya melahirkan ajaran yang kemudian disebutnya sebagai agama, padahal ajaran yang disebut agama itu menyempal, menodai, dan merusak ajaran pokok dari agama yang sudah ada.

UU tersebut penting justru untuk melindungi warganegara dari tindakan main hakim sendiri oleh warga masyarakat lain yang merasa keyakinannya dirusak. Kita harus mendorong dan mendukung pemerintah untuk menyelesaikan masalah Gafatar ini dengan berpijak pada kemanusiaan dan kewajiban konstitusional negara.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 23 Januari 2016

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Pemilihan umum kepala daerah (pilkada) 2015 secara umum telah terlaksana dengan baik. Pilkada berlangsung tanpa kekerasan atau kegaduhan yang berarti bahkan cenderung sepi sehingga ada yang mengatakannya tidak seperti “pesta demokrasi”. Namun, situasi seperti itu adalah lebih baik daripada terkesan ada pesta tetapi hanya menjadi hura-hura yang kontraproduktif.

Penyelenggara pilkada tahun 2015 patut diapresiasi karena sudah mempersiapkan dan melaksanakan pilkada, sampai pada penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU, dengan baik. Tahapan pilkada memang belum sepenuhnya selesai karena masih ada sengketa hasil pilkada yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Benar yang saya kemukakan dulu bahwa berdasar pengalaman masa lalu gugatan dari pihak yang kalah akan tetap membanjir.

Dulu saya pernah memperkirakan munculnya minimal 135 kasus masuk ke MK dari 269 pemilukada 2015. Ternyata MK menerima 147 kasus yang diajukan dari 264 pemilukada yang sudah dilakukan pemungutan suara riya setelah ada lima daerah yang pemungutan suaranya ditunda. Tetapi membanjirnya kasus yang masuk ke 15 MK itu tampaknya akan dapat diselesaikan secara hukum dalam waktu yang tepat sesuai dengan waktu yang tersedia, 45 hari.

Belajar dari pengalaman masa lalu, masalah sengketa pilkada 2015 sudah diantisipasi oleh pembentuk UU. Menurut Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 sengketa hasil pilkada oleh MK hanya dilakukan terhadap kasus yang selisih hasil penghitungan suaranya tidak lebih dari(maksimal) 2%. Dengan pembatasan ini maka dari 147 kasus yang masuk ke MK, kabarnya, hanya akan ada sekitar 25 kasus yang pokok perkaranya bisa diperiksa.

Itupun Cara pembuktiannya relatif mudah, tinggal cross check dokumen (misalnya formulir C.1) antar pihak kemudian, kalau perlu, dihitung kembali di sidang MK. Selesailah.

Pemenangnya bisa ditetapkan secara cepat dan bisa segera dilantik. Meskipun begitu bukan berarti semua masalah bisa dianggap selesai, apalagi dianggap benar: Masih ada beberapa dilema hukum yang mengganggu atau bisa mencederai demokrasi substansial sehingga perlu dipikirkan untuk pilkada-pilkada yang akan datang.

Dengan adanya perbatasan maksimal selisih 2% dari hasil penghitungan suara yang bisa diperiksa sebagai sengketa di MK maka bisa terjadi, banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan di lapangan yang selin sihinya sengaja dilebihkan dard 2% sehingga Tidak bisa lagi diadili di Mk, Ratna Sarumpaet dan kawan kawan menemukan di daerah tertentu ada kecurangan yang luar biasa sehingga calon tertentu menang secara mutlak, selisihnya jauh diatas 2%.

Menurut Ratna pembatasan 2% itu justru membuka peluang terjadinya kecurangan yang lebih serius Hingga pihak yang mad curang sudah merancang agar bisa menang di atas 2%. Demi Demokrasi substantial, menurut Ratna, pembatalan hasil pilkada karena kecurangan atau pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif masih perlu diberlakukan.

Kalau hanya menggunakan ukuran kuantitatif seperti 2%, menurut Ratna, demokrasi bisa semakin rusak dan berlangsung formalitas prosedural semata, awas pilkada harus serius nmengawasi dan pelanggaran pidana dan administrasi pemilu-kada harus diselesaikan sebelum penetapan hasil suara dilakukan oleh KPU tenyata tidak bisa berjaları efektif sehingga perusakan terhadap demokrasi subtatial tetap berlangsung.

