4. Instruksi Kerja (IK) Divisi Perpustakaan
IK Pelayanan Referensi IK Pelayanan Sirkulasi IK Pelayanan Teknis IK Pengadaan Bahan Pustaka IK Pengusulan Kenaikan Pangkat & Jabatan Pustakawan 5. Program Kerja Divisi Perpustakaan Program Kerja 2009-2010 Program Kerja 2010-2011 Program Kerja 2010-2014Tag Archive for: Fakultas Hukum
Dokumen Penjaminan Mutu Divisi Perpustakaan
1. Sasaran Mutu Unit (SMU) Divisi Perpustakaan
2. Daftar Catatan Mutu (DCM) Divisi Perpustakaan
3. Prosedur Kerja (PK) Divisi Perpustakaan
PK Pelayanan Referensi
PK Pelayanan Sirkulasi
PK Pelayanan Teknis
PK Pengadaan Bahan Pustaka
PK Pengusulan Kenaikan Pangkat & Jabatan Pustakawan
Dokumen Penjaminan Mutu Divisi Administrasi Umum dan Rumah Tangga
1. Sasaran Mutu Unit (SMU) Divisi Administrasi Umum dan Rumah Tangga
2. Program Kerja Divisi Administrasi Umum dan Rumah Tangga
3. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab (TW) Divisi Administrasi Umum dan Rumah Tangga
Dokuman Penjaminan Mutu
Divisi Administrasi Akademik
1. Sasaran Mutu Unit (SMU) Divisi Administrasi Akademik
2. Evaluasi Program Kerja 2013 Divisi Administrasi Akademik
3. Program Kerja 2014 Divisi Administrasi Akademik
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Wewenang dan Tanggung Jawab Kepala Divisi Administrasi Akademik
- Instruksi Kerja Monitoring Kesiapan Sarana dan Prasarana Perkuliahan
- Instruksi Kerja Evaluasi dan Pelaporan Kehadiran Dosen
- Instruksi Kerja Idstribusi Jadual Kuliah
- Instruksi Kerja Monitoring Keaktifan Dosen Mengajar
- Instruksi Kerja Pelaksanaan Perkuliahan
- Instruksi Kerja Pelayanan Legalisasi Surat Keterangan Lulus dan Akreditasi
- Instruksi Kerja Pembuatan Jadual Kuliah
- Instruksi Kerja Pengendalian Presensi Dosen
- Instruksi Kerja Pengendalian Presensi Mahasiswa
- Instruksi Kerja Transkrip Nilai Lulusan
- Instruksi Kerja Pembuatan Arsip Dokumen Ijazah dan Transkrip Nilai Lulusan
PROSEDUR KERJA
- Prosedur Kerja Layanan Tugas Akhir
- Prosedur Kerja Pelaksanaan_perkuliahan
- Prosedur Kerja Pelayanan Data dan Evaluasi Kelulusan
- Prosedur Kerja Pelayanan Legalisir
- Prosedur Kerja Pelayanan Registrasi Manual
- Prosedur Kerja Pelayanan Transkrip Legalisir
- Prosedur Kerja Pengolahan Data Dosen Mengajar Di Simak
- Prosedur Kerja Pengolahan Nilai
- Prosedur Kerja Persiapan Kuliah
- Prosedur Kerja Persiapan Pelaksanaan Ujian
- Prosedur Kerja Proses Kelulusan Tugas Akhir
Dokumen Penjaminan Mutu Divisi Sistem Informasi dan Manajemen (SIM)
1. Sasaran Mutu Unit (SMU) Divisi SIM
2. Program Kerja Divisi SIM
3. Prosedur Kerja (PK) Divisi SIM
PK Implementasi Aplikasi Software Uii PK Instalasi Hardware Dan Software PK Pelaksanaan Mengawal Pengisian Ras PK Pelayanan Scanning Virus PK Pelayanan_Ganti Password PK Pemeliharaan & Instalasi Jaringan PK Pemeliharaan Hardware Dan Software 4. Instruksi Kerja (IK) Divisi SIM IK Pengecekan KErusakan Komputer (CPU) 5. Catatan Mutu 6. Wewenang dan Tanggung Jawab
2. Program Kerja Divisi SIM
3. Prosedur Kerja (PK) Divisi SIM
PK Implementasi Aplikasi Software Uii PK Instalasi Hardware Dan Software PK Pelaksanaan Mengawal Pengisian Ras PK Pelayanan Scanning Virus PK Pelayanan_Ganti Password PK Pemeliharaan & Instalasi Jaringan PK Pemeliharaan Hardware Dan Software 4. Instruksi Kerja (IK) Divisi SIM IK Pengecekan KErusakan Komputer (CPU) 5. Catatan Mutu 6. Wewenang dan Tanggung Jawab
Dokumen Penjaminan Mutu Program Studi S-1 Ilmu Hukum
1. Sasaran Mutu Unit (SMU) Program Studi S-1
2. Tugas dan Wewenang (WT)
Tugas dan Wewenang Ketua Program Studi S-1
Tugas dan Wewenang Sekretaris Program Studi S-1
3. Program Kerja
Program Kerja Ketua Program Stud i
Program Kerja Sekretaris Program Studi
4. Dokumen Mutu
