Fokus Diskusi Menelaah PERPPU NO. 1/2013

Temu-Wali-2013-FHUII

Temu-Wali-2013-FHUII

Tamansiswa, 4 Nop 2013 di Ruang Sidang Dekanat Fakultas Hukum UII Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta mulai pukul 13.00 WIB diselenggarakan kegiatan Diskusi terbatas dengan fokus pembahasan mengenai PERPU Presiden No. 1 Tahun 2013. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Departemen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII dengan mengundang dosen-dosen HTN di seluruh Yogyakarta.

 

Tamansiswa, 4 Nop 2013 di Ruang Sidang Dekanat Fakultas Hukum UII Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta mulai pukul 13.00 WIB diselenggarakan kegiatan Diskusi terbatas dengan fokus pembahasan mengenai PERPU Presiden No. 1 Tahun 2013. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Departemen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII dengan mengundang dosen-dosen HTN di seluruh Yogyakarta.

Sri Hastuti Puspitasari selaku Ketua Departemen menyampaikan tujuan diskusi dalam pembukaan acara tersebut. Dengan diskusi ini dapat membuka wacana publik yang selama ini merasa kebingungan mengikuti proses-proses hukum pemerintahan di Indonesia. Dan berharap dari sisi akademik kejadian ini dapat dikaji secara lebih intensif untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Hadir sebagai moderator Masnur Marzuki, SH., LLM. memberikan prolog untuk membuka diskusi. Dua pakar HTN menyampaikan kajiannya dengan singkat membedah inti persoalan yang terjadi terkait Perpu No.1/2013 tersebut yaitu Dr. Ni’matul Huda, SH., M.Hum. dan Zairin Harahap, SH., M.Si.

Berita tertangkapnya ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Akil Muchtar oleh KPK di ujung hari rabu 3 Oktober 2013 begitu mengagetkan publik. Masyarakat yang selama ini melihat MK sebagai peradilan yang cukup independent, berintegritas dan seperti sulit terjamah mafia peradilan, tentu diliputi perasaan kecewa, heran, tidak habis pikir dan mungkin ada yang terpukul. Perasaan publik bercampur aduk merespon tertangkapnya ketua MK. MK adalah salah satu puncak keadilan di Indonesia (satunya lagi, MA). Tertangkapnya sang ketua MK dengan para tamunya yang membawa sejumlah uang senilai sekitar 2-3 miliar merupakan bukti awal bahwa sang ketua MK tidak mampu lagi menjaga Mahkota Keadilan di institusi yang dipimpinnya. Uang yang ditemukan ketika operasi tertangkap tangan (OTT) tersebut patut diduga terkait dengan sengketa pemikukaada Gunung mas Katleng yang sedang diproses di MK. Bak gayung bersambut, penangkapan pak AM ternyata juga menguak kasus lain yang masih dalam lingkup sengketa pemilukada, yaitu sengketa pemilukada kabupaten lebak. Bahkan jika apa yang pernah dikatakann sdr Refli Harun pada tahun 2010 dapat diungkap kembali, maka akan bertambah deret dugaan suap yang menimpa AM yang juga mantan politisi dari salah satu partai politik besar di negeri ini. Ketika KPK menggeledeh kantor AM di MKRI, ternyata juga ditemukan sejumlah barangbukti, termasuk narkoba. Hal ini menunjukkan MK sudah ada dalam genggaman Mafioso peradilan dan Bandar narkoba. Jika tidak segera diambil langkah-langkah darurat untuk menyelamatkan MK, maka ambruklah lembaga hasil reformasi ini. Jika MK ambruk maka kalangan yang selama ini menganggap MK sebagai lembaga super power dan kalangan rivalitas MK akan mengambil kesempatan ini untuk melemahkan MK. Semua kalangan seharusnya harus melihat secara jeli, bahwa ketika nantinya tidak hanya ketua MK yang diciduk tetapi merembet ke hakim yang lain, dan makin banyak pihak yang memanfaatkan situasi, ini apakah atas dasar kekecewaan mereka lantaran perkaranya kalah di MK, atau atas dasar ingin menyelamatkan MK dengan dalih keadaan darurat, maka patut dicurigai ada gejala menghancurkan MK secara sistematis, dan seiring dengan penangkapan ketua MK beberapa waktu yang lalu, ini merupakan momen sebagai pintu masuk yang pas untuk menyerang MK. Masyarakat sipil harus bergerak untuk ikut mencegah penghancuran MK secara sistematis ini.

Seiring dengan tertangkapnya Ketua MK, kurrang lebih berselang 2 (dua) minggu maka Presdien Susilo Bambang Yudoyono kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Perppu ini menuai kontraversi baik di kalangan akademisi, praktisi maupun politisi. Presiden mengeluarkan Perppu ini dengan mendasarkan pada kegentingan yang menimpa MK. Sementara itu para akademisi, politisi dan tidak terkecuali dari pihak MK sendiri menganggap perppu tidak urgen bagi MK Atas dasar pemikiran tersebut di atas maka Departemen HTN menyelenggarakan Kajian Akademis dalam bentuk dalam bentuk Focus Discussion.

Selengkapnya makalah kedua pembicara dapat di download melalui link berikut :

Materi Dr. Ni’matul Huda, SH., M.Hum. “Relasi Kekuasaan Presiden, DPR, MK dan KY dalam PERPU No. 1/2013 “.

Materi Zairin Harahap, SH., M.Si. “Kajian Akademik PERPU No. 1/2013 dalam Aspek Hukum Perundang-undangan “.