Tetapi masalahnya ya memang tidak sesederhana itu. Berdasarkan pengalaman jika pengadilan membuka peluang untuk menilai pelanggaran yang bersifat kuantitatif dengan patokan terstruktur sistematis, dan masif maka banyak pihak yang kalah akan berperkara dan mencari-cari alasan yang sering tak masuk akal untuk menggugat keputusan KPU yang sudah memenangkan salah satu pasangan calon dengan benar.

Mungkin untuk pemilukada 2015 solusi yang diberlakukan oleh UU No. 8 Tahun 2013 yang menentukan batas selisih maksimal 2% bisa diberlakukankarenaatùratimaintentang ini sudah ditetapkan sebelum pilkada dimulai. Tetapi demi pembangunan demokrasi yang substansial dan bukan formal-prosedural belaka maka untuk pemilukada-pemilukada yang akan datang perlu dicari solusi baru.

Ada Beberapa Hal Lain Yang Juga perlu diperbaiki dalam pilkada – pilkada berikutnya misalnya tentang tampilnya pasangan calon tunggal. MK sudah memberi solusi yang baik untuk tahun 2015 dengan membolehkan pilkada yang hanya menampilkan pasangan calon tunggal. Pembolehan pasangan calon tunggal itu baik tetapi menyembunyikan masalah besar Dengan pembolehan tampilnya pasangan calon tunggal bisa saja pada pilkada mendatang ada orang kuat yang memborong semua parpol dengan harga tertentu agar mendukung dirinya atau pasangan calon tertentu untuk tampil sebagai pasangan calon tunggal. Akan sangat berbahaya jika berbohong parpol-parpol itu adalah koruptor.

Dengan membeli dukungan semua parpol atau sebagian terbesar parpol yang bisa menutup peluang pasangan calon lain maka bisa muncul calon tunggal yang langsung menang. Memang kemungkinan ini masih bisa dibantah dengan kemungkinan munculnya pasangan calon perseorangan. Tetapi faktanya sangat sedikit pasangan calon perseorangan yang bisa muncul.

Masih banyak dilema dan problema dalam hukum pilkada yang perlu terus menerus dipikirkan untuk diperbaiki agar -pada masa mendatang menjadi lebih baik. Kita tak perlu merasa risih untuk selalu melakukan perbaikan karena hukum pilkada kita memang masih bertahan dalam proses eksperimentasi yang belum selesai.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 9 Januari 2016.

Koresponden: Apriliannisa’ Mufti Intan Muktiana

|Takmir Masjid Al-Azhar| Aceh kembali berduka, pada tanggal 7 Desember 2015, gempa dengan kekuatan 6,4sr menghancurkan daerah Pidie Jaya. Taman Siswa (19/12) Takmir Masjid Al – Azhar Fakultas Hukum UII, menyelenggarakan kegiatan Al – Azhar peduli berupa penggalangan dana yang akan didonasikan untuk masyarakat Aceh tersebut. Penggalangan dana ini diselenggarakan dari tanggal 7 Desember hingga 24 Desember 2016. Read more