Audit Mutu Internal |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |09 |10 |11 |12 |13 |14 |15 |
|16 |17 |18 |19 |20 |21 |22 |23 |24 |25 |26 |27 |28|29 |30 |31 |32 |33 |34 |35 |
|36 |37 |38 |39 |40 |41 |42 |43 |44 |45 |46 |47 |48 |49 |50 |51 |52 |53 |
Identifikasi Pengendalian Dokumen |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |09 |10 | |11 |12 |13 |14 |15 |16 |17 |18 |19 |20 |21 |22 |23 |24 |25 |26 |27 |28 |29 |30 | |31 |32 |33 |34 |35 |36 |
Inspeksi dan Pengujian|01 |02 |03 |04 |05 |
Pengembangan SDM |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |09 |10 |11 |12 |13 |14 |
Identifikasi Pengendalian Dokumen |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |09 |10 | |11 |12 |13 |14 |15 |16 |17 |18 |19 |20 |21 |22 |23 |24 |25 |26 |27 |28 |29 |30 | |31 |32 |33 |34 |35 |36 |
Inspeksi dan Pengujian|01 |02 |03 |04 |05 |
Monitoring dan Evaluasi |01 |02 |03 |04 |05 |06 |
Pelayanan |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |09 |10 |11 |12 |13 |14 |
Penanganan Penyimpanan |01 |02 |03 |04 |05 |06 |07 |08 |
Dokumen Penjaminan Mutu Dekanat
- Sasaran Mutu Unit (SMU) Fakultas
- Rencana Strategis Fakultas Hukum UII
- Tugas dan Wewenang (WT)
- Tugas dan Wewenang (WT) Dekan
- Tugas dan Wewenang (WT) Wakil Dekan
- Tugas dan Wewenang (WT) Dekan
- Program Kerja
- Program Kerja Dekan (Bidang III)
- Program Kerja Wakil Dekan
- Laporan Program Kerja 2010-2011
Saphire Hotel, Borobudur Room, Senin, 21 Maret 2011, Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia bekerjasama dengan Departemen Hukum Tata Negara (HTN) dan Program Pascasarjana (S2 dan S3) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Seminar Nasional “Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan Indonesia”.
Seminar Nasional yang dibuka oleh Rektor Universitas Islam Indonesia tersebut bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai sistem pengawasan hakim dan kode etik hakim konstitusi di MK Jerman, melakukan identifikasi persoalan terkait dengan sistem pengawasan dan kode etik hakim di MK RI, MA RI dan di Pengadilan di lingkungan MA RI, memberi masukan bagi MK dan, MA KY dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap hakim-hakimnya menghadirkan Keynote Speech Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH., SU. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indosesia. Sedangkan Pembica yang hadir pada seminar tersebut adalah: Prof. Dr. Siegfried Bross, Hakim Mahkamah Konstitusi Jerman dengan tema seminar “ Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi Jerman”, Dr. Harjono, SH., MCL., Hakim Mahkamah Konstitusi RI dengan tema seminar “Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia” serta Dr. Suparman Marzuki, SH., M.Si. Komisioner Komisi Yudisial (KY) RI/Dosen FH UII dengan tema seminar “Prospek dan Peluang KY dalam Pengawasan Hakim Konstitusi”
Seminar Nasional tersebut dihadiri lebih dari 120 peserta yang teridiri dari para Dosen-dosen Fakultas Hukum, praktisi hukum dan lembaga non pemerintah yang bergerak pada advokasi hukum. Seminar nasional yang berlangsung dari pukul 07.00-12.30 Wib dan ditutup oleh Dekan Fakultas Hukum Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. trsebut menghasilkan suatu rumusan atau kesimpulan sementara sebagai berikut:
Negara demokrasi tidak hanya mempengaruhi terjaminnya kebebasan sipil dan politik, melainkan juga praktek penegakan hukum yang fair, jelas dan tegas. Idealnya dalam demokrasi seluruh hakim harus tunduk pada prinsip persamaan (kedudukan yang setara), termasuk dalam aspek pengawasan hakimnya. Oleh karenanya, kekuasaan kehakiman mutlak harus diawasi karena menyangkut pertaruhan atas independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.