Mengkaji Kebijakan Hukum Dalam Menikmati Lingkungan Yang SehatTamansiswa (9/11). Dra. Sri Wartini, M.Hum., Ph.D. menggaet Dept. HTN dan HI FH UII selenggarakan FGD Hasil Penelitian Fundamental DIKTI dengan judul Model Kebijakan Hukum terhadap Pelanggaran Hak Menikmati Lingkungna yang Sehat“ pada Senin, 9 November 2015 bertempat di Ruang Audiovisual lantai 3 FH UII.
Alinea keempat UUD 1945 telah menetapkan bahwa salah satu tujuan pendirian negara dan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, untuk mencapai hal tersebut, UUD 1945 memberikan hak ekslusif kepada negara untuk menguasai sumber daya alam terutama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak untuk dikuasai oleh negara.
Sekalipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang – undangan guna menjaga kelestarian lingkungan sehingga hak bagi setiap orang untuk mendapatkan dan menikmati lingkungan hidup yang sehat dapat terpenuhi. Namun demikian, kebijakan hukum tersebut masih memiliki kelemahan-kelemahan karena belum adanya sinkronisasi anatar berbagai peraturan sehingga hal ini menyebabkan tidak maksimalnya perlindungan bagi masyarakat terhadap berbagai pelanggaran lingkungan.
Memandang pentingnya hak dalam menikmati lingkungan yang sehat, Fakultas Hukum ( FH ) UII melalui Departemen Hukum Intenasional menyelenggarakan Focus Group Discussion ( FGD) dengan judul “ Model Kebijakan Hukum terhadap Pelanggaran Hak Menikmati Lingkungna yang Sehat “ yang diselenggarakan pada Senin, 9 November 2015 bertempat di Ruang Audiovisual lantai 3 FH UII.
Drs. Sri Wartini SH., M.Hum., Ph.D selaku pembicara pada FGD tersebut menyampaikan bahwa selama ini, kebijakan lingkungan hidup meskipun sudah tertuang dalam bentuk Undang-undang tetap, tetapi tidak efektif karena kalah bersaing dengan kebijakan-kebijakan sektor atau bidang lain yang juga dituangkan dalam bentuk UU seperti UU tentang lingkungan hidup selalu dinomorduakan apabila berbenturan dengan UU tentang penanaman modal, UU tentang minyak dan gas bumi, UU tentang kehutanan dan sebagainya.
Ditambahkan oleh Drs. Sri Wartini, SH., M.Hum., Ph.D bahwa aspek kegagalan ( Policy Failure)dalam merumuskan kebijakan terutama pada kebijakan pengelolaan lingkungan dapat diindikasikan denagn masih banyaknya kebijakan pembangunan yang tidak holistik. Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa aspek kegagalan kebijakan yang terjadi, diantaranya adalah aspek kegagalan pelaksanaan, dan aspek penataan kelembagaan yang tidak efektif. Output dari FGD ini diharapkan dapat menemukan model kebijakan yang hukum yang dapat digunakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia serta menganalisis mengapa perlu adanya kebijakan hukum terhadap hak menikmati lingkungan yang sehat di Indonesia.
Mendesain Fungsi Legislasi, DPD RI Rangkul Akademisi FH UII
Mendesain Fungsi Legislasi, DPD RI Rangkul Akademisi FH UIIPasca amandemen konstitusi, kehadiran DPD dalam ketatanegaraan Indonesia masih menyisakan persoalan di antaranya masih lemahnya kewenangan legislasi DPD sebagai bagian dari lembaga legislatif. Hal ini nampak pada beberapa kewenanangan DPD yang diatur melalui UU organik seperti UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berangkat dari latar belakang tersebut, sebagai tindak lanjut kerjasama DPD RI dengan Departemen Hukum Tata Negara FH UII mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Final Report hasil penelitian dengan tema “Mendesain Fungsi Legislasi DPD yang Ideal dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”. Dengan agenda FGD Final Report ini diharapkan akan segera menghasilkan draft akademik final yang berisi pokok-pokok rekomendasi format dan desain fungsi legislasi DPD yang ideal dalam sistem legislasi dan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Drs. M. Sururi, M. Si selaku Kepala Bagian Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD yang memimpin rombongan DPD RI dalam sambutannya menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Departemen HTN FH UII dalam mengkaji kewenangan legislasi DPD sebelum dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat berlanjut ke dalam penelitian lanjutan yang lebih komprehensif demi penataan dan perbaikan sistem ketatanegaraan. Ditambahkannya bahwa BPKK DPD RI akan terus meningkatkan kerjasama dengan pemangku kepentingan utamanya kalangan akademisi untuk terus menyumbangkan pemikirannya bagi penguatan DPD RI.
Dekan FH UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum dalam sambutannya menyampaikan bahwa output penelitian ini hendaknya dapat menjadi sumbangsih civitas akademika FH UII bagi negara Indonesia. Beliau mengisyaratkan jangan sampai DPD RI nantinya menjadi lembaga yang terkesan “laa yamuutu wa laa yahya..” padahal menurutnya legitimasi politik DPD sebagai lembaga negara ini sangatlah kuat dan mengakar karena dipilih langsung lewat Pemilu jalur non-parpol.
Acara yang berlangsung di Gedung Pascasarja FH UII pada Kamis, 6 November 2015 ini dimoderatori oleh Masnur Marzuki, SH, LLM (Direktur Asia Pacific Law Institute and Constitutional Reform – APLICORE FH UII) dan menghadirkan para akademisi Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dari Universitas di Yogyakarta, para peneliti, Mahasiswa Hukum dari Universitas di Yogyakarta, LEM FH UII dan beberapa wartawan. Hadir selaku Penyaji dalam acara Final Report hasil penelitian ini antara lain Sri Hastuti Puspitasari SH., M.Hum ( Dosen FH UII), Dr. Saifudin, SH. M. Hum (Kadept HTN FH UII) serta Zairin Harahap, SH. M. Hum selaku reviewer.
Experience of Student exchange UII-IIUM (2015)
Experience of Student exchange UII-IIUM (2015)Student exchange adalah suatu ajang yang sangat prestigious moment di dalam dunia pendidikan , dimana tidak setiap siswa atau pelajar dapat merakan atau mendapatkan moment ini saat mereka menempuh pendidikan . FH UII sudah terbilang sangat lama menjalin hubungan dengan IIUM ( International Islamic University Malayasia) untuk melakukan suatu kegiatan pertukaran pelajar setiap tahunnya untuk memperkaya ilmu pengetahuan di kalangan pelajar UII dan IIUM . Setiap tahunnya 10 mahasiswa beruntung yang telah terpilih dari UII akan mengikuti student exchange programme kurang lebih satu bulan lamanya . Program yang sangat special karena tidak seperti student exchnage programme kebanyakan yang hanya mengadakan program untuk berkunjung(visit institution) atau hanya mengikuti seminar tanpa merasakan sensasi menuntut ilmu di tempat lain. Student Exchange yang diadakan UII dan IIUM memungkinkan siswa merasakan suasana kelas untuk mengikuti pelajaran yang sangat berbeda di karenakan Indonesia dan malaysia memiliki sistem hukum yang berbeda dan peserta student exchange juga akan mengikuti kegiatan seperti kujungan kunjungan ke institusi-institusi negara masing-masing.
‘semakin jauh jarak pertukaran siswa meninggalkan lingkungannya, semakin besar pula tantangan yang dihadapi siswa’ . sepertinya kata-kata itu yang kami rasakan dikarenakan kami sebagai peserta student exchange 2015 mendapatkan banyak sekali pengalaman dan tantangan yang ada di dalam program ini.
Di dalam kelas kami belajar sangat ‘Out of the BOX’ karena perbedaan sistem hukum dan sistem pendidikan yang ada di UII dan IIUM . Di IIUM kami memasuki kelas dan mengikuti per-kuliahan selama 50 menit, dimana 50 menit adalah sesi materi dan 50 menit lain adalah tutorial dimana kita belajar seperti kelompok diskusi kecil yang dipandu oleh seorang dosen. Sistem pendidikan yang sangat efektiv dikarenakan mungkin daya focus manusia hanya kurang lebih satu jam lamanya . Selain itu , kami belajar bersama mahasiswa-mahasiswa dari banyak penjuru dunia sehingga banyak menimbulkan wawasan dan pengalaman yang sangat luar biasa . Setiap peserta student exchange berhak mengambil 5 subjek mata kuliah yang ada di IIUM . Dari pembelajaran dikelas kita dapat menambah ilmu dan pengetahuan yang jauh berbeda seperti ;Malaysia Legal System , Legal Method in Malaysia , and e.t.c. Dan kami juga akan mendapatkan kesempatan untuk mengisi International Student Confrence yang tahun ini bertemakan Refugee Law.
Program ini juga menyediakan visit Institution dimana peserta Student Exchange diajak mengunjungi insttusi-institusi yang ada di negara Malaysia. Kami mendapat kesempatan untuk mengunjungi,antara lain ;Peguam Negara , peguam negara adalah pengacara negara yang ada dimalaysia untuk menyelesaikan dispute yang menyangkut dengan kenegaraan malaysia .SPR Malaysia , SPR adalah Suruhan Pemilihan Raya Malaysia . SPR bergerak di bidang pemilihan seperti yang dilakukan KPU di Indonesia.Istana Kehakiman , Istana kehakiman adalah tempat dimana pusat pengadilan berlangsung . kami juga dapat bertemu dan bersharing bersama judges yang ada di malaysia.yang terakhir, Parliament Malaysia. Kita juga berkesempatan mengunjungi tempat dewan rakyat malaysia berada. Pengalaman luar biasa yang kita dapatkan saat mengikuti Student Exchnage Programme , yang mungkin belum tentu kita dapat di dalam kampus .