Penerapan konsep independensi kekuasaan kehakiman tidak boleh absolut alias harus diletakkan dalam konteks akuntabilitas (tidak bebas mutlak dan harus tetap dipertanggungjawabkan).
Untuk mencapai hasil yang ideal, maka dalam melakukan pengawasan tidak dapat hanya mengandalkan pada orang, tetapi harus dibentuk suatu system pengawasan yang jelas dan tegas dan sistem pengawasannya tetap harus dalam koridor konsep yang menjaga independency of judiciary (kekuasaan kehakiman yang merdeka / mandiri).
Ada sejumlah reasoning / alasan yang mendasari pentingnya penegasan gagasan untuk menerapkan pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman (c.q baik hakim MA maupun hakim MK), yaitu: (1) Ada realitas sosial berupa situasi hukum dan penegakan hukum yang telah melahirkan ketidak percayaan masyarakat secara luas (social distrust) terhadap kinerja penegakan hukum terutama oleh hakim melalui putusan-putusannya yang “janggal” atau bernuansa ketidak adilan. (2) Khusus pentingnya pengawasan terhadap hakim MK, adalah dilatar belakangi oleh dimilikinya kekuasaan kehakiman oleh mereka secara absolute konstitusional (dalam arti putusannya bersifat pertama dan terakhir). Padahal setiap manusia (termasuk hakim MK) mempunyai peluang salah, tidak adil, tidak fair, tidak obyektif dan tidak profesional (3) Untuk meletakkan kehormatan dan martabat hakim MK sebagai penjaga konstitusi
Beberapa hal penting yang perlu menjadi lingkup pengawasan terhadap kekuasaan di bidang yudisial antara lain: (1) Rekruitmen (2) Appointment, termasuk dalam pindah-memindahkan hakim seharusnya ditangani oleh lembaga yang inedependent.
Ada berbagai macam konsep yang dapat ditawarkan jika KY hendak dibangun dan disepakati menjadi institusi pelaksana sistem pengawasan kekuasaan kehakiman, terutama hakim MK. Yaitu: (1) Memasukkan gagasan KY sebagai pengawas tersebut dalam revisi UU MK dan revisi UU KY (2) Memasukkan KY sebagai salah satu unsur dalam forum Majlis Kehormatan MK (3) MK dan KY membuat MoU untuk menyepakati lingkup pengawasanyang dapat dilakukan KY (4) Mengkondisikan agar para hakim (MK) memiliki sifat untuk terbuka (membuka diri) untuk diawasi. (5) Melakukan Amandemen UUD 1945 yang menegaskan secara eksplisit adanya kewenangan / kekuasaan konstitusional KY untuk mengawasi hakim-hakim baik hakim MA maupun hakim MK.
Sebagai kajian perbandingan, sistem pengawasan kehakiman di Jerman memperlihatkan adanya konsep-konsep sebagai berikut: (1) Kode Etik Hakim MK Jerman hanya diatur dalam UU Kehakiman Jerman dan tidak diatur secara khusus dalam aturan mengenai kode etik hakim. (2) Secara kelembagaan, institusi pengawas kekuasaan kehakimaan dilakukan oleh internal. Sementara di pengadilan di tingkat bawah (negara bagian) dibentuk lembaga khusus yang melakukan pengawasan. (3) Secara kultural, hakim di Jerman sudah terbangun suatu budaya hukum yang mengkondisikan mereka untuk memiliki etos kerja sebagai hakim yang mandiri dan profesional sehingga kode etik hakim sudah melekat secara interen di diri hakim.