Selain kita mendapatkan edukasi dalam kelas dan edukasi yang kita dapat di luar kelas dengan berkunjung ke beberapa institusi negara di malaysia . Kita juga dapat mengunjungi beberapa tempat wisata dan negara bagian yang ada di malaysia untuk menikmati tempat pariwisata yang ada di negri Malaya ini , seperti ;Petronas Twin Tower , Muzium Neadara Malaysia , Melaca , China Town , Taman Layang and Batu Caves , Central Market , and e.t.c. Sangat menyenangkan karena ada beberapa perbedaan dalam segi tourism antara indonesia dan malaysia yang sangat menyenangkan untuk dikunjungi. Student Exchange Programme ini sangat banyak memberikan manfaat dan ilmu yang kami dapat selama mengikuti program yang berlangsung kurang lebih satu bulan lamanya ini . banyak ilmu yang kita dapatkan dan pengalaman yang dapat membuat kita menjadi lebih lebih baik dan lebih progress di dalam program ini . program ini juga membuat kita lebih berkembang dari sisi ilmu dan wawasan . semoga program yang baik ini terus berjalan dan tak terhenti sampai disini .
Penulis : Muhammad Iqbal Rachman ( ketua delegasi student exchange progrmme 2015)
Pisah Sambut Siswa Prakerin SMKN 2 Pengasih
Pisah Sambut Siswa Prakerin SMKN 2 Pengasih
Tamansiswa. Upaya turut mencerdaskan bangsa melalui kerjasama yang dibangun oleh Fakultas Hukum UII tidak terbatas pada level perguruan tinggi. Kerjasama yang dibangun dengan SMKN 2 Pengasih Kulon Progo dalam melaksanakan Pola Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yaitu praktik kerja industri dan Pendidikan Jarak Jauh dengan Divisi Sistem Manajemen dan Informasi (SIM) Fakultas Hukum UII.
Pisah sambut yang dilaksanakan 1 Oktober 2015 di Ruang Sidang Dekanat FH UII adalah melepaskan delapan siswa prakerin periode Juli-September 2015 dari SMKN 2 Pengasih Kulon Progo sebanyak lima siswa dan tiga siswa dari SMK Muhammadiyah 2 Imogiri Bantul. Dr. Rohidin menyampaikan apresiasi positif atas realisasi kerjasama antara beberapa SMK di Yogyakarta dengan FH UII. “Kami merasa senang dipercaya oleh beberapa SMK di wilayah Yogyakarta sebagai wahana prakerin. Banyak manfaat yang kami peroleh dari para siswa baik tenaga, pengetahuan mereka maupun kesempatan kami selaku lembaga pendidikan untuk mengabdikan diri kepada lingkungan sekitar yang notaben sama-sama bergerak dalam bidang pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, mencetak generasi muda yang berilmu dan berwawasan luas serta berjiwa Islami. Divisi SIM yang dikhususkan untuk menangani jaringan komputer sangat cocok dimanfaatkan untuk menggembleng para siswa yang berasal dari Jurusan Jaringan Komputer dari kedua SMK ini dan berharap para siswa dapat memanfaatkan secara maksimal.”
Drs. Djoko Sungkowo selaku wakil SMKN 2 Pengasih mengekspresikan kegembiraannya menerima kembali lima siswanya yang sudah selesai menempuh prakerin dalam waktu tiga bulan tersebut dan menyampaikan, “Terimakasih kami sampaikan kepada Fakultas Hukum UII khususnya kepada para pimpinan dan semua karyawan yang sudah memberi kesempatan serta bimbingan kepada kelima siswanya sehingga dapat merasakan secara langsung pernah-perniknya dunia kerja secara langsung. Ini menjadi modal besar bagi siswa-siswi kami dan meningkatkan kompetensi yang melekat pada diri mereka. Apalagi ketika mereka dapat mengambil pengalaman yang berharga tersebut dan memanfaatkannya sebagai sarana evaluasi dan peningkatan pola sikap dan kedewasaan kerja. Mengingat pendidikan yang ditempuh di SMK relatif menuju kepada kesiapan para siswa di dunia kerja, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka untuk melanjutkan kepada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.”
Bayu sebagai wakil dari para siswa menyampaikan ucapan terimakasih sedalam-dalamnya dan mohon maaf apabila selama pelaksanaan prakerin ini terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Sebagai kebanggaan dan rasa terimakasih mereka menyampaikan kenang-kenangan kepada Fakultas Hukum UII sebuah cendera mata dan berharap masih boleh jikalau secara informal sewaktu-waktu hendak berkunjung ke FH UII.
Pada kesempatan yang sama Drs. Djoko Sungkowo selaku pembimbing sekaligus menyerahkan lima siswa peserta prakerin pada periode berikutnya agar dididik dan diperkenankan melaksanakan tugas sekolah selama tiga bulan ke depan sampai akhir Desember tahun ini. Demikian juga Wakil Dekan FH UII Dr. Rohidin menerima dengan tangan terbuka kelima siswa prakerin ini dan meminta agar dapat bergabung dengan FH UII dengan menjaga nama baik dan sopan santun serta semangat kerja yang prima.