Negara demokrasi tidak hanya mempengaruhi terjaminnya kebebasan sipil dan politik, melainkan juga praktek penegakan hukum yang fair, jelas dan tegas. Idealnya dalam demokrasi seluruh hakim harus tunduk pada prinsip persamaan (kedudukan yang setara), termasuk dalam aspek pengawasan hakimnya. Oleh karenanya, kekuasaan kehakiman mutlak harus diawasi karena menyangkut pertaruhan atas independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.
Penerapan konsep independensi kekuasaan kehakiman tidak boleh absolut alias harus diletakkan dalam konteks akuntabilitas (tidak bebas mutlak dan harus tetap dipertanggungjawabkan).
Untuk mencapai hasil yang ideal, maka dalam melakukan pengawasan tidak dapat hanya mengandalkan pada orang, tetapi harus dibentuk suatu system pengawasan yang jelas dan tegas dan sistem pengawasannya tetap harus dalam koridor konsep yang menjaga independency of judiciary (kekuasaan kehakiman yang merdeka / mandiri).
Ada sejumlah reasoning / alasan yang mendasari pentingnya penegasan gagasan untuk menerapkan pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman (c.q baik hakim MA maupun hakim MK), yaitu: (1) Ada realitas sosial berupa situasi hukum dan penegakan hukum yang telah melahirkan ketidak percayaan masyarakat secara luas (social distrust) terhadap kinerja penegakan hukum terutama oleh hakim melalui putusan-putusannya yang “janggal” atau bernuansa ketidak adilan. (2) Khusus pentingnya pengawasan terhadap hakim MK, adalah dilatar belakangi oleh dimilikinya kekuasaan kehakiman oleh mereka secara absolute konstitusional (dalam arti putusannya bersifat pertama dan terakhir). Padahal setiap manusia (termasuk hakim MK) mempunyai peluang salah, tidak adil, tidak fair, tidak obyektif dan tidak profesional (3) Untuk meletakkan kehormatan dan martabat hakim MK sebagai penjaga konstitusi
Beberapa hal penting yang perlu menjadi lingkup pengawasan terhadap kekuasaan di bidang yudisial antara lain: (1) Rekruitmen (2) Appointment, termasuk dalam pindah-memindahkan hakim seharusnya ditangani oleh lembaga yang inedependent.
Ada berbagai macam konsep yang dapat ditawarkan jika KY hendak dibangun dan disepakati menjadi institusi pelaksana sistem pengawasan kekuasaan kehakiman, terutama hakim MK. Yaitu: (1) Memasukkan gagasan KY sebagai pengawas tersebut dalam revisi UU MK dan revisi UU KY (2) Memasukkan KY sebagai salah satu unsur dalam forum Majlis Kehormatan MK (3) MK dan KY membuat MoU untuk menyepakati lingkup pengawasanyang dapat dilakukan KY (4) Mengkondisikan agar para hakim (MK) memiliki sifat untuk terbuka (membuka diri) untuk diawasi. (5) Melakukan Amandemen UUD 1945 yang menegaskan secara eksplisit adanya kewenangan / kekuasaan konstitusional KY untuk mengawasi hakim-hakim baik hakim MA maupun hakim MK.
Sebagai kajian perbandingan, sistem pengawasan kehakiman di Jerman memperlihatkan adanya konsep-konsep sebagai berikut: (1) Kode Etik Hakim MK Jerman hanya diatur dalam UU Kehakiman Jerman dan tidak diatur secara khusus dalam aturan mengenai kode etik hakim. (2) Secara kelembagaan, institusi pengawas kekuasaan kehakimaan dilakukan oleh internal. Sementara di pengadilan di tingkat bawah (negara bagian) dibentuk lembaga khusus yang melakukan pengawasan. (3) Secara kultural, hakim di Jerman sudah terbangun suatu budaya hukum yang mengkondisikan mereka untuk memiliki etos kerja sebagai hakim yang mandiri dan profesional sehingga kode etik hakim sudah melekat secara interen di diri hakim.
Fakultas Hukum, Kamis 17 Maret 2011, Dalam rangka meningkatkan kualitas Calon Hakim Agung dan menyerap aspirasi serta partisipasi publik terutama untuk meningkatkan kualitas metode rekruitmen, Komisi Yudisial Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung.
Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UII Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. dalam sambutannya menyatakan bahwa dalam sosialisasi kali ini mempunyai dua tujuan utama yaitu (1) menyerap partisipasi publik untuk mengikuti Penjaringan Calon Hakim Agung oleh Komisi Yudisial (KY) yang dalam hal ini KY sudah melakukan penjaringan sebanyak enam kali, namun penjaringan tersebut masih belum mencukupi jumlah kuota hakim agung yang ada. (2) Dengan Sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi mengikuti proses penjaringan dan seleksi Calon Hakim Agung, mengingat Hakim Agung merupakan jabatan yang strategis di Negara ini. Diharapkan pula dengan metode penjaringan ini kualitas dan kuantitas Hakim Agung dapat lebih baik.
Pada akhir sambutannya Dr. Rusli Muhammad menyatakan harapannya pada peserta sosialisasi penjaringan tersebut semoga saja ada beberapa peserta yang bersedia mengikuti penjaringan dan tidak hanya lolos dalam mengikuti proses penjaringan calon hakim agung namun bisa juga menjadi salah satu hakim agung yang ada di negara ini.
Acara Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung yang dimoderatori oleh M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum serta menghadirkan pembicara dari Direktur Sumber Daya Manusia Komisi Yudisial RI Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH., M.Hum tersebut dihadiri oleh kalangan Akademisi, Hakim Tinggi, Tokoh masyarakat yang terdiri dari Notaris dan Advokat di seluruh D.I. Yogyakarta serta diliput oleh beberapa wartawan media massa dan elektronik tersebut berlangsung sangat interaktif. Acara tersebut dibagi dalam 2 sesi yaitu Sosialisasi Penjaringan Calon Hakim Agung dan diakhir dengan sesi tanya jawab. Berikut i ni adalah hasil Notulasi dari pelaksanaan acara tersebut yang ditulis oleh Bagya Agung Prabawa SH., M.Hum selaku Notulis.
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Proses seleksi calon Hakim Agung ini karena ada kekosongan 10 orang (kuota yang ada baru 50 dari 60), dalam rangka memenuhi kekosongan ini Mahkamah Agung melakukan seleksi dari kalangan akademisi maupun praktisi, melalui Komisi Yudisial.
Ada perbedaan mekanisme seleksi yang sekarang dengan sebelumnya, dengan memberikan kemudahan yaitu: Terbagi zona sosilaisasi (Jogja, Makasar, Palembang, Jakarta, Kalimantan), Proses pembuatan makalah bisa dilaksanakan di Perguruan Tinggi setempat tidak harus ke Jakarta, bila jumlah mencapai 20 orangBatas usia adalah mulai 45 tahun, setinggi-tingginya tidak dibatasi tapi tidak lebih dari 70 tahunMampu secara rohani dan jasmani menjalani kewajiban
Prinsipnya dalam rangka mendapatkan pola seleksi Hakim Agung yang berkualitas, maka partisipasi masyarakat diperlukan
Pertanyaan Termin 1:
Dr. Tata Wijayanta (FH UGM) :Syarat untuk menjadi Hakim Agung harus ada 2 ijazah (Magister Hukum dan Doktor Hukum), tidak bias yang inpasing?
Klausulnya bila jumlahnya 20, apakah tidak difasilitasi, belum jadi Hakim Agung udah tombok?
Dr. Sundari (FH Universitas Atmajaya):Formulir dari KPK bisakah diakses atau download melalui Komisi Yudisial
Dr. Wahyu (FH UJB): Bila ijazahnya dari MKN boleh tidak?
Sering ada teror calon Hakim Agung yang ingin lulus di telpon di hotel tempat menginap, dengan membayar sejumlaj uang
Dr. Muhammad Hatta (FH UJB): Hasil seleksi dari KY secara kualitas dan integritas lebih baik, selamat untuk KY Pasal-pasal pengawasan yang digugat, telah digugurkan MK. KY bisa mengusulkan seluruhnya
Nur Ismanto, SH, MM. (Advokat)
Ada beberapa perubahan, tapi agak tidak realistis antara ketentuan Idealita dengan Realita, usia hakim misalnya
Adakah pembatasan kuaota antara hakim karir dan non karir, lebih baik perbanyak hakim non karir karena belum terkontaminasi perilaku koruptif
Tidak ada kesempatan untuk orang miskin, karena S3 perlu biaya tinggi
Perlu perbaikan form terhadap hakim karir yang rekam jejaknya tidak baik
Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Pembuat UU telah memikirkan hal itu, sekarang banyak kelas di luar domisili atau kelas jarak jauh, sehingga pendidikan pasca diperhatikan Bahkan telah dirintis pendidikan hakim yang setara S2 kerjasama dengan negara Jerman Magister Kenotariatan itu dapat disetarakan dengan Magister Hukum, ini bisa menjadi masukan bagi KY Dalam rapat untuk mempermudah calon-calon non karir, sudah ditetapkan zona-zona, untuk memperkecil pengeluaran anggaran terutama transportasi Intervensi dan tekanan politik dari eksekutif tidak pernah terjadi Dalam UU KY maupun MA seleksi calon Hakim Agung melalui DPR Seleksi calon Hakim Agung sebelumnya hanya oleh MA, tetapi sekarang bersama-sama antara MA dengan KY Hakim-hakim Agung yang telah memenuhi syarat formil, kita punya databasenya (93), termasuk hakim yang bersangkutan telah mendapat sanksi atau tidak Terkait track record akan dicek dengan rekan-rekannya sejawat secara objective UU sudah dilakukan yudicial review Perubahan crusial memanggil paksa Hakim Agung oleh KY sedang dalam pengusulan Pertanyaan Termin 2 :
Dr. Syamsudin (FH UII) Jika mewakili organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah atau NU bisa tidak Adakah pemikiran dari Tim Pakardalam proses seleksi Dr. Wisnu (FH Universitas Atmajaya) Batas minimal apakah ada jaminan di atas 45 tahun memenuhi kualitas tertentu, hanya factor usia, KY harus bisa melakukan terobosan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan moral Untuk hakim ad hoc jangan melulu dari hokum tetapi ilmu lain yang terkait sehingga bisa melahirkan putusan yang lebih berkualitas Tim seleksi mestinya tidak sekedar melaksanakan bunyi UU tapi harus ada terobosan-terobosan hukum Andi Rais. SH. (Advokat) Kualifikasi terpenuhi dari usia maupun syarat formil, tapi syarat pendidika harus S3 Doktor Hukum memberatkan Dalam tingkat kasasi selalu dicari link-link, tapi setelah dielaborasi hasilnya baik oleh hakim non karir KY sebagai garda terdepan, setidak-tidaknya KY jangan hanya sekedar merekomendasi tapi harus lebih responsif terhadap permasalahan hukum yang ada Sekarang ini produk-produk hakim syarat dengan KKN, perekrutan tidak beres Sesuai adagium “berilah hakim yang baik sekalipun peraturan buruk, hasilnya akan baik” Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Selama belum ada aturan yang tegas oleh KY akan diperhatikan Seleksi makalah, wawancara, akan dilakukan oleh tim Ahli Yang menjadi titik singgung memutuskan perkara memang tidak selalu hukum, tapi semua harus berorientasi pada hukum, termasuk aliran hukum progresif Harus ada sinkronisasi system hukum, terlebih system hukum ekonomi KY ada bagian investigasi, baik yang aktif maupun pasif Mudah-mudahan ke depan tidak ada laporan yang menumpuk, diupayakan ada format dan mekanisme laporan yang baku
Pembuat UU telah memikirkan hal itu, sekarang banyak kelas di luar domisili atau kelas jarak jauh, sehingga pendidikan pasca diperhatikan Bahkan telah dirintis pendidikan hakim yang setara S2 kerjasama dengan negara Jerman Magister Kenotariatan itu dapat disetarakan dengan Magister Hukum, ini bisa menjadi masukan bagi KY Dalam rapat untuk mempermudah calon-calon non karir, sudah ditetapkan zona-zona, untuk memperkecil pengeluaran anggaran terutama transportasi Intervensi dan tekanan politik dari eksekutif tidak pernah terjadi Dalam UU KY maupun MA seleksi calon Hakim Agung melalui DPR Seleksi calon Hakim Agung sebelumnya hanya oleh MA, tetapi sekarang bersama-sama antara MA dengan KY Hakim-hakim Agung yang telah memenuhi syarat formil, kita punya databasenya (93), termasuk hakim yang bersangkutan telah mendapat sanksi atau tidak Terkait track record akan dicek dengan rekan-rekannya sejawat secara objective UU sudah dilakukan yudicial review Perubahan crusial memanggil paksa Hakim Agung oleh KY sedang dalam pengusulan Pertanyaan Termin 2 :
Dr. Syamsudin (FH UII) Jika mewakili organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah atau NU bisa tidak Adakah pemikiran dari Tim Pakardalam proses seleksi Dr. Wisnu (FH Universitas Atmajaya) Batas minimal apakah ada jaminan di atas 45 tahun memenuhi kualitas tertentu, hanya factor usia, KY harus bisa melakukan terobosan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan moral Untuk hakim ad hoc jangan melulu dari hokum tetapi ilmu lain yang terkait sehingga bisa melahirkan putusan yang lebih berkualitas Tim seleksi mestinya tidak sekedar melaksanakan bunyi UU tapi harus ada terobosan-terobosan hukum Andi Rais. SH. (Advokat) Kualifikasi terpenuhi dari usia maupun syarat formil, tapi syarat pendidika harus S3 Doktor Hukum memberatkan Dalam tingkat kasasi selalu dicari link-link, tapi setelah dielaborasi hasilnya baik oleh hakim non karir KY sebagai garda terdepan, setidak-tidaknya KY jangan hanya sekedar merekomendasi tapi harus lebih responsif terhadap permasalahan hukum yang ada Sekarang ini produk-produk hakim syarat dengan KKN, perekrutan tidak beres Sesuai adagium “berilah hakim yang baik sekalipun peraturan buruk, hasilnya akan baik” Jawaban: Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum
Selama belum ada aturan yang tegas oleh KY akan diperhatikan Seleksi makalah, wawancara, akan dilakukan oleh tim Ahli Yang menjadi titik singgung memutuskan perkara memang tidak selalu hukum, tapi semua harus berorientasi pada hukum, termasuk aliran hukum progresif Harus ada sinkronisasi system hukum, terlebih system hukum ekonomi KY ada bagian investigasi, baik yang aktif maupun pasif Mudah-mudahan ke depan tidak ada laporan yang menumpuk, diupayakan ada format dan mekanisme laporan yang baku
Fakultas Hukum, Kamis 17 Maret 2011. Dalam rangka rangkaian kegiatan Seminar Nasional ” ”Sistem Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan Indonesia” yang akan diselenggarakan Senin, 21 Maret 2011 di Saphire Hotel Yogyakarta, Fakultas Hukum UII melalui Panitia Seminar Nasional mengadakan Pers Release.
Pers Release yang dihadiri oleh 15 wartawan dari media massa dan elektronik tersebut berlangsung di ruang sidang dekanat lantai 1 dipimpin oleh Ketua Panitia seminar nasional dan Dekan Fakulta Hukum UII. Dalam pengantarnya ketua panitia Sri Hastuti Puspitasari, SH., M.Hum yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Hukum Tata Negara (HTN) menyatakan bahwa, seminar ini terselenggara atas kerjasama antara Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia dan Departemen Hukum Tata Negara (HTN) serta Program Pascasarjana FH UII, sedangkana Pers Release ini dimaksudkan untuk mempublikasikan perlunya pengawasan hakim mahkamah konstitusi sehingga masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengawasi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga dan pengawal Konstitusi.
Sedangkan Dekan FH UII, Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. dalam Pers Release tersebut berharap bahwa Konstitusi di Indonesia terhindar dari segala macam mafia peradilan yang akhir-akhir ini semakin berkembang dan telah masuk ke berbagai institusi hukum di Indonesia serta merupakan salah satu bentuk antisipasi supaya tidak ada lagi mafia-mafia peradilan. Hal ini menjadi salah satu bentuk tanggung jawab Perguruan Tinggi dalam menghasilkan sarjana-sarjana yang komitmen di bidang keilmuannya.
Terkait pertanyaan salah satu wartawan tentang bentuk antisipasi yang akan dilakukan untuk menghindari terjadinya mafia peradilan tersebut adalah (1) mencoba mengangkat persoalan ini melalui kajian-kajian ilmiah sehingga bentuk pengawasan dapat dilakukan (2) melalui metode pendidikan, dengan cara membekali mahasiswa untuk menjadi hakim yang baik. Sebagai akhir pers release tersebut disampaikan oleh Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. Bahwa sistem pendidikan saat ini belum meyakinkan untuk menghadapi godaan-godaan yang ada, diperlukan penanaman nilai moral serta keseimbangan antara pendidikan moral, spiritual dan intelktual,
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584
Telepon: +62 274 7070222 ext.
Email: fh[at]uii.ac